(Refleksi Hari Ulang Tahun NU ke - 82)
Oleh Drs Hi Iskandar Lexy Arie Gobel
(Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Sulawesi Utara)
PADA tanggal 31 Januari nanti, organisasi kemasyarakatan Islam terbesar di dunia Nahdlatul Ulama akan genap berusia 82 tahun, sejak pendiriannya pada tahun 1926. Sejak kehadirannya, NU telah memberikan warna tersendiri bagi kebangsaan Indonesia dan sejarah Negara ini. NU memiliki peran dan kontribusi dalam setiap episode penting yang dialami bangsa ini, mulai dari masa perjuangan memperebutkan kemerdekaan, mempertahankan kemerdekaan, masa reformasi dan sampai saat ini. Karena itu, tidak salah kalau penulis mengatakan bahwa memahami NU adalah juga memahami Indonesia.
Kelahiran organisasi Nahdlatul Ulama sebagai organisasi kemasyarakatan modern pada tahun 1926 yang diprakarsai oleh KH. Hasyim Asy’ari dan KH Abdul Wahab Hasbullah adalah merupakan suatu jawaban atas tuntutan pergerakan kebangsaan dan perjuangan merebut kemerdekaan. Kelompok ulama yang tadinya hanya berkelompok secara tradisional, merasakan kebutuhan bahwa perjuangan hanya bisa dilakukan dengan organisasi modern yang kuat dalam melawan kolonialisme.
Tapi yang membuat NU menjadi berbeda adalah kumpulan ulama dan pengikutnya yang telah bersama-sama mempraktikan ajaran Islam sejak masuknya agama terbesar di tanah air itu, telah lahir dan menyatu. Basis umat sudah terbentuk jauh sebelum organisasi formalnya. Jadi bolehlah dikatakan bahwa tahun 1926, adalah sebuah tonggak transformasi dari tradisionalis ke modernisasi gerakan ulama dan umat dalam melakukan perlawanan terhadap penjajah secara spiritual.
Telah dicatat dalam tinta emas, bahwa Islam adalah salah satu kekuatan terbesar yang berada di garda depan perjuangan bangsa bersama-sama dengan kelompok nasionalis. Dan kalau berbicara kekuatan Islam dalam pergerakan, maka tidak tidak bisa disangkal bahwa kontribusi NU adalah yang terbesar, baik dalam perjuangan fisik maupun dalam upaya mempertahankan nilai-nilai ajaran Islam di tanah air sebagai ‘senjata’ moral.
Ini mudah untuk dipahami karena NU sebagai jami’iyah diniyah, sebagai organisasi keagamaan, adalah wadah bagi para ulama dan pengikut-pengikutnya yang didirikan dengan tujuan untuk memelihara, melestarikan, mengembangkan dan mengamalkan ajaran Islam. (M. Said Budairy, 77 tahun Kekuatan Amar Makruf Nahi Munkar, www.nu-uk.org).
Semangat ini pulalah sebetulnya yang harus selalu di tanamkan dalam setiap diri warga nahdliyin, bahwa setiap langkah dan kebijakan yang diambil harus didasarkan pada semangat membela kebajikan dan melawan yang batil, untuk kemaslahatan umat. Hal itu pula berlaku dalam aspek politik, pemerintahan, budaya, sosial, hukum dan aspek-aspek lain dimana warga nahdliyin berkiprah. NU adalah kekuatan moral, dan selalu akan menjadi kekuatan moral untuk kepentingan bersama. Tidak hanya untuk kepentingan NU sendiri tetapi untuk seluruah umat dan bangsa, karena dari semangat itulah NU dilahirkan.
Peran NU dalam Episode Sejarah Bangsa
Sebagai organisasi ulama dan umat yang modern, NU selalu menjadi bagian penting dalam sejarah bangsa Indonesia. Dalam masa revolusi fisik kemerdekaan, NU diwakili oleh barisan Hisbullah yang dipimpin oleh H. Zainul Arifin, barisan Sabilillah yang dipimpin oleh KH Masykur, dan barisan Mujahidin yang dipimpin langsung oleh KH Wahab Hasbullah. Tiga kekuatan ini bersama-sama dengan elemen perjuangan bangsa lainnya, turut serta maju ke garis depan untuk menghadapi kekuatan Belanda yang mencoba berkuasa kembali. Dan klimaksnya adalah ketika Rais Akbar Syuriah PBNU KH Hasyim Asy’ari mengumandangkan resolusi pada tanggal 22 Oktober 1945, untuk berjihad melawan sekutu yang disusupi tentara NICA. (Ali Mas’ud, Apirasi Politik, Nahdlatul Ulama; Jurnal IAIN Sunan Ampel, Edisi XV, 1999).
