Oleh Suyono K Datundugon*
APA bedanya Pemimpi (Pemilik impian) dengan Pemimpi (Pemilik mimpi)? Bukankah penulisan kedua frase tersebut sama? Jawabannya, iya. Namun, dalam hal makna, jelas bahwa kedua frase tersebut sangat jauh berbeda. Tulisan ini bukan sekadar guyonan atau mungkin sensasi bagi pembaca. Tulisan ini juga bukan bermaksud untuk membuat terminologi baru. Tulisan ini dibuat untuk merangkai kalimat yang memiliki benang merah dengan pemimpin dalam kaitannya dengan pemilihan walikota (Pilwako) Kota Kotamobagu. Pemimpi adalah salah satu prasyarat untuk menjadi pemimpin. Dan pemimpin harus berangkat dari seorang pemimpi. Itulah benang merahnya.
Di dalam setiap komunitas, selalu ada yang namanya pemimpin. Baik secara alami maupun rekayasa. Entah itu komunitas legal maupun illegal. Lihatlah komunitas semut, lebah, monyet dan sebagainya. Pemimpinnya secara alamiah adalah yang ukuran anatomi tubuhnya lebih besar atau di atas rata-rata. Tanpa melalui proses Pilkada/Pilwako/Pilsung dan sebagainya, otomatis jadilah ia pemimpin. Bagi komunitas ini (semut, lebah dan sebagainya) yang memiliki anatomi yang besar, memang secara alamiah dilahirkan untuk jadi pemimpin. Lihat pula para gank, mafia, penyelundup kayu, pasti ada pemimpinnya (minimal mem-back-up). Demikian pula dalam keluarga, desa, negara. Bedanya, di kalangan monyet misalnya, sebagai makhluk yang berperadaban rendah, tidak ada proses pemilihan oleh sesama mereka. Tapi bagi manusia yang beradab dan berperadaban (minimal yang punya moral), ada proses yang kemudian diatur dengan undang-undang yang bernama pemilihan. Entah itu Pilkades, Pilkada, Pilwako dan sebagainya. Melalui proses ini, ada yang berhasil menjadi pemimpin karena pintar, atau karena kaya, atau karena punya kharisma atau karena hal-hal lainnya. Tidak lupa pula, ada yang jadi pemimpin karena garis tangan (nasib) kata peramal, maupun karena campur tangan (intervensi siapa?) Yang jelas, apapun motivasi seseorang untuk jadi pemimpin, minimal ada satu prasyarat yang mutlak harus dimiliki terlebih dahulu oleh calon pemimpin. Ada itu? Dia harus berangkat dari seorang pemimpi terlebih dahulu.
Pemimpi? Orang yang kerjanya hanya tidur melulu untuk mencari bunga tidur? Tentunya bukan pemimpi yang dimaksud di sini bukan pemimpi biasa. Pemimpi yang dimaksud adalah orang yang memiliki impian, cita-cita yang jelas. Ia seorang visioner. Pemimpi jenis lain adalah hanya memiliki mimpi alias tukang tidur doang alias dreamer.
Ternyata banyak pemimpin besar di dunia yang berangkat dan berasal dari hanya sebagai seorang pemimpi. Kita sering kehabisan stok pemimpin besar, karena hanya sedikit yang berani memiliki impian yang besar, cita-cita besar. Untuk menjadi pemimpi saja tidak berani, apalagi untuk menjadi pemimpin.
Mari kita tengok sepintas sejarah bangsa Jepang, yang pada 6 Agustus 1945 pasukan sekutu di bawah komando Amerika menjatuhkan bom atom yang dalam hitungan menit, berhasil membumihanguskan Kota Hiroshima. Selang beberapa hari kemudian, pasukan sekutu kembali berhasil meluluhlantakkan Kota Nagasaki. Jepang benar-benar menjadi kota mati. Benar-benar bertekuk lutut. Padahal, saat itu Jepang hampir berada di gerbang penguasaan Asia Timur Raya. Spontan dan tanpa syarat, Jepang harus menyerah kepada sekutu.
Namun, di belakang layar di sebuah ruangan yang tidak terjamah oleh insan pers, beberapa jam setelah Kota Nagasaki dibombardir, Sang Kaisar Jepang melontarkan pertanyaan kepada para pembantunya. Sebuah kalimat pertanyaan yang hampir tidak terekam oleh catatan sejarah. Pertanyaan Sang Kaisar adalah: “Para menteriku! Berapa banyak paramedis dan guru yang masih hidup?” Ada apa dengan paramedis (tenaga kesehatan) dan guru (tenaga pengajar/pendidik)? Mengapa tidak menanyakan berapa banyak konglomerat atau politisi yang masih hidup?
