(Menjawab kekhawatiran warga sekitar TPA dan menilik fenomena energi alternatif)
Oleh Musliyadi Mokoagow*
MASALAH silih berganti menerpa bangsa ini, mulai dari krisis moneter, bencana alam yang berkepanjangan, krisis moral yang kronis dengan merajalelanya kasus suap dan korupsi, meradangnya penyakit krisis energi, tapi masalah muncul bukan untuk diributkan tapi lebih ke bagaimana cara bangsa ini memecahkan masalah yang dihadapi. Kenaikan harga BBM, terutama minyak tanah yang sangat membebani masyarakat, karena sudah terlanjur mengandalkan bahan bakar fosil terutama minyak tanah menjadi sangat bingung mengatur keuangannya terutama, bagi mereka yang berkecimpung di sektor Industri Kecil Menengah yang banyak menggunakan minyak tanah.
Konversi minyak ke gas, yang terkesan dipaksakan, seiring dengan pencabutan subsidi minyak tanah oleh pemerintah, yang menyebabkan kelangkaan minyak tanah di berbagai daerah di Indonesia. Hilangnya minyak tanah di pasaran seiring pencabutan subsidi oleh pemerintah kini hal yang sama terjadi pada gas, yang ikut-ikutan menghilang di pasaran, sehingga menambah daftar penderitaan masyarakat menengah ke bawah, sehingga berdampak pada berbagai sektor kehidupan yaitu dengan naiknya harga-harga makanan yang dihasilkan oleh industri yang banyak menggunakan minyak tanah, dan ini mungkin hal yang sangat fenomenal bagi pemerintahan SBY dan JK, tapi bukan masalah kalau tidak ada jalan keluarnya.
Kini banyak penelitian mengenai energi alternatif yang bermunculan, mulai dari geothermal, energi matahari, biodiesel, bioetanol, biogas. Teknologi pembuatan biogas dari kotoran ternak hingga kotoran manusia, biogas sebenarnya bukan sesuatu hal yang asing di Amerika. Teknologi ini dipakai puluhan tahun yang lalu, demikian juga di Indonesia. Walaupun demikian, masyarakat tetap lebih suka menggunakan bahan bakar minyak karena dinilai lebih praktis dan ekonomis. Namun seiring perjalanan waktu minyak tanah dinilai lebih praktis namun tidak ekonomis lagi dengan dicabutnya subsidi minyak tanah oleh pemerintah. Betapa tidak kata hina jadi mulia pantas dialamatkan pada salah satu energi yang satu ini. Energi alternatif yang semula adalah kotoran dan sampah organik yang baunya sangat menyengat dan menjijikkan kini dimuliakan dengan digunakannya sebagai energi alternatif yang sangat potensial.
Banyak TPA atau Tempat Pembuangan Akhir, yang sering menimbulkan masalah polusi hingga penolakan warga soal penempatan areal yang dijadikan TPA. Tidak terpikirkan oleh kita bahwa TPA menjadi sumber energi alternatif bila kita manfaatkan limbah-limbah yang semula tidak berguna, diolah menjadi bahan yang bermanfaat bagi masyarakat banyak. Seperti daur ulang sampah organik menjadi pupuk organik, biogas sebab sampah organik merupakan sumber gas metan yang bisa kita manfaatkan sebagai sumber energi pengganti minyak tanah.
Masyarakat sekitar TPA di Kelurahan Tewaan Kecamatan Ranowulu Bitung mengaku was-was, seperti berita yang dilansir salah satu harian terbesar di Sulut. Pasalnya, di beberapa titik diduga mengeluarkan gas metan yang bisa menyebabkan kebakaran serta ledakan yang cukup besar, makanya warga sekitar takut sembarang buang api di TPA. Berangkat dari kekhawatiran warga sekitar TPA, penulis bermaksud mengubah kekhawatiran menjadi kegembiraan warga sekitar TPA, apabila pipa-pipa yang dipasang di beberapa tiik guna menguapkan gas metan, dialihkan untuk dibuatkan instalasi gas metan dan dialirkan ke rumah-rumah warga sebagai energi alternatif pengganti minyak tanah yang kini tidak lagi ekonomis, mubazirkan apabila hanya dipasang pipa guna menguapkan (membuang) gas metan (biogas), dari krisis energi seperti ini janganlah kita buang-buang potensi energi yang ada.
Seiring meningkatnya jumlah penduduk di Indonesia. Hal ini berpengaruh pada peningkatan penggunaan energi. Berbagai bentuk sumber energi, sebenarnya telah dimanfaatkan oleh manusia seperti minyak bumi, batu bara, gas alam yang merupakan bahan bakar fosil, serta sumber energi tradisional seperti kayu bakar. Sumber energi fosil bersifat tidak dapat diperbaharui sehingga pemakaiannya harus hemat, selain itu efisiensi panenan dari kayu bakar dan bahan bakar fosil relatif rendah (20-30 persen), sebagai gambaran, ketika kita menggunakan kayu bakar, api yang dihasilkan tidak terfokus (menyebar) dan akan menghasilkan kotoran berupa jelaga. Pada saat memakai minyak tanah atau menyalakan kompor, api yang dihasilkan tidak langsung besar, tetapi akan membesar secara bertahap. Karena itu efisiensi panenan dari biogas lebih besar dari (30-40 persen).Limbah anorganik atau organik sedikit atau banyak akan menimbulkan gangguan. Dalam jumlah sedikit, limbah dan sampah bisa merusak pemandangan kota. Apalagi dalam jumlah yang banyak. Sungguh tidak terbayangkan, puluhan jiwa manusia meninggal hanya karena tumpukan sampah seperti yang terjadi di TPA Leuwigajah, Bandung. Dari sinilah dirasakan pentingnya upaya penanganan limbah yang benar. Tujuan utamanya adalah jangan sampai limbah itu merugikan kehidupan manusia. Dampak negatif dari pengolahan sampah kota tidak dapat dihilangkan secara total. Namun, paling tidak diupayakan cara pengelolaan sampah dengan dampak negatif seminimal mungkin atau dampak positif harus dirasakan untuk aspek lingkungan, sosial, dan ekonomi masyarakat yang kurang mampu. Pupuk organik yang dihasilkan dari pengelolan sampah di TPA, bisa menggantikan pupuk kimia yang harganya tinggi dan selalu meningkat seiring naiknya harga Bahan Bakar Minyak. Demikian pula biogas atau tenaga listrik sampah adalah bahan energi alternatif (biofuel) yang dapat diperbaharui (renewable) sebagai pengganti BBM yang semakin langka dan mahal.
Oleh karena itu, para pengambil kebijakan pengelolaan sampah kota dituntut menemukan pengelolaan lingkungan yang berbasis sistem produksi. Artinya, sampah dilihat sebagai bahan baku untuk diproses menjadi produk yang memiliki nilai komersial serta bersih lingkungan. Tulisan ini diharapkan berguna bagi praktisi lingkungan di Provinsi Sulawesi Utara khususnya Kota Manado, mengingat World Ocean Conference (WOC) yang akan digelar di Sulut 2009 mendatang. Save Our Climate, Save The Planet, Save Our Forest.#
*Mahasiswa Fakultas Pertanian Jurusan Teknologi Pertanian Program Studi Teknologi Hasil Pertanian Unsrat