Meskipun tidak banyak tercatat dalam buku-buku sejarah, resolusi jihad yang dikeluarkan oleh KH Hasyim Asy’ari inilah sebetulnya merupakan salah satu kekuatan dasar semangat juang para syuhada dalam peristiwa 10 November 1945 yang terkenal itu, yang kemudian diperingati sebagai hari pahlawan.
Episode penting lainnya yang dengan baik diperankan oleh NU adalah ketika aktif dalam menumpas komunisme dalam semua aspek pada masa orde lama. NU tercatat sebagai kelompok (yang pada waktu itu sebagai parpol) pertama yang mengusulkan kepada presiden Soekarno untuk membubarkan PKI. Harian Duta Masyarakat milik NU juga kemudian menjadi tempat perlawanan jurnalistik terhadap isu komunisme setelah Prof.Dr Hamka dihantam PKI. (Ali Mas’ud, 1999).
Selain peran tersebut, Ali Mas’ud (1999) menyebutkan bahwa peran NU (sebagai organisasi politik maupun melalui menteri agama yang berasal dari NU) selama orde lama antara lain:
1. Kontribusi NU dalam menyelenggarakan pemilu yang jurdil tahun 1955
2. Menggagas berdirinya Mesjid Istiqlal sebagai simbol kebesaran umat Islam di Asia Tenggara
3. Menggagas berdirinya IAIN, sebagai lembaga pendidikan tinggi pengkajian pemikiran Islam di tanah air.
4. Pelaksanaan MTQ
Dalam masa orde baru, NU yang telah kembali ke khittah 1926 sebagai organisasi kemasyarakatan, muncul sebagai gerakan penyeimbang (balancing of power). KH Abdurrahman Wahid yang memegang jabatan sebagai ketua PBNU membawa NU menjadi satu dari sangat sedikit kekuatan yang secara politik NU bertahan sebagai kontrol masyarakat yang memiliki kekuatan politik yang besar.
Greg Barton seorang ahli politik Islam dari Deakin University Australia, mengatakan bahwa peran political balancing yang dilakukan oleh NU dibawah kepemimpinan KH Abdurrahman Wahid, memberikan kontribusi yang besar bagi perkembangan kedaulatan umat Islam di Indonesia. Bersama-sama dengan Dr. Nurcholis Madjid pada tahun 1977, NU ikut berkontribusi dalam filosofi ‘ban becak’ yang artinya bahwa roda pemerintahan hanya akan berjalan dengan baik kalau semua ban becak terisi penuh, yang menunjukkan simbol keseimbangan antara kelompok Islam dan nasionalis.
Tidak bisa juga dilupakan, bagaimana NU dengan semangat dan jiwa besar mengakui Pancasila sebagai asas tunggal dan negara kesatuan RI sebagai bentuk final negara bangsa Indonesia. Sebuah catatan yang patut kita cermati, bahwa bagi NU persatuan dan kesatuan bangsa adalah segala-galanya karena itu mengakui Pancasila sebagai asas tunggal dan NKRI adalah bagian dari upaya mempertahankan persatuan dan kesatuan.
Dalam gerakan reformasi 1998, NU senantiasa berada di barisan depan perjuangan reformasi. Masa reformasi sebetulnya adalah merupakan masa dimana kredibilitas dan perjuangan panjang NU semakin mendapat tempat. Salah satu kader terbaiknya KH Abdurrahman Wahid menjadi Presiden Indonesia ke-4, yang mampu memberi angin kebebasan dan persamaan hak termasuk dengan kelompok minoritas. Pluralisme yang telah lama menjadi kekuatan NU, semakin populer dan menjadi cita-cita nasional.
NU Dalam Isu Nasionalisme
Pada waktu NU menerima Pancasila sebagai asas negara dan bentuk NKRI sebagai perjuangan final umat Islam Indonesia, sempat memunculkan kontroversi. Banyak yang menilai pada waktu itu, karena dilakukan pada masa orde baru, adalah merupakan suatu ‘kompromi’ politik. Tapi jika kita melihat secara lebih dalam, gagasan negara bangsa telah lama dikenal oleh NU. Bukti paling kongkrit adalah ketika NU terlibat dalam perjuangan mendirikan negara bangsa Indonesia melalui revolusi fisik, dan upaya mempertahankan NKRI dari berbagai ancaman disintegrasi.