Ternyata dari pertanyaan sederhana inilah yang kemudian menjadikan bangsa Jepang sebagai salah satu macan Asia bahkan dunia, tidak lebih dari 50 tahun kemudian, Sang Kaisar yang ternyata memiliki impian ke depan, visi yang jelas dan tepat menempatkan paramedis dan guru sebagai kunci utama kebangkitan Jepang yang telah porak poranda.
Mungkin para pemimpin kita malu meniru/mencontoh bangsa Jepang yang menjadikan bidang kesehatan dan pendidikan sebagai pondasi yang kokoh untuk membangun sebuah peradaban yang gemilang.
Pemimpin besar senantiasa memiliki impian/cita-cita yang besar dan berjiwa besar pula. Orang yang berjiwa besar, selalu memiliki rasa percaya diri yang besar. “Kalau Anda percaya bisa berhasil, Anda akan benar-benar berhasil.” Demikian kata DJ Schwartz dalam bukunya The Magic Of Thinking Big. Dale Carnegie menambahkan: “Orang yang berjiwa besar akan kelihatan dari caranya memperlakukan orang kecil”. Nabi Muhammad SAW memberikan tuntunan dalam mengambil keputusan atau bertindak: “….tanyakanlah kepada hatimu. Jika menurut hatimu itu baik, maka kerjakanlah.”
Pemilihan Walikota (Pilwako) Kotamobagu (Insya Allah) 2008, jauh-jauh hari sudah mulai memunculkan figur (atau hanya sekadar figuran) yang bakal mencari kendaraan untuk lolos sebagai calon tetap walikota (walikota tetap calon?) Siapa pun Anda, majulah untuk bertarung. Asal jangan hanya siap menang saja. Karena yang menang pasti hanya satu, maka yang lain harus siap kalah. Apapun konsekuensinya, harus diterima dengan berjiwa besar. Pilwako Kotamobagu dapat terlaksana tentunya dengan biaya yang besar. Dan itu adalah uang rakyat juga.
Tidak bisa dipungkiri bahwa di ajang Pilwako Kotamobagu nanti, bakal diwarnai dengan praktik politik uang (money politics). Entah itu bernama biaya/ongkos politik, atau ucapan terima kasih pra pencoblosan/serangan fajar dan sebagainya. Ini bukan justifikasi (pembenaran) akan praktik money politics ini, tapi inilah realita masyarakat pemilih kita.
Di satu sisi, untuk menang kita masih suka membodohi masyarakat, tapi di sisi yang lain, masyarakat pun masih suka dibodohi. Tidak ada yang salah dalam hal ini. Yang salah adalah apabila tidak ada perhelatan pemilihan, tiba-tiba ada yang mengaku sebagai pemenang.
Namun, siapa pun yang menang nanti, meskipun dengan segala macam trik dan strategi untuk menang, beranikah sang pemenang bermimpi dan bercia-cita besar untuk menjadikan Kota Kotamobagu sebagai kota yang dapat mencatat sejarah peradaban tersendiri di bagian timur Indonesia ini? Ingat, wacana Provinsi Totabuan bakal menjadikan Kota Kotamobagu sebagai ibukota provinsi.
Buat para kandidat, bermainlah dengan cantik. Jika Anda yakin bisa menang, Anda pasti akan menang. Enjoy aja. And, jika Anda berjiwa besar, pasti Pilwako Kotamobagu 2008 adalah perkara kecil. So, jika Anda kandidat yang berjiwa besar, pastikan diri Anda, bahwa Anda siap menang siap kalah. Masyarakat akan melihat, apakah sang pememang nanti adalah seorang Pemimpi (Pemilik impian) atau Pemimpi (Pemilik mimpi doang).
Kata orang: “Lebih baik jadi orang benar meskipun tidak pintar. Jangan menjadi orang pintar tapi tidak benar.” Hal ini adalah baik namun menurut hemat penulis: “Lebih baik jadi orang pintar dan benar, daripada jadi orang yang tidak pintar lalu tidak benar pula”. Warning! Yang terakhir ini adalah kalangan yang terbanyak di masyarakat kita.
Terakhir. Ingatlah!!! Menjadi orang penting itu baik. Tetapi menjadi orang baik, itu lebih penting. Ok? #
* (Warga Kotamobagu Pro Pilwako Damai)