29 Februari 2008

Aksi Anarkis Mahasiswa Pasca Pemilihan Rektor Unsrat

(Suatu Tinjauan Kriminologi)

Oleh Drs Samuel Madianung MSi
(Pakar Kriminologi Polri; Alumni Pasca Sarjana/S2 Kriminologi UI 2003; Mantan Anggota Densus 88/Anti Teror Mabes Polri; Mantan Dosen Selapa Polri; Kanit 3 Sat Ops I Dit Reskrim Polda Sulut)

AKSI anarkis mahasiswa yang terjadi pada Rabu 27 Februari 2008 di Kampus Unsrat Manado sangat disesalkan dan disayangkan, karena mahasiswa adalah kaum intelektual yang memiliki nilai moral dan kesantunan yang tinggi, apalagi yang terlibat di dalamnya dimulai dari aksi unjuk rasa mahasiswa Fakultas Hukum yang nantinya akan menjadi ahli-ahli hukum, tapi sebelum menjadi Sarjana Hukum sudah melakukan tindakan-tindakan yang melanggar hukum. Yang sangat merugikan nama baik Unsrat.
Tapi sepenuhnya kita tidak bisa menyalahkan mahasiswa tersebut. Karena kita harus melihat apa sebab mereka melakukan tindakan tersebut, yaitu hukum sebab akibat, aksi reaksi, ada sebab sampai ada akibat, ada aksi sampai ada reaksi.
Kekerasan menunjuk pada semua tingkah laku yang bertentangan dengan Undang-Undang baik berupa ancaman saja maupun sudah merupakan suatu tindakan nyata yang mengakibatkan kerusakan terhadap harta benda, fisik ataupun kematian pada seseorang.
Kekerasan selain dilakukan secara individual dapat juga dilakukan secara kolektif. Kekerasan secara kolektif dapat dibedakan atas 3 (tiga) kategori yaitu kekerasan kolektif primitif, kekerasan kolektif reaksioner, dan kekerasan kolektif modern (Tilly 1966). Kekerasan kolektif primitif pada umumnya bersifat non politis, ruang lingkupnya terbatas pada suatu komunitas lokal, misalnya pengeroyokan dan penganiayaan. Sementara yang dimaksud dengan kekerasan kolektif reaksioner, umumnya merupakan reaksi terhadap penguasa. Pelaku dan pendukungnya tidak semata-mata berasal dari suatu komunitas lokal melainkan siapa saja yang merasa kepentingan dengan tujuan kolektif yang menentang suatu kebijakan atau sistem yang dianggap tidak adil dan jujur. Sedangkan kekerasan kolektif modern merupakan alat untuk mencapai tujuan ekonomis dan politis dari suatu organisasi yang tersusun dan terorganisir dengan baik, misalnya kekerasan dalam pemogokan buruh, terorisme dan lain-lain.
Timbul pertanyaan mengapa massa menjadi begitu beringas dan tak terkendali? Secara teoritis, khususnya dalam jenis kekerasan kolektif primitif sangat sedikit ditemukan, bahwa tingkah laku itu direncanakan dan direkayasa sebelumnya. Kebanyakan kerusuhan merupakan ledakan spontan dari kelompok yang kecewa, memberikan reaksi terhadap peristiwa dan isu yang muncul.
Menurut Horton dan Hunt (1994) kerusuhan mencakup pameran kekuatan, penyerangan terhadap kelompok yang tidak disenangi, perampasan dan pengrusakan harta benda terutama milik kelompok yang dibenci. Setiap kekerasan kolektif memberikan dukungan kerumunan dan kebebasan dari tanggung jawab moral, dengan demikian orang dapat menyalurkan dorongan hati. Secara psikologis orang yang berada dalam kerumunan merasa bahwa tidak ada orang lain yang memperhatikan dan mengenalnya. Dan dalam kerumunan orang banyak, mereka menjadi gampang meniru perbuatan orang lain. Kondisi seperti inilah yang mengakibatkan anggota kerumunan lepas kendali, sehingga memungkinkan seseorang melakukan tindakan agresif dan destruktif. Dari sinilah lahir tingkah laku manusia yang kejam dan sadistik. Tetapi proses penurunan intelektual dan moral, serta hilangnya rasionalitas dari pada individu yang ada dalam kerumunan tadi.
Peristiwa yang terjadi Rabu, 27 Februari 2008, dimulai dengan unjuk rasa yang dilakukan oleh mahasiswa Fakultas Hukum Unsrat, kemudian terjadi saling serang dengan mahasiswa Fakultas Teknik yang mengakibatkan korban manusia maupun harta benda merupakan puncak akumulasi kekecewaan mahasiswa Fakultas Hukum, karena tidak dilantiknya Rektor Unsrat terpilih Prof Dr Donald Rumokoy SH yang juga adalah Dekan Fakultas Hukum, ditambah lagi adanya perintah dari Menteri Pendidikan Nasional untuk melakukan pemilihan ulang rektor Unsrat. Padahal kalau ditarik ulur ke belakang sebenarnya kesalahannya terletak pada Plh Rektor Unsrat dan panitia pemilihan Rektor Unsrat. Saya tidak perlu jelaskan di sini, tapi saya sangat yakin dan percaya Plh Rektor Unsrat Prof Dr Lucky Sondakh sangat tahu kesalahan apa yang ia lakukan, dan untuk tujuan apa kesalahan tersebut dilakukannya, namun yang pasti peristiwa memalukan tersebut telah terjadi, dan nama almamater Unsrat yang kita banggakan telah tercemar.
Dalam teori kriminalogi yaitu Differential Association Teory oleh Edwin Sutherland dijelaskan bahwa kejahatan terjadi karena proses pembelajaran apakah melalui pergaulan di lingkungannya ataupun melalui media elektronik seperti TV, dan media cetak (surat kabar).
Masyarakat Sulut umumnya, dan masyarakat Manado khususnya adalah masyarakat yang religius dan anti kekerasan, namun seringnya nonton TV melihat aksi-aksi unjuk rasa yang anarkis di Indonesia, sehingga secara tidak langsung mempengaruhi pola pikir maupun kepribadian mereka, hal inilah yang menyebabkan peristiwa hari Rabu terjadi.
Untuk itu sangat diharapkan peristiwa tersebut tidak terulang lagi, marilah kita salurkan aspirasi secara baik dan benar, serta bijaksana, gunakan akal sehat sehingga gelar masyarakat kampus sebagai masyarakat intelektual yang bermoral dan santun tidak tercoreng.#