NU adalah komunitas Islam terbesar di Indonesia (bahkan juga di Dunia) dengan pengikut lebih dari 40 Juta, tidak bisa dihindari adalah merupakan keanekaragamanan tersendiri. Memang benar bahwa NU memiliki basis yang kuat di Jawa, dan sebagai organisasi lahir di Surabaya, Jawa Timur. Tapi NU memiliki semua elemen dari berbagai daerah, dan suku. Ulama-ulama yang ada di Kalimantan, Sumatera, Sulawesi dan Nusa Tenggara, telah bersama-sama sepakat dalam satu kesatuan paham organisasi yang bernama NU. Uniknya perbedaan latar belakang budaya, bahkan tatacara ibadah, terus dilestarikan sampai saat ini.
Kita mengenal NU Banten, NU Jawa Timur, NU Madura, NU Kalimantan, NU Sulawesi, NU Lombok dan banyak lagi. Semuanya memiliki cara yang berbeda, budaya dan bahkan bahasa yang tidak sama. Tapi proses dialog dan komunikasi tetap bisa dijalankan tanpa banyak hambatan. Dari sinilah pluralitas NU telah lahir dengan sendirinya. Sehingga ketika konsep negara bangsa NKRI diperkenalkan NU tidak asing lagi, karena NU adalah bentuk miniatur Indonesia yang sudah berdiri jauh sebelum negara bangsa NKRI lahir.
Konsep ke-Indonesia-an sudah ada dalam tubuh NU sendiri karena itu jangan heran kenapa penerimaan Pancasila dan NKRI justru tidak diributkan oleh kalangan NU sendiri, karena konsep ke-Indonesia-an sudah inheren dalam tubuh NU, karena itu untuk apa berdebat terhadap sesuatu yang sudah dimiliki oleh NU. (Rahardi Wiratama, Mengapa NU Tidak Pernah Mengalami Ketegangan Dengan Konstruk Ke Indonesiaan?; NU Online; www.nu.or.id).
Seperti yang dikutip Ali Mas’ud dalam “Aspirasi Politik NU - Telaah terhadap Perilaku NU Pasca Kemerdekaan,” penerimaan NU atas Pancasila sebagai asas tunggal dapat dilihat pada penjelasan KH. Achmad Shiddiq yang menurutnya penerimaan tersebut sama sekali bukan merupakan taktik politik tetapi justru berdasarkan prinsip-prinsip pendirian NU sendiri. Dalam kertas kerja KH Achmad Shiddiq yang berjudul "Pemulihan Khittah NU 1926" beliau menegaskan bahwa (Ali Mas’ud, 1999):
“Pancasila dan Islam dapat berjalan berdampingan dan saling menunjang satu sama lain. Keduanya tidak bertentangan dan tidak akan dipertentangkan. Tidak perlu memilih yang satu dengan mengesampingkan yang lain. NU menerima Pancasila sebagaimana hasil rancangan konstituante tahun 1945 dan tidak menghendaki perselisihan dalam menginterpretasikan Pancasila serta menolak pandangan yang mempersamakannya dengan agama. Islam merupakan tindakan agama, sedangkan Pancasila adalah pandangan hidupnya. Pemerintah selalu menekankan, tidak ada maksud untuk menjadikan Pancasila sebagai agama atau memperlakukan Pancasila seolah-olah agama. NU menanggapi pernyataan pemerintah itu dengan serius dan yakin pemerintah tidak mengajak NU menerima Pancasila dengan cara mereduksi keyakinan Islam. NU menerima Pancasila bukan dalam pengertian politik, tapi lebih karena pemahaman hukum Islam.”
Contoh lain kontribusi yang tegas dari NU terhadap nasionalisme dan kebangsaan dapat dilihat pada waktu menjelang deklarasi kemerdekaan, politik aliran sangat kental berlaku, sehingga menentukan presiden bukan pekerjaan yang mudah. Tapi para ulama NU pada waktu itu yang dimotori oleh KH Hasyim Asy’ari, sepakat mendukung Soekarno yang nasionalis dan lebih dikenal sebagai warga muhammadiyah untuk menjadi presiden RI pertama. Dukungan bulat bagi Soekarno menunjukkan sikap kenegarawan para pemimpin NU untuk kepentingan nasional. Karena itu jangan pernah bertanya tentang nasionalisme bagi warga NU. Sejarah telah menunjukkan betapa NU mau mengalah untuk kepentingan nasional.
