15 Maret 2008

Ayat-Ayat Cinta

Oleh dr Taufiq Pasiak

SAYA bukan seorang pemuja cinta, apalagi cinta birahi. Namun, 3 hari lalu, atas desakan 2 anak saya, kami bertiga menonton film ayat-ayat cinta. Meskipun menonton film adalah salah satu hobi kami yang penting, tetapi itu lebih banyak dilakukan di rumah (kami punya kurang lebih 300 koleksi film box office, pemenang Oscar, dan peraih penghargaan lain, yang pernah dibuat di dunia). Menonton film bukan saja mengasyikan karena kita melihat kolaborasi yang hebat antara kepiawaian memilih kata, setting dan karakter yang sangat beragam, alur cerita yang mempesona, dan permainan teknologi yang canggih, tetapi juga menonton film merupakan salah satu cara mengayakan hati. Jika Anda pernah menonton film In the Spirit of the House, yang salah satu pemainnya adalah Meryl Streep, jiwa Anda akan menjadi lebih kaya karena melihat betapa cinta bukan satu-satunya varian penentu kehidupan seseorang. Seringkali terjadi, pilihan politik mengalahkan cinta yang setulus-tulusnya. Jika Anda menonton film the Legend of the Fall Anda akan mendapati kisah bahwa cinta tidak sama dengan memiliki ‘sesuatu’ atau ‘seseorang’. Memiliki seseorang tidak lantas juga berarti memiliki cinta. Jika Anda menonton film the Pursuit of Happines Anda akan melihat bahwa mendapatkan cinta yang sesungguhnya membutuhkan pengorbanan yang tak kecil. Jika Anda menonton film Run dari Akira Kuroshawa Anda akan melihat bahwa –sekali lagi– politik dan kekuasaan dapat mengalahkan cinta dan persaudaraan sedarah. Demikian halnya jika Anda mencermati dengan seksama film-film Hero, Fearless, Romeo must Die, once upon a time China, the Master, Swordsman dan lain-lain, yang umumnya dimainkan Jet Li, Anda akan mendapati bahwa cinta memiliki fondasi yang luhur tentang makna kehidupan. Jika Anda tak memiliki ilmu membaca kehidupan, Anda tak akan memiliki cinta yang sebenarnya. Atau, jika Anda sudah menonton film Romeo and Juliet atau Hotel Rwanda, Anda akan melihat bahwa cinta dapat mengalahkan rintangan apapun. Cinta juga mengatasi perbedaan status sosial dan ekonomi. Cinta memberikan nuansa pada hal-hal yang kita yakini sebagai kemanusiaan. Dan ketika saya menonton film ayat-ayat cinta –meskipun tak seindah novelnya– saya menyadari bahwa –sekali lagi– cinta tak berarti memiliki, cinta mengatasi keberadaan fisik, cinta membumikan semangat persaudaraan dan cinta memiliki tempat berlabuhnya yang pasti. Sialnya, cinta bisa membuat seseorang menjadi gila!
Saya juga punya kisah yang lebih faktual dan nyata, lebih dari sekadar kisah film, tentang makna sebuah cinta. 2 pasang suami istri kenalan baik saya meninggal secara berurutan, dengan jarak waktu yang pendek, ketika salah seorang di antara mereka meninggal. Ketika sang suami meninggal, maka tak lama kemudian istrinya menyusul. Ketika sang istri meninggal, tak lama kemudian sang suami menyusul. Dengan mata kepala saya sendiri saya sudah menyaksikan bahwa ketika salah satu pasangan mereka meninggal dunia, maka istri atau suami yang ditinggalkan perlahan, tapi pasti, mengalami depresi dan tekanan mental yang makin hari makin memperburuk kesehatannya, dan akhirnya meninggal. Mereka (mungkin) memaknai cinta sebagai penyatuan diri sehidup semati. Mereka juga mungkin mengartikan cinta sebagai kepemilikan yang tak bisa dipindahtangankan, dengan alasan apapun juga. Di tempat lain, saya mendapati kisah bahwa cinta romantis tidak akan pernah hilang karena berlalunya waktu. Seorang kakek 65 dan seorang nenek berusia 62 tahun bertahan hidup serumah selama 45 tahun pernikahan, meskipun hidup susah dan selalu kekurangan, dapat bertahan karena cinta yang tumbuh dalam hati mereka tidak pernah surut. Bahkan makin mekar sejalan dengan bertambahnya usia. Saya pikir ada banyak kisah lain yang lebih hebat melukiskan betapa cinta merupakan energi kehidupan.
