Oleh Stanley AR Pasulatan SE MSi
(Kepala BKPMD Kota Bitung)
KOTA Bitung merupakan Kota Serba Dimensi yang terdiri dari 8 kecamatan dan 69 kelurahan dengan jumlah penduduk berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Bitung tahun 2006 sebanyak 169.777 jiwa.
Sejak Wali Kota Hanny Sondakh SE MM dan Wakil Wali Kota Robert Lahindo SH MSi dilantik memimpin Kota Bitung pada 20 Februari 2006, Kota Serba Dimensi makin menunjukkan kemajuan di berbagai bidang secara signifikan, salah satunya bidang ekonomi. Ditunjukkan dari nilai nominal PDRB 2006 atas dasar harga berlaku yang sebesar Rp2,598 triliun, dibandingkan 2005 yang sebesar Rp2,346 triliun. Dengan kata lain PRDB Kota Bitung 2006 atas dasar harga berlaku mengalami kenaikan Rp0,252 triliun atau naik 9 persen dibanding 2005. Sedangkan atas dasar harga konstan 2000 (tahun dasar) mencapai Rp1,74 triliun atau naik 5,45 persen dibanding 2005 yang sebesar Rp1,66 triliun.
Adapun PRDB per kapita di Bitung pada 2006 sebesar Rp15.302.870. Jika dibandingkan dengan PDRB per kapita di Bitung 2000 sebesar Rp10.238.508, maka PDRB per kapita di Bitung 2006 mengalami kenaikan Rp5.064.362 atau naik 33 persen. Angka ini menunjukkan besarnya produktivitas penduduk pada 2006. Sedangkan pendapatan perkapita di Bitung 2006 adalah Rp13.105.859, jika dibandingkan dengan 2000 yang sebesar Rp8.041.497, maka pendapatan perkapita di Bitung 2006 naik 38 persen.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Bitung 2006, bahwa pertumbuhan ekonomi Kota Bitung 2006 yang ditunjukkan oleh pertumbuhan PDRB atas dasar harga konstan 2000 mengalami peningkatan 2,91 persen. Pertumbuhan ini melambat dibanding tahun sebelumnya yang sebesar 5,38 persen.
Mengapa melambat? Hal ini sangat dipengaruhi oleh menurunnya produksi sektor perikanan sebagai salah satu penyumbang pertumbuhan ekonomi Kota Bitung. Tentunya hal ini menjadi pekerjaan rumah (PR) bagi berbagai pihak yang berkompeten guna mencari solusi untuk menggenjot produksi sektor perikanan. Adapun pertumbuhan ekonomi Kota Bitung tersebut secara riil didukung oleh tiga sektor yakni sektor primer, sekunder, dan tersier. Sektor primer yaitu sektor pertanian, pertambangan dan galian. Sektor sekunder mencakup sektor industri, listrik, dan air bersih, dan sektor bangunan/kontruksi. Sektor tersier mencakup sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor angkutan dan komunikasi, sektor bank, lembaga keuangan, persewaan dan jasa perusahaan dan sektor jasa. Keberadaan pelabuhan yang berskala besar juga menyumbang perekonomian yang cukup signifikan bagi Kota Bitung.
Untuk lebih meningkatkan pertumbuhan ekonomi Kota Bitung ke depan secara makro ataupun mikro, maka diperlukan upaya konkret dari pengambil kebijakan dengan menciptakan iklim usaha yang sehat bagi investor sehingga investor yang datang ke Bitung tidak hanya sekadar numpang lewat tetapi benar-benar menanamkan usahanya dan menjalankan bisnisnya di kota ini. Iklim usaha yang sehat bagi investor tentu mencakup antara lain pelayanan birokrasi yang profesional, kepastian hukum, dan kenyamanan berusaha.