NU Dalam Isu Toleransi
Sebagai organisasi Islam dan kemasyarakatan terbesar di Indonesia, NU ikut menentukan hitam putihnya kehidupan beragama di Indonesia. Dalam perspektif masyarakat Indonesia, agama tidak bisa dilepaskan sebagai sebuah fenomena sosial dan bahkan budaya. Karena itu agama berpotensi menjadi pemersatu atau sangat mungkin menjadi pemecah, jika sikap toleran lemah dan muncul fanatisme yang berlebihan.
Beruntunglah, NU dalam mempraktekkan Islam selalu berlandaskan pada konsep dasar bahwa Islam adalah Rahmatan Lil ’Alamin atau rahmat bagi seisi alam. Karena itu ruang bagi kelompok Islam yang lain atau bahkan kelompok non muslim sangat lebar dalam tubuh NU sendiri. Fakta menunjukkan bahwa NU malah kerap kali di cap sebagai pembela kelompok lain.
Rahadi Wiratama (2003) menulis bahwa faktor ke-Indonesia-an telah membuat NU sulit untuk menganggap kalangan non-muslim Indonesia sebagai ‘pihak lain.’ Bahkan oleh mereka yang tidak memahami NU secara socio-kultural sering memandang NU dengan terkejut (karena sikap yang sangat toleran) dan bahkan di kritik sebagai pembela ‘kafir’. Tentu bagi mereka yang memahami NU, tidak akan pernah punya sikap demikian, karena prinsip pluralitas sudah ada dalam diri NU sendiri.
Kesadaran NU terhadap pluralisme dan solidaritas kehidupan beragama, sebetulnya bukan sesuatu yang baru, atau karena menyesuaikan diri dalam kondisi perubahan politik, atau karena akhir-akhir ini Indonesia mengalami banyak kemelut dan konflik antar umat beragama. Sejak awal berdirinya NU, ada empat tradisi bermasyarakat yang sudah dijalankan dalam hidup berdampingan dengan kelompok Islam lain atau kelompok non-Islam, keempat tradisi tersebut adalah: sikap tawazun (keseimbangan), tasamuh (toleran), tawasut (moderat), dan I’tidal (adil). (M Yusni Amru Ghazaly, Solidaritas NU, www.nu-uk.org).
Keempat tradisi diatas membuat warga NU melihat hubungan antar agama sebagai sesuatu yang penting dan menjadi bagian dari semangat keseimbangan, toleransi dan keadilan.
Toleransi juga merupakan bagian dari kebudayaan, dan bagi NU kebudayaan adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sejarah NU. KH. Mustofa Bisri, seorang ulama NU yang juga budayawan, mengatakan bahwa kehadiran NU adalah merupakan wujud sumbangan warga NU buat kebudayaan nasional. Dalam semangat pengembangan kebudayaan, NU sangat memperhatikan lokalitas isu dan tidak pernah memandang atau mengembangkan isu promordialisme. Jadi bagi NU toleransi dan penghargaan atas kelompok adalah juga merupakan budaya yang harus dipelihara.
NU dan Pemikiran Islam Modern
Banyak yang memandang NU adalah kelompok tradisional, sarungan atau berbagai sebutan yang artinya bahwa NU tidak adaptif terhadap dinamika perubahan. Anggapan seperti itu sekali lagi lahir dari mereka yang tidak memahami NU. Memang betul bahwa kepatuhan warga NU terhadap pemimpin nya sangat tinggi, terkesan bahwa pola patron-klien berlaku. Tapi jika cermat melihat perkembangan saat ini, NU sebetulnya (terutama generasi mudanya) berada di garda depan dalam pemikiran Islam modern dan berbagai aspek modernisasi lainnya.
Pada waktu penulis mencari referensi makalah ini, sebagian besar diambil melalui teknologi Intenet. Semua gagasan-gagasan dan pemikiran mengenai NU bisa dengan dengan mudah diakses melalui teknologi seperti Internet. Sayap-sayap muda NU turut berada di garis depan dalam menggagas pemikiran politik bangsa. Politisi, cendekiawan, birokrat, pengusaha yang tumbuh subur lahir dari tradisi NU yang plural dan modern.