JENIS CINTA APAKAH YANG ANDA MILIKI?
Kawan saya, seorang lelaki playboy kampungan, mendefenisikan cinta sebagai ‘memiliki dan menjadi’ (mungkin ia pernah membawa buku Erich From, to Have and to Be). Ia memaksudkan defenisi itu sebagai; “ketika Anda bertemu seorang perempuan, maka milikilah dia segera. Tangkap semua tubuhnya, dan jadikan ia sebagai milik pribadi. Seketika itu Anda dapat menjadikannya apa saja. Mungkin sebagai game, toys atau apa saja yang Anda suka”. “Wow, ini defenisi kasar, lucu dan sedikit porno,” kata saya padanya. Namun, dalam beberapa hal, saya pikir, ia benar. Mengutip Helen Fisher (2004) dari Universitas Rutgers, New Jersey yang puluhan tahun meneliti tentang kimia cinta, ia membagi cinta dalam 3 fase atau manifestasi; birahi (lust), romantisme (romance) dan keterikatan (attachment). Ketiganya menggunakan jalur saraf dan zat kimia yang berbeda di otak Anda.
Nafsu-Birahi (The Lust)
Jika Anda bertemu dengan seorang perempuan yang secara fisik menarik (mungkin wajahnya cantik, atau body-nya yahud), lalu ada keinginan untuk bersama (memeluk, mencium, atau sejenisnya), maka Anda sedang berada pada fase pertama cinta; fase birahi. Anda sedang bernafsu dan terangsang secara seksual. Perasaan cinta ini bersifat sejenak dan sementara. Setelah puas dan bosan terhadap si dia, maka Anda mengalami rasa bosan yang menetap. Tanpa sadar, kebanyak ABG berada pada fase ini. Tidak usah heran kalau hubungan seks di luar nikah menjadi bumbu dari fase birahi ini. Pernahkah Anda melihat monyet atau gorila yang sedang birahi? Begitulah Anda dan saya ketika berada pada fase birahi, tetapi mungkin kita sedikit lebih ‘beradab’. Cinta birahi akan cepat berakhir karena zat kimia untuk itu cepat pula hilang. Jika Anda mencintai seseorang karena faktor-faktor fisik, maka sekali waktu Anda pasti kecewa.
Romantisme-Asmara (The Romance)
Jika Anda melihat seorang perempuan, melewati nafsu birahi Anda, yang membuat Anda terbayang-bayang. Perhatian Anda tercurah pada dirinya yang membuat Anda kehilangan selera melakukan hal lain. Seperti kata sebuah lagu romantis tempo dulu; “di mana-mana ada kamu. Di dada ada kamu. Di bibir ada kamu. Di jendela ada kamu. Di kamar ada kamu”. Ketika Anda mengalami ini –laiknya orang buta warna yang hanya mampu melihat satu warna saja– maka itu artinya Anda sedang berada pada fase kedua; fase romantisme. Artinya, Anda sedang dirundung asmara. Kata orang, Anda sedang jatuh cinta. Ketika Anda berada pada fase ini –seperti dulu saya alami ketika pertama memacari istri saya– dunia menjadi sangat indah. Saya terjaga sepanjang waktu, memikirkan dan seolah-olah melihatnya di atas bulan-bulan dan bintang gemintang. Saya seolah kehilangan akal sehat dan merasa enjoy setiap mengingat pengalaman yang dilalui. Saya mengalami, seperti diungkapkan penyanyi Gombloh; “ketika cinta melekat, tahi kucing rasa coklat”. Jika ketika itu otak saya diperiksa dengan alat MRI, maka akan terlihat jelas nucleus accumbens, nucleus caudatus dan Area Ventralis Tegmenti, yang berada di tengah otak saya, menyala dengan tajam. Seketika zat kimia bernama Dopamin dilepaskan, memancar ke mana-mana.