Berbicara mengenai investasi tentu tak lepas dari adanya Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) serta non PMA/PMDN. Seperti diketahui sejumlah investor asing dan dalam negeri serta investor non PMA/PMDN sering mengeluhkan iklim usaha di sejumlah daerah yang tidak kondusif. Permasalahan utamanya adalah birokrasi yang tak profesional, yakni prosedur perijinan yang kurang jelas, biaya (tarif) perizinan yang tinggi dan kurang jelas, pelayanan tidak tepat waktu dan terlalu lama. Juga karena sistem pelayanan perizinan bagi investor baik PMA/PMDN maupun non PMA/PMDN masih tersebar pada unit-unit kerja teknis sehingga mengurangi minat para pelaku dunia usaha untuk berinvestasi di suatu daerah provinsi dan kabupaten/kota.
Bertitik tolak dari permasalahan tersebut, maka sudah saatnya Pemerintah Kota Bitung mengambil langkah-langkah konkret untuk menjadikan iklim usaha di Kota Serba Dimensi menjadi lebih kondusif lagi. Di antaranya dengan mempercepat Pelaksanaan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PPTSP) sesuai amanat Undang Undang No.25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Permendagri Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, Peraturan Pemerintah No.41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah, dan Peraturan Pemerintah No.38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota.
Percepatan PPTSP tentu saja mempunyai maksud, tujuan, dan sasaran. Maksudnya yakni, (1) meningkatkan pelayanan/perizinan kepada masyarakat secara langsung (one line, tanpa perantara), cepat (simultan, terukur waktunya) dan jelas (jelas biayanya, jelas ditolak atau diterima); (2) Peningkatan kemudahan bagi calon investor dalam melakukan studi kelayakan usaha di Kota Bitung; (3) Penyelenggaraan izin yang proses pengolahannya mulai dari tahap permohonan sampai dengan terbitnya dokumen perizinan dilakukan dalam satu tempat. Tujuannya yakni, meningkatkan kualitas pelayanan publik dan memberikan akses yang lebih luas kepada masyarakat untuk memperoleh pelayanan publik dan meningkatkan investasi pembangunan oleh dunia usaha dan masyarakat. Sasarannya yakni, terwujudnya pelayanan publik yang cepat, murah, mudah, transparan, pasti dan terjangkau serta meningkatnya hak-hak masyarakat terhadap pelayanan publik.
Dalam pelaksanaan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP), sistem pelayanan perizinannya yaitu: (a) Sederhana: Tatacara pelayanan secara mudah, lancar, cepat, tepat, tidak berbelit-belit, mudah dipakai dan mudah dilaksanakan. (b) Jelas dan Pasti: Adanya kejelasan dan kepastian mengenai prosedur pelayanan (persyaratan, biaya dan jadwal waktu penyelesaian). (c) Keterbukaan/transparan meliputi: Prosedur/tatacara, kesatuan kerja, pejabat yang bertanggung-jawab, waktu penyelesaian dan rincian biaya, wajib diinformasi secara terbuka agar mudah dipahami dan diketahui oleh masyarakat dan investor.
Selanjutnya mekanisme pelayanan perizinan adalah: (a) Pemohon datang ke loket pelayanan untuk mengambil blangko permohonan, (b) Setelah blangko diisi dilampiri persyaratan yang dibutuhkan, (c) Diadakan pemeriksaan berkas, (d) Pemeriksaan lapangan dibuat BAP (Berita Acara Pemeriksaan), (e) Evaluasi (diterima/ditolak), (f) Proses, (g) Penetapan Surat Ketetapan Retribusi Daerah (SKRD), (h) Pembayaran sesuai ketentuan yang berlaku, (i) Penyerahan surat izin.
Dalam implementasinya, Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan Bidang Penanaman Modal bagaikan dua sisi mata uang yang tak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Hal itu sesuai amanat Undang Undang No.25 Tahun 2007 (UU No.25/2007) tentang Penanaman Modal, Permendagri Nomor 24 Tahun 2006 (Permendagri No.24/2006) tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, Peraturan Pemerintah No.41 Tahun 2007 (PP No.41/2007) tentang Organisasi Perangkat Daerah, dan Peraturan Pemerintah No.38 Tahun 2007 (PP No.38/2007) tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota.
