26 Februari 2008

UNSRAT : MEMILIH JALAN BARU

OLEH : BONNY F. SOMPIE) *

Tanggal 28 Agustus 1963 Martin Luther King (alm) Pemenang Nobel (1964) dan pejuang hak-hak sipil USA di Washington berucap : ”I have a dream”; a dream of the time when the evils of prejudice and segregation will vanish.”
Mimpi (lebih cocok “VISI”) ini terwujud beberapa tahun kemudian di mana persamaan hak disahkan oleh Konggres USA. Dari berita yang dapat kita simak di berbagai media cetak dan elektronika akhir-akhir ini Calon Presiden USA 2008, Barrack Obama , kulit berwarna , turunan campuran, penganut Baptis seperti Martin Luther King merupakan calon kuat untuk Presiden USA dari Partai Demokrat. Padahal tradisi untuk menjadi presiden USA; biasanya kulit putih, keturunan Irlandia dan penganut Presbyterian. Nampak jelas ada perubahan yang sedang terjadi di negara adidaya Amerika Serikat.
Akhir tahun 1975, penulis sebagai mahasiswa affiliasi Unsrat menyelesaikan studi pada Departemen Jurusan Sipil ITB. Waktu itu Sekretaris Universitas Prof. Timboeleng (alm) dan Ir. W.A. Kamagi (alm), Dekan Fak. Teknik meminta penulis menjadi staf pengajar dan diajak bersama membangun Fakultas padahal Alumni ITB jarang yang memilih karier pengabdian menjadi PNS karena tawaran swasta begitu menggiurkan.
Tahun 1976, penulis memulai karier sebagai Dosen di Fakultas Teknik yang serba berkekurangan dalam segala aspek pendidikan a.l : dosen sangat sedikit , fasilitas akademis (ruang kuliah/praktikum, peralatan praktikum), pendanaan serba kurang dari pemerintah pusat dan daerah.
Fakultas Teknik tetap bekerja sama dengan ITB untuk penyelesaian studi mahasiswa S1 dan angkatan terakhir mahasiswa afiliasi pada tahun 1984. Kemudian dilanjutkan dengan pengiriman lulusan S1 untuk mengambil S2 yang dipersiapkan menjadi staf penggajar.
Penulis bermimpi kapan Fakultas Teknik (waktu itu hanya satu Jurusan Teknik Sipil) menjadi seperti Jurusan Sipil ITB. Dan kapan secara institusi Unsrat sekelas ITB. Kerja keras, semangat dan jalan yang “benar“ yang ditempuh pimpinan Fakultas dari waktu ke waktu mimpi penulis terwujud 30 tahun kemudian. Pada tahun 2006, Jurusan Teknik Sipil terakreditasi dengan grade A “Sama seperti Jurusan Teknik Sipil ITB” kini ada 4 Jurusan di Fakultas Teknik, 3 Jurusan lainnya yaitu Arsitektur, Mesin dan Elektro terakreditasi dengan grade B”. Hanya Jurusan yang terakreditasi A dan B yang berhak membuka program S2 dan pada Program Sarjana Unsrat ada Jurusan Teknik Sipil dan Arsitektur.
Bagaimana jurusan-jurusan lainnya pada Fakultas di lingkungan Unsrat? Sepengetahuan penulis baru di tiga Fakultas terfavorit: kedokteran, Teknik dan Ekonomi terbanyak Jurusan terakreditasi grade A. Banyak Jurusan di Unsrat mulai tidak diminati peminat (konsumen) dan bahkan tidak ada ”penghuni” lagi. Kebijakan Dirjen Dikti mulai mengevaluasi jurusan-jurusan yang tak perlu lagi atau digabungkan untuk dapat menjaring peminat.
Jurusan/program studi adalah ujung tombak setiap Universitas/Institute. Investasi Universitas (UNSRAT) haruslah dialokasikan di Program Studi/Jurusan. Baik investasi Sumberdaya Manusia (Dosen) maupun peralatan praktikum, perpustakaan dan fasilitas akademis lainnya seharusnya diprogramkan sesuai kebutuhan dari program studi/jurusan.
Perekrutmen dosen misalnya harus ditentukan oleh program studi/jurusan karena di sinilah yang paling tahu tentang kebutuhan akan kualifikasi serta jumlah yang diperlukan, bukan pejabat-pejabat di tingkat universitas. Tugas utama universitas (Rektorat) adalah bagaimana pengembangan akademis diarahkan termasuk pengembangan Jurusan/Program Studi, dan pengaturan/penataan administrasi/umum yang ”standar” sehingga fungsi pelayanan kepada publik ada kepastian dan pada gilirannya masyarakat ada kepercayaan (trust) pada institusi.
Kajian Majalah Globe Asia, terbitan awal Februari 2008 memperlihatkan 20 Universitas Negeri dan Swasta terbaik di Indonesia. Rangking pertama UI (skor 366), rangking kedua Universitas Pelita Harapan (skor 356). Rangking ke-20 Universitas Petra Surabaya (skor 151). Dari Indonesia Timur hanya UNHAS (skor 259) yang masuk rangking (9) .
Penentuan skor dihitung dari penilaian dari tiga kriteria :
1) Akademic Greatness
2) Holistic Education and Campus Dynamism
3) Impact to Society.
Penulis coba-coba menghitung posisi Unsrat dan Kriteria di atas dan didapat skor diantara 90-100. Apakah mimpi Unsrat masuk 10 terbaik di Indonesia akan terwujud ini yang perlu di kaji Unsrat sendiri. Mewujudkan mimpi (Visi) perlu ada kemampuan awal dari institusi dengan tidak berandai-andai, melainkan perlu menempuh jalan pengembangan institusi yang benar.
