13 Mei 2008

Peningkatan Standar UNAS, Solusi Peningkatan Daya Saing

Oleh Rudy S Wenas SE MM

MENGHADAPI Ujian Nasional bagi para siswa SMP/MTs/SMPLB dan SMA/MA merupakan suatu tantangan yang harus dilewati secara traumatis, karena diperhadapkan dengan kekhawatiran untuk tidak dapat lulus yang disebabkan oleh Standar Kompetensi Lulusan (SKL) yang ditetapkan oleh pemerintah yang dirasakan terlalu tinggi. Sesuai dengan Peraturan Menteri Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2007, ditetapkan bahwa standar kelulusan UN SMP, MTs, SMPLB, SMA/SMK, SMALB tahun ini ditingkatkan dari 5,00 menjadi 5,25 untuk nilai rata-rata minimal dan tidak ada nilai di bawah 4,25 atau memiliki nilai minimal 4,00 pada salah satu mata pelajaran dan nilai mata pelajaran lainnya minimal 6,00.
Keputusan pemerintah ini oleh masyarakat dirasakan sebagai kebijakan yang terlalu dipaksakan dan tidak memihak kepada nasib masyarakat yang sudah tertindih oleh kebijakan-kebijakan yang menyengsarakan rakyat. Kebijakan pemerintah ini dianggap bertolak belakang dengan Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945 tentang Hak Asasi Manusia, UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dan UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Selain itu juga dampak secara langsung yang akan dirasakan oleh masyarakat adalah tekanan mental anak-anak yaitu hilang kepercayaan diri, tidak bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, sulit untuk mendapatkan pekerjaan serta kerugian material yang berupa biaya pendidikan yang telah dikeluarkan selama tiga tahun.
Namun bagi pemerintah keputusan ini merupakan keputusan yang sangat tepat sebagai alternatif strategi dalam meningkatkan daya saing bangsa. Berdasarkan hasil survei tingkat persaingan global 2006/2007 oleh World Economic Forum (WEF), Indonesia menempati peringkat ke 50 dari 125 negara dan hasil survei oleh International Institute For Management, Indonesia menempati peringkat ke 60 dari 61 negara. Dibandingkan dengan negara-negara di Asia lainnya, Indonesia menempati peringkat terendah dimana Singapore ke 5, Jepang ke 7, Malaysia ke 26, Thailand ke 35 dan India ke 43.
Mungkin atas dasar inilah sehingga pemerintah dari tahun ke tahun berusaha untuk terus meningkatkan Standar Kompetensi Kelulusan (SKL) siswa. Bagi pemerintah sudah saatnya bangsa kita dipaksa untuk terus meningkatkan keahliannya dan tidak terus dininabobokan dengan keadaan-keadaan yang tidak produktif dan kreatif. Pemerintah merasa bahwa salah satu cara untuk mengubah kompetensi dan kualitas tenaga kerja sebagai aset bangsa harus dimulai dari tingkat pendidikan dasar. Memang sulit rasanya untuk mengubah kualitas siswa dan guru secara langsung sebagai input dari suatu sistem pendidikan, oleh karena itu cara yang terbaik adalah menekan outputnya yaitu standar kelulusan. Harapan pemerintah lewat kebijakan ini sepertinya merupakan tindakan pemaksaan, namun hal ini dapat menjadi tolak ukur bagi para guru untuk terus meningkatkan kualitas pengajaran kepada para siswa dan bagi para siswa itu sendiri harus berusaha untuk belajar, belajar dan belajar.
Kasus kebocoran lembar soal ujian nasional tingkat SMA/MA/SMK/SMALB yang terjadi di Deli Serdang Sumatera Utara dan Makassar Sulawesi Selatan di mana pihak sekolah secara sadar membocorkan soal kepada siswanya memang merupakan suatu bentuk pembelaan karena takut para siswa didiknya tidak lulus. Tapi hal ini sebenarnya merupakan bentuk tidak berhasilnya para guru dalam mendidik anak didiknya sendiri. Seperti kita ketahui bahwa faktor utama keberhasilan anak didik tergantung pada sosok guru yang mampu untuk membina, mendidik dan melakukan transfer ilmu. Seorang pelatih sirkus pun apabila dengan telaten sesuai dengan kompetensinya dapat melatih seekor singa untuk dapat meloncat dan melewati bulatan api yang sedang berkobar.
Saya sebagai seorang pendidik di salah satu universitas negeri di Sulut merasa bahwa seorang anak didik harus dilatih dari pendidikan dasar, agar supaya nanti di bangku kuliah tidak mengalami kesulitan dalam memahami sebagian besar ilmu-ilmu terapan. Di bangku kuliah seorang mahasiswa tidak akan diajarkan kembali penjumlahan, perkalian dan pembagian ataupun tata bahasa dalam menyusun suatu tulisan. Sebagai mahasiswa dituntut untuk dapat melakukan analisis atau proses menginterpretasikan teori-teori yang ada dan bukan lagi mengajarkan kepada mahasiswa untuk dapat menghafal atau mengulang kembali materi-materi yang telah diajarkan sejak berada di pendidikan dasar.
Selain itu juga kekhawatiran saya sebagai tenaga pendidik yaitu terletak pada kualitas anak didik kita: Apakah mereka siap untuk turun ke lapangan pekerjaan?; Apakah mereka siap untuk bersaing di pasar tenaga kerja yang semakin kompetitif?; Apakah ada perusahaan yang mau menerima pekerja yang tidak berkualitas atau dengan rata-rata Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) di bawah syarat ketentuan perusahaan (IPK rata-rata diterimanya seorang mahasiswa sekarang ini di atas 3.00).
Sebagai orang tua yang mendapat tugas dari Tuhan untuk membesarkan, mendidik, menjadikan seorang anak manusia yang beradab, berhasil dalam karir dan berguna bagi keluarga serta bangsa negara tentunya tidak perlu khawatir apalagi melakukan penolakan terhadap keputusan pemerintah tentang standar kelulusan. Yang harus dilakukan oleh orang tua dimulai dari lingkungan keluarga itu sendiri adalah mendorong setiap anak untuk terus belajar dan meningkatkan kepintarannya karena Tuhan itu sendiri tidak akan menciptakan manusia bodoh.
Sebagai kesimpulan akhir dari tulisan ini, tindakan pemerintah untuk meningkatkan Standar Kompetensi Lulusan sudahlah tepat karena kebijakan ini merupakan solusi terhadap peningkatan kualitas sumber daya manusia dan daya saing bangsa. Yang sangat diharapkan agar pemerintah bukan hanya menjadikan kebijakan ini sebagai bahan politik atau adanya kepentingan seperti yang telah menjadi budaya bangsa kita yaitu “asal bapak senang” namun pemerintah harus bertanggung jawab dalam melakukan pemerataan pendidikan ke seluruh pelosok Indonesia melalui pembangunan infrastruktur pendidikan seperti sarana fisik sekolah, alat peraga, pengadaan buku, bantuan secara langsung kepada siswa yang tidak mampu dan pelatihan-pelatihan pengajaran serta pemberian kompensasi yang sesuai kepada para guru.#

* Anggota Tim Pemantau Independen Unas Kota Manado; Dosen Fakultas Ekonomi Unsrat