Dalam pemikiran Islam, perdebatan mengenai konsepsi syari’ah dan muamalah bukan lagi merupakan sesuatu yang tabu yang didiskusikan secara internal. Beberapa hal seperti gagasan pemikiran Islam liberal digagas oleh anak-anak muda NU seperti Ulil Absar Abdalla. Memang gagasan tersebut kemudian melahirkan kontroversi, tapi hal ini menunjukkan bahwa pengembaraan pemikiran modern, dan dinamika modernitas pola berpikir, hidup subur dalam lingkungan NU. Dan ini tidak hanya diakui didalam negeri, para pakar politik Islam Indonesia seperti Greg Barton (Deakin University), Jeffrey Winters (Northwestern University), William Liddle (Ohio University), dan Harold Crouch (Australian National University) mengakui sikap modernitas NU, yang bahkan dalam beberapa aspek lebih maju dibandingkan dengan organisasi Islam lainnya didunia.
Ribuan makalah, paper, buku ataupun berbagai karya ilmiah dengan mudah bisa kita temukan yang merupakan karya orsinil warga NU, yang diterbitkan dari berbagai bahasa. NU kini memiliki cabang khusus diberbagai negara seperti di Inggris, sudan dan berbagai negara lainnya. Jadi salah kalau melihat bahwa NU adalah kelompok tradisional, meskipun sampai saat ini basis anggota NU memang berasal dari pedesaan atau rural area.
Satu hal yang menarik, mantan Dubes Inggris untuk Indonesia Richard Gozney, sangat terkesan atas kemampuan para kiai muda NU yang mengikuti program kunjungan ke Inggris. Ini menunjukkan bahwa wilayah internasional bukanlah sesuatu yang asing bagi warga NU. Dubes Gozney mengakui bahwa kunjukan kiai muda NU yang sangat sukses mampu mempererat hubungan Inggris-Indonesia, karena itu program seperti ini akan didukung untuk terus dilakukan.
NU Dalam Proses Demokratisasi
Memang NU tidak bisa dilepaskan dari politik, karena misi NU yang juga untuk memperjuangkan demoktratisasi, tapi otokritik yang muncul dalam NU sendiri telah terang-terangan mengharapkan bahwa harus ada ketegasan antara wilayah politik dan non-politik yang menjadi bidang garapan NU. Dan para elite NU harus mampu mensterilkan NU dari mereka yang punya kecenderungan politik praktis yang besar. (Akhmad Zaini, NU Pasca Netralitas Kiai Sahal, www.nu-uk.org)
Otokritik yang dilakukan secara internal dalam tubuh NU, memang mengharapkan bahwa NU hadir sebagai gerakan moral dalam memperjuangkan demoktratisasi. Karena ketika organisasi sebesar NU kemudian terseret dalam permainan dukung-mendukung satu orang atau kelompok tertentu, maka sejak itu NU akan kehilangan kedudukannya sebagai gerakan moral milik bangsa.
Bahwa NU tetap harus memperjuangkan proses demokratisasi, tidaklah perlu diragukan lagi. Karena itu NU memfasilitasi dan memberikan dukungan bagi warga terbaiknya untuk masuk dalam gelombang politik praktis dengan menggunakan jalur dan wadah yang memang disediakan untuk itu. Banyak warga NU yang tertarik untuk menyalurkan aktivitas politik praktis melalui PKB, Golkar, tidak sedikit mealui PPP, PAN, PKS dan bahkan partai-partai lain. Mereka semua tetap disadari sebagai warga NU, tapi secara kelembagaan NU tetap dipertahankan secara netral. Inilah semangat yang diharapkan oleh para pendiri NU mengenai posisi dan kedudukan NU dalam politik nasional.
Kiprah NU Di Sulawesi Utara
Harus diakui bahwa NU di Sulawesi Utara, baik dari segi jumlah maupun peran tidaklah seperti NU di Jawa. Tapi bukan berarti bahwa kualitas perannya kecil. Dalam hal kebijakan, NU Sulut senantiasa menjadi stabilisator bagi kehidupan antar kelompok dan umat beragama. Sulut yang dikenal sebagai salah satu daerah yang aman, jauh dari konflik horizontal, juga tidak bisa dilepaskan dari para ulama NU dan warga NU di sulut yang toleran dan moderat.
NU Sulut juga menjadi stimulator dalam berbagai upaya memajukan umat Islam Sulut baik melalui peningkatan mutu pendidikan, dakwah, ekonomi, bahkan termasuk dalam memberikan pendidikan politik. Tidak heran banyak politisi tangguh didaerah ini yang lahir dari tradisi NU.
Selain peran dalam kehidupan beragama, seperti yang dijalankan oleh KH Fauzi Nurani yang menjadi ketua MUI Sulut, peran warga NU sulut juga tidak kalah dalam kehidupan sosial, kemasyarakatan dan pemerintahan. Tokoh-tokoh seperti Prof.Dr. H.T Usup yang sekarang berkiprah di KPU Sulut adalah contoh satu dari sekian banyaknya warga NU yang memberikan kontribusi bagi pembangunan daerah.
Dalam bidang pemerintahan, NU memiliki banyak kadernya yang ada. Tercatat mulai dari Dr. Hi. H.A Nusi (yang pernah menjadi wakil gubernur), Drs. Hi. A.K Badjeber (mantan sekretaris dewan), Drs Zainuddin Ahmad (mantan Kakanwil Agama), Prof. Hi. John Wumu, Holil Domu (Kakanwil Agama saat ini), Benny Ramdhani (Anggota Dewan Provinsi Sulut saat ini). Penulis sendiri sebagai mantan Asisten bidang pemerintahan di Pemprov Sulut. Salah satu ciri yang nampak dalam setiap warga NU yang berkiprah adalah senantiasa mengutamakan moral, kebersamaan dan menjunjung tinggi nilai toleransi.
NU Sulut juga selalu berada di garis depan dalam mendukung kebijakan pemerintah daerah yang positif, dalam berbagai aspek, terutama dalam bidang kehidupan kerukunan umat beragama dan kemasyarakatan serta berbagai program-program pemerintah termasuk pelaksanaan World Ocean Conference (WOC) yang akan dilaksanakan pada tahun 2009.#
30 Januari 2008
29 Januari 2008
VCO dan Produk Turunannya
Oleh Dr Sanusi Gugule MS1
Dr Feti Fatimah MSi2
(1. Dosen Jurusan Kimia FMIPA Unima, 2. Dosen Jurusan Kimia FMIPA Unsrat)
SEBELUM kita membicarakan tentang VCO dan produk turunannya, marilah kita menengok sejenak alasan kenapa kita harus mempercayai keamanan dan manfaat VCO. Virgin Coconut Oil (VCO) yang diterjemahkan menjadi minyak kelapa perawan atau minyak kelapa murni, hingga saat ini masih menjadi pusat perhatian masyarakat kita bahkan dunia.
Sebagaimana diketahui bahwa terlalu banyak propaganda yang membohongi kita tentang efek buruk dari minyak kelapa. Namun fakta menunjukkan bahwa minyak kelapa sangat aman dikonsumsi bahkan mempunyai peran yang besar bagi kesehatan. Kebenaran inilah yang sekarang sedang hangat diperbincangkan kembali bahkan oleh para ilmuan barat yang tidak menghasilkan kelapa sama sekali dan selama ini dikenal anti minyak kelapa
Bagi kita yang wilayahnya merupakan penghasil kelapa cukup besar di nusantara, wajib tahu ada apa sebenarnya dibalik propaganda buruk tentang minyak kelapa. Fife (2005), mengatakan bahwa terdapat propaganda ilmiah maupun politis yang disponsori oleh American Soybean Association dan Centre for Science in The Public Interest untuk melakukan kampanye kebohongan-kebohongan yang bertujuan mengganti minyak tropis (minyak kelapa dan sawit) dengan minyak kedelai yang merupakan minyak tak jenuh ganda yang dipasok oleh petani Amerika. Kampanye tersebut telah mencela semua minyak jenuh dan mengganggapnya sebagai racun. Kata-kata lemak jenuh hampir selalu disinonimkan dengan penyakit jantung.
Sangat sedikit orang yang tahu perbedaan lemak jenuh rantai sedang dalam minyak kelapa dengan lemak jenuh rantai panjang dalam daging maupun sumber lain. Hampir sebagian besar lemak dalam makanan, jika tidak segera digunakan sebagai sumber energi, akan disimpan sebagai jaringan lemak dalam tubuh. Minyak kelapa, karena sebagian besar merupakan trigliserida berantai pendek dan sedang, akan memiliki efek yang sama sekali berbeda dengan trigliserida rantai panjang baik jenuh maupun tak jenuh yang ditemukan pada buah maupun daging. Trigliserida rantai sedang dalam minyak kelapa dipecah dan digunakan terutama dalam produksi energi sehingga jarang berakhir sebagai lemak tubuh. Minyak tersebut akan menghasilkan energi bukan lemak, sehingga tidak memiliki efek negatif pada kolesterol darah dan bahkan jantung.