Penulis ingat tahun 1976 terjadi penggantian Rektor dari Prof.Dr. Kandow (alm) pada Prof. W.J. Waworuntu, mantan Ketua Jurusan Planologi dan Ketua Pusat Pengembangan Teknologi ITB ditunjuk oleh Dirjen Dikti waktu itu Prof. Doddy Tisnaamijaya, mantan Rektor ITB.
Beliau memulai konsep pengembangan Universitas yang membingungkan petinggi dan dosen Unsrat dengan model pengembangan ITB yang di kenal salah satu dari ”The Big Four University”. Beliau mulai meletak dasar bagaimana membangun Universitas dengan filosofi, skenario-skenario berdasarkan kemampuan kekinian dan keakanan (future), visi, misi dan action plan dengan bertumpu pada pembangunan sumberdaya manusia. Warga dan masyarakat waktu itu lebih menginginkan pembangunan pada orientasi fisik/bangunan. Beliau berpendapat kita bisa bangun bangunan-bangunan yang megah tapi kalau tidak ada sumberdaya manusia dalam menata dan mengelola akan mubasir. Lihat contoh Kampus Unsrat Sea, Pandu dan Likupang hampir sirna. Beliau menemukan dan mengangkat filosofi ”Si Tou Timou Tumou Tou” sehingga Unsrat dikenal dengan credo tersebut.
Pengganti beliau berturut-turut Prof. Tangkudung (alm), Prof. Paruntu dan Prof. Sondakh dan saat ini Unsrat siap-siap kedatangan pemimpin baru.
Penulis masih ingat era Prof. Tangkudung mulai ditata administrasi Institusi yang baik. Beliau merekrut 2 dosen Unsrat menjadi kepala Biro dan mulai meletak dasar pengembangan akademis yang dirintis Prof Waworuntu. Di era beliau nuansa politis sangat kental, dan mulai meninggalkan nilai-nilai teknis. Salah satu contoh pengangkatan Pimpro bukan seseorang yang mempunyai kemampuan teknis tetapi non teknis. Dosen dari Fisip jadi Pimpro dan dilanjutkan di era Prof. Paruntu berturut-turut dari Pertanian, Hukum dan Peternakan, bukan dari Teknik yang lebih profesional dan mempunyai kompetensi mengelola proyek fisik. Di sini penulis melihat Unsrat mulai memilih jalan yang salah ”yang di jaman Waworuntu” mulai diatur ”the right man on the right place”.
Era Prof. Paruntu meneruskan program Prof. Tangkudung dengan merevisi Renstra dikenal Restra Unsrat 2010. Era Prof.Sondakh meneruskan program Prof. Paruntu dengan merevisi lagi restra dan menetapkan visi dan misi baru tapi terobsesi dan mulai melirik Unsrat menjadi BHMN/BHP, meskipun UU untuk itu belum disahkan DPR RI.
Resistensi atas gagasan ini mengalir seperti bola salju termasuk dari Pemda dan DPRD Provinsi mempertanyakan kelayakan Unsrat.
Pertanyaan muncul ”Apakah jalan yang ditempuh Unsrat dengan tiga Rektor terakhir sudah benar atau ada sesuatu yang hilang (missing link)”.
Inilah kesempatan yang baik bagi warga Civitas Unsrat dan pemangku kepentingan (Pemda, Pemerhati Pendidikan, Masyarakat) untuk mulai bercermin diri dan menilai, mengadakan refleksi untuk menentukan jalan pengembangan Unsrat lebih baik.
Penulis ingin meminjam ide dari Dr. Rizal Ramli waktu penulis mengikuti seminar Alumni ITB 10 November 2007, Jalan Baru Kebangkitan Indonesia. Nampaknya Unsrat perlu memilih ”Jalan Baru” dengan berani meninggalkan jalan-jalan yang salah/keliru yang pernah ditempuh dan dijalani.
Otto von Bismarch, peletak dasar Kekaisaran Jerman, mengatakan orang pandai dan bijak mau belajar dari pengalaman orang lain, sedangkan orang pandai tapi dungu mengira bahwa ia hanya bisa belajar dari pengalamannya sendiri. Perubahan perlu suatu proses, seperti tulisan di Westminster Abbey Inggris, 1100 M, ”The Willingness to Change” jangan bermimpi merubah dunia kalau belum dimulai dari diri sendiri.
Kebangkitan Unsrat perlu mengambil ”Jalan Baru” dengan landasan filosofi dari nama yang disandang Unsrat SAM RATULANGI yakni: SI TOU TUMOU TUMOU TOU.
Kalau GAMA (Universitas Gajah Mada) tetap mempertahankan diri sebagai Kampus ”Rakyat” meskipun telah BHMN, kenapa Unsrat tidak kembali menjadi Kampus Si Tou Timou Tumou Tou. Bukan rahasia lagi, publik telah mengetahui: ada anak orang tidak mampu, meskipun berkualitas jangan bermimpi bisa masuk fakultas favorit di Unsrat yang biayanya (”pungutannya”) tinggi. Inikah implementasi Credo Si Tou Timou Tumou Tou?. Mari kita merenungkan dan mengheningkan cipta bahwa ”Si Tou Timou Tumou Tou” telah mati di Unsrat. Amin.
Kepada Rektor Baru yang akan nantinya memimpin Unsrat, di mana publik mengharapkan sebagai penyelamat (”Mesias” ) dengan menempuh ”Jalan Baru” penulis ingin titipkan kata-kata bijak Raja Salomo :
”Tetapi jalan orang benar itu seperti cahaya fajar, yang kian bertambah terang sampai rembang tengah hari. Jalan orang fasik itu seperti kegelapan, mereka tidak tahu apa yang menyebabkan mereka tersandung”.
Selamat Menempuh Jalan Baru buat Unsrat. Semoga.