Saya tidak heran ketika teman saya rela mendaki tebing terjal, licin, dan jauh dari keramaian, hanya untuk menemui pacarnya. 3 kali seminggu ia mendaki bukit terjal itu, tanpa merasa lelah, padahal saya tahu betul ia tak pernah berolahraga, apalagi mendaki. Nucleus caudatus, nucleus accumbens dan VTA-lah yang membuat ia begitu. Cinta telah membuat tumbuhnya perasaan tak kenal lelah dan siap berkorban. Aktivasi pada daerah otak ini pula yang membuat sepasang kakek nenek menikah lagi pada usia 60-an tahun setelah lebih dari 30 tahun tak bertemu. Ketika muda mereka berpacaran dengan hebatnya sampai si lelaki harus ke luar daerah untuk bekerja. Dan pada usia senja –ketika masing-masing sudah memiliki anak dan selusin cucu– mereka memadu lagi cinta yang putus.
Cinta romantis –jika memiliki objek yang lebih dari sekadar kekasih– juga dapat membawa Anda pada suatu pencerahan jiwa, yang disebut sebagai self Transendensi. Transendensi diri dicirikan oleh 3 hal; 1) self forgetfullness (Anda mengalami perasaan ‘kehilangan’ atau ‘kelupaan’ diri. Otak belakang Anda yang berfungsi mendeteksi lingkungan tidak berfungsi optimal), 2) transpersonal identification (suatu perasaan ‘menyatu’ dengan dunia. Anda kehilangan diri Anda secara subjektif. Yang ada hanyalah dunia yang satu di mana Anda lebur di dalamnya. Para mistikus menyebut keadaan ini awal dari suatu keadaan fana dan 3) mysticism (suatu keadaan penyatuan yang paling tinggi, suatu union mystica dalam istilah kristiani, atau nirvana dalam istilah Hindu). Dan tahukah Anda bahwa transendensi diri dan cinta romantis diatur oleh bagian otak yang sama dan menggunakan transmiter saraf yang sama? Cinta romantis pada pasangan Anda dapat membawa Anda pada suatu keadaan spiritual yang mantap. Tidak usah heran, dalam satu sisi, cinta romantis sedikit mirip dengan keadaan obsesif-kompulsif, sebuah gangguan jiwa. Jika Anda tak bisa mengontrol cinta romantis Anda, maka sesungguhnya Anda sedang menderita sakit jiwa.
Cinta yang menyatukan (the attachment).
Jika 2 fase di atas dimainkan oleh zat kimia dopamin, epinefrin, serotonin dan endorfin, maka fase ketiga dimainkan terutama oleh oksitoksin dan vasopresi. Zat ini yang dilepas ketika munculnya keterikatan, seperti ketika si bayi menyusui tetek ibunya. Diproduksi oleh hipotalamus dan gonad pada kedua jenis kelamin dan memberikan rasa tenang, damai dan sentosa. Karena itu, kedua zat ini sering disebut ‘hormon-hormon kepuasan’ atau ‘hormon pengasuhan’. Oksitoksin menyebabkan perasaan menyatu dan terikat pada perempuan, sedangkan vasopresin untuk lelaki. Tahukah Anda, hormon ini dilepas ketika sepasang kekasih saling berdekapan? Ketika Anda mendekap pasangan Anda dengan perasaan hangat dan sayang, maka oksitoksin memberikan kenikmatan melebihi kenikmatan birahi yang diberikan oleh dopamin dan endorfin. (Saya menyarankan 2 hal berikut, jika Anda mengalami problem seksual berkaitan dengan orgasme dan birahi: dekaplah pasangan Anda. Akan ada kenikmatan jangka panjang melebihi kenikmatan birahi; Pijat dan eluslah dengan lembut pasangan Anda. Pijatan dengan lembut dapat merangsang pelepasan oksioksin). Sebuah studi menemukan bahwa pada tikus padang rumput dengan tingkat oksitoksin yang sangat tinggi perkawinan hanya terjadi sekali seumur hidup! Ketika para ilmuwan menghambat produksi oksitoksin, maka tikus padang ini tidak lagi monogami. Ia menjadi liar dan berkelana bebas.
Perempuan-perempuan –dalam film Ayat-ayat cinta– mencintai Fachri dengan bentuk cinta romantis dan attachment sekaligus. Cinta merebut hidup mereka dan membawa siksa batin yang sulit diobati.#