Terbitnya sejumlah aturan perundang-undangan tersebut telah menciptakan kepastian hukum bagi para penanam modal atau investor sehingga mendatangkan kenyamanan bagi investor dalam berusaha. Adapun sejumlah pasal yang mengatur tentang Pelaksanaan Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan kaitannya dengan Bidang Penanaman Modal adalah sebagai berikut:
1. Berdasarkan PP No.41/2007 Pasal 47 ayat 1 menyebutkan:
Untuk meningkatkan dan keterpaduan pelayanan masyarakat di bidang perizinan yang bersifat lintas sektor, Gubernur/Bupati/Walikota dapat membentuk unit pelayanan terpadu.
2. Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006 (Permendagri No. 24/2007) Mengamanatkan semua bentuk pelayanan perizinan di daerah dengan sistem satu pintu.
Jelasnya pada Pasal 1 ayat 6 yang berbunyi :
Perangkat Daerah penyelenggara Pelayanan Tepadu Satu Pintu, selanjutnya disingkat PPTSP adalah Perangkat Pemerintah Daerah yang memiliki tugas pokok dan fungsi mengelolah semua bentuk pelayanan perizinan dan non perizinan di daerah dengan sistem satu pintu.
Pasal 1 ayat 11 menyebutkan:
Penyelenggaraan Pelayanan Tepadu satu Pintu adalah kegiatan penyelenggaraan perizinan dan non perizinan yang proses pengolahannya mulai dari tahap permohonan sampai terbitnya dokumen dilakukan dalam satu tempat.
3. Sedangkan UU No. 25/2007 Bab XI Pasal 25 ayat 4,5 menyebutkan:
(4). Perusahaan Penanaman Modal yang akan melakukan kegiatan usaha wajib memperoleh izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dari instansi yang memiliki kewenangan, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang.
(5). Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diperoleh melalui pelayanan satu pintu.
Pada UU No. 25/2007 Pasal 26 ayat 1,2 menyebutkan:
(1). Pelayanan Terpadu Satu Pintu bertujuan membantu Penanam Modal dalam memperoleh kemudahan pelayanan, faslitas fiskal dan informasi mengenai Penanaman Modal.
(2). Pelayanan Terpadu Satu Pintu dilakukan oleh lembaga atau instansi yang berwenang di Bidang Penanaman Modal yang mendapat pendelegasian atau pelimpahan wewenang dari lembaga atau instansi yang memiliki kewenangan perizinan dan non perizinan di tingkat pusat atau lembaga atau instansi yang berwenang mengeluarkan perizinan dan non perizinan di provinsi atau kabupaten/Kota.
4. Selanjutnya pada UU No. 25/2007, Bab XXI, Pasal 28 ayat 1 point j menyebutkan:
Dalam rangka koordinasi pelaksanaan kebijakan dan pelayanan penanaman modal, Badan Koordinasi Penanaman Modal mempunyai tugas dan fungsi mengoordinasi dan melaksanakan Pelayanan terpadu Satu Pintu.
5. Kemudian ditegaskan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota
Pada Pasal 7 ayat 2.i yaitu Penanaman Modal adalah salah satu urusan pemerintah yang wajib diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
6. Adapun penjelasan PP No. 38/2007 bahwa di Kabupaten/Kota yang melaksanakan Pelayanan Terpadu Satu Pintu berdasarkan Pendelegasian atau Pelimpahan wewenang dari lembaga atau instansi yang memiliki kewenangan perizinan dan non perizinan yang menjadi kewenangan Kabupaten/Kota adalah Bidang Penanaman Modal.
Mencermati amanat aturan perundang-undangan tersebut di atas, tak pelak Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah (BKPMD) Kota Bitung yang merupakan instansi yang berwenang di Bidang Penanaman Modal di Kota Serba Dimensi siap melaksanakan Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Walikota Bitung dan Wakil Walikota, Bapak Hanny Sondakh SE MM dan Bapak Robert K Lahindo SH MSi dua tahun memimpin Kota Bitung, sejauh ini telah menciptakan iklim usaha yang kondusif di Kota Bitung. Buktinya, 2007 terjadi peningkatan jumlah perusahaan PMA dan PMDN serta realisasi investasinya.
Pada 2007 jumlah PMA sebanyak 31 perusahaan dibanding 2003 yakni 25 perusahaan atau naik 25,15 persen. Sedangkan realisasi investasi PMA pada 2007 sebesar 87.892.000 dollar Amerika Serikat atau naik 54 persen dibanding 2003 yang realisasi investasinya sebanyak 40.149.000 dollar Amerika Serikat. Sedangkan jumlah tenaga kerja Indonesia yang berhasil diserap PMA pada 2007 meningkat 11 persen atau sebanyak 3086 orang dibanding 2003 sebanyak 2735. Sedangkan tenaga kerja asing di perusahaan PMA pada 2007 berkurang menjadi 74 orang atau 14 persen dibanding 2003 sebanyak 84 orang atau berkurang 10 orang, peran tenaga kerja asing mulai digantikan tenaga kerja Indonesia. Adapun jumlah PMDN 2007 sebanyak 18 perusahaan atau naik 17 persen dibanding 2003 sebanyak 15 perusahaan. Dengan realisasi investasi PMDN 2007 sebesar Rp.490,780 triliun atau naik 69 persen dibanding 2003 yang sebanyak Rp.153,762 triliun. Jumlah tenaga kerja Indonesia pada perusahaan PMDN 2007 berjumlah 2736 orang atau naik 16 persen dibanding 2003 yang berjumlah 2294 orang. Sedangkan jumlah tenaga kerja asing selang 2003-2007 tetap berjumlah 5 orang.
Melihat perkembangan PMA/PMDN yang makin menggembirakan tersebut, diharapkan ke depan dengan dilaksanakannya Pelayanan Terpadu Satu Pintu oleh instansi yang berwenang di Bidang Penanaman Modal, dapat membuat iklim usaha menjadi lebih kondusif sehingga visi pemerintahan Kota Bitung yakni: Terwujudnya Bitung Kota Industri, Maritim dan Bahari, yang memiliki SDM handal, mandiri dan SADAR (Sejahtera, Aman, Demokratis, dan Religius) dapat tercapai.
Dengan begitu diharapkan ke depan Kota Bitung menjadi kota investasi yang paling menarik di Sulawesi Utara bahkan di Kawasan Timur Indonesia bagi para investor. Apalagi objek usaha bagi investor yang hendak menanamkan modalnya di kota serba dimensi ini bervariatif, antara lain sektor industri perikanan (pengalengan, pengasapan, dan penangkapan), sektor pariwisata (wisata alam dan wisata bahari), transportasi darat dan laut, telekomunikasi, perbankan, perdagangan, hotel, dan restoran serta jasa.
Ke depan Kota Bitung tentunya sangat mengharapkan objek usaha yang bervariatif tersebut dapat disinergikan dengan realisasi IHP dan FTZ oleh pemerintah pusat. Otomatis kondisi tersebut dapat menjadi daya tarik bagi investor guna menanamkan modalnya sehingga membuka lapangan kerja, mengurangi angka pengangguran dan kriminalitas, meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan pendapatkan masyarakat, menekan angka kemiskinan yang akhirnya meningkatkan kualitas kesehatan, pendidikan dan taraf hidup masyarakat. Dengan demikian cita-cita kita bersama untuk meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat di Kota Bitung, Sulawesi Utara bahkan Indonesia pada umumnya dapat tercapai.#