Alasan yang mendasari bahwa minyak jenuh lebih unggul dibandingkan dengan minyak tak jenuh adalah trigliserida jenuh tidak memiliki ikatan ganda. Hal tersebut menjadikan asam lemak jenuh tidak rentan terhadap oksidasi dan pembentukan radikal bebas. Di samping itu, asam lemak jenuh lebih stabil dalam berbagai kondisi, sehingga minyak ini tidak rentan terhadap paparaan panas, cahaya, dan oksigen. Sebaliknya, minyak tak jenuh ganda mudah teroksidasi akibat paparan oksigen, panas, atau cahaya. Hal ini akan menimbulkan pembentukan radikal bebas dan ketengikan. Radikal bebas akan menurunkan kandungan antioksidan dalam tubuh dan menimbulkan reaksi kimia yang dapat merusak jaringan dan sel.
Pada pengolahan minyak nabati oleh industri, selama proses ekstraksi, penyulingan dan penghilangan bau, minyak nabati dipanaskan sampai suhu tinggi selama periode waktu yang cukup lama sehingga memungkinkan terjadi reaksi hidrogenasi. Dampak negatif dari reaksi hidrogenasi adalah terciptanya asam lemak trans yang tidak dapat dimetabolisis oleh tubuh. Adanya asam lemak trans inilah yang sekarang menjadi hantu bagi kita.
Banyak peneliti menyakini bahwa asam lemak trans memiliki efek yang lebih besar bagi berkembangnya penyakit kardiovaskular dibandingkan lemak makanan yang lain. Penelitian ini juga membuktikan bahwa asam lemak trans dapat turut menyebabkan aterosklerosis dan penyakit jantung. Hasil penelitian Enig (2000), menyatakan bahwa bila monyet diberi makan margarin yang mengandung lemak trans, sel darah merahya tidak dapat mengikat insulin, yang menunjukkan adanya hubungan dengan penyakit diabetes.
Berdasarkan hal tersebut, maka semua jenis minyak, terutama minyak yang kandungan trigliserida tak jenuhnya lebih tinggi dan telah diproses dengan pemanasan, dapat mengandung asam lemak trans. Minyak kelapa adalah minyak yang ketidakjenuhannya sangat kecil sekitar 10% (Gugule dan Fatimah, 2007), sehingga kemungkinan terhidrogenasi juga lebih kecil.
Dalam pembuatan minyak kelapa, teknik yang digunakan pada umumnya adalah pressing/pengepresan kopra seperti yang dilakukan oleh industri minyak kelapa atau dengan cara pemanasan santan seperti yang dilakukan industri rumah tangga. Hal tersebut memungkinkan adanya kontak dengan bahan kimia selama pemrosesannya atau dapat mengalami degradasi karena pengaruh suhu pemanasan. Berbeda dengan pembuatan minyak, pada pembuatan VCO tidak diperbolehkan adanya proses pemanasan maupun kontak atau penambahan bahan lain. Jadi VCO adalah minyak kelapa yang benar-benar aman karena tidak mengandung asam lemak trans dan benar-benar murni karena tidak adanya kontak dan penambahan dengan bahan kimia lain.
Sedikit yang perlu dibahas tentang peran kesehatan dari VCO adalah kandungan asam lemak yang menyusun trigliserida. VCO dan minyak kelapa pada umumnya mengandung sekitar 50% asam laurat. Asam laurat dikelompokkan kedalam asam lemak jenuh berantai sedang atau dikenal dengan sebutan MCFA (Medium Chain Fatty Acid). MCFA dapat mempercepat metabolisis bahkan lebih dari protein. Oleh karena itu konsumsi MCFA dapat menurunkan berat badan. MCFA mudah diserap dan cepat dibakar sehingga meningkatkan aktivitas metabolik bahkan dapat membantu membakar LCFA. Dilaporkan pula bahwa lemak ini dapat menurukan kolesterol LDL (jahat) dan meningkatkan kolesterol HDL (baik). Dihubungkan dengan resiko penyakit jantung, konsumsi minyak ini juga tidak akan meningkatkan resiko kardiovaskular yang dipicu oleh terhambatnya aliran darah karena adanya peningkatan adhesivitas trombosit atau adanya plak pada dinding arteri (atherosklerosis). Pada VCO juga terdapat komponen-komponen fenolik yang memiliki aktivitas sebagai pencegah penyakit degeneratif.
Dengan demikian, VCO saat ini merupakan satu satunya minyak pangan yang aman, mudah diekstrak dan relatif murah serta merupakan bahan pangan fungsional (bahan pangan yang dapat berperan dalam meningkatkan kesehatan bukan karena nilai gizinya), serta dapat dijadikan obat karena telah terbukti dapat mengobati penyakit. Olehkarena sifatnya yang menakjubkan serta keberadaan kelapa yang melimpah di Sulawesi Utara, maka sudah semestinya kita untuk kembali kepada minyak kelapa atau VCO baik digunakan sebagai bahan pangan, suplemen, kosmetik maupun obat.
Sebagai bahan pangan, minyak kelapa dapat digunakan sebagai minyak goreng yang berfungsi untuk memasak. Sebagai suplemen maupun obat, VCO dapat dikonsumsi baik dalam bentuk soft capsule maupun dalam bentuk bulk (bentuk minyak). Saat ini penulis bekerjasama dengan BALITKA sedang melakukan penelitian tentang pembuatan VCO emulsion yakni VCO dalam sediaan emulsi bercita rasa buah yang bertujuan untuk dapat meningkatkan cita rasa sehingga diharapkan lebih disukai konsumen terutama anak-anak pada masa pertumbuhan. Hasil penelitian penulis (dana hibah dari Dirjen Dikti) tentang kajian aktivitas dan organoleptik VCO rempah menunjukkan bahwa VCO rempah mempunyai aktivtas antimikroba dan citarasa yang lebih baik dari VCO non rempah.
Sebagai kosmetik, VCO dapat dipakai secara langsung sebagai handbody yang berfungsi mencegah kekeringan dan kulit pecah-pecah, dipakai pada kulit kepala guna menghilangkan ketombe, serta dapat dioles pada wajah dan kulit untuk mencegah penuaan dini dan menghilangkan spot yang diakibatkan oleh paparan sinar UV dan radikal bebas. Disamping itu, VCO juga dapat digunakan sebagai bahan dasar sabun dan samphoo karena sabun VCO menghasilkan busa yang cukup baik.
Produk yang dihasilkan dari VCO baik berupa produk pangan maupun non pangan disebut juga dengan produk turunan VCO. Produk pangan dan non pangan yang dibuat dari bahan dasar VCO haruslah tidak merusak fungsionalitasnya sehingga masih mempunyai peran dalam hal peningkatan kesehatan.
Teknologi pembuatan berbagai produk turunan VCO belum banyak diteliti apalagi dipatenkan. Saat ini penulis sedang melakukan penelitian tentang pembuatan produk pangan fungsional turunan VCO berbasis emulsi seperti margarin, mayones, salad dressing. Syarat suatu minyak untuk dapat digunakan sebagai bahan dasar margarin diantaranya adalah mempunyai bilangan iod rendah, warna minyak jernih dan mempunyai flavor yang baik. Syarat tersebut dimiliki oleh VCO bahkan bila dibandingkan dengan minyak jagung atau kedelai, VCO mempunyai bilangan iod yang lebih rendah. Dengan demikian akan dapat meminimalkan kadar asam lemak trans yang dapat mengganggu kesehatan, flavor lebih baik dan lebih jernih, sehingga tidak memerlukan proses deodorisasi dan bleaching
Salad dressing merupakan saus yang dicampurkan pada salad yang mempunyai komposisi: emulsifier, kuning telur, stabilizer, bumbu, air, cuka dan minyak ~30%. Mayones merupakan sistem emulsi oil-in-water dengan kandungan minyak 50-85%, kuning telur 5-10%, cuka, garam, serta bumbu penyedap. Dengan demikian salad dressing dan mayones mempunyai komposisi yang hampir sama dan hanya berbeda pada kadar minyak. Baik salad dressing maupun mayones dari bahan dasar minyak jagung sebelumnya telah diteliti oleh penulis.
Sejalan dengan kebijakan Pemerintah Daerah Sulawesi Utara yang menjadikan VCO sebagai Crash Program, maka berbagai kajian dan penelitian harus dilakukan agar VCO benar-benar dapat menjadi komoditi unggulan baik ditingkat Regional, Nasional, maupun Internasional. Terlebih dalam menghadapi WOC yang akan digelar pada tahun 2009, perlu dipersiapkan berbagai komoditi unggulan berbasis bahan dasar lokal seperti VCO baik sebagai produk farmasi, kosmetik maupun pangan fungsional seperti yang sudah dijelaskan di atas.#
Dr Feti Fatimah MSi2
(1. Dosen Jurusan Kimia FMIPA Unima, 2. Dosen Jurusan Kimia FMIPA Unsrat)
SEBELUM kita membicarakan tentang VCO dan produk turunannya, marilah kita menengok sejenak alasan kenapa kita harus mempercayai keamanan dan manfaat VCO. Virgin Coconut Oil (VCO) yang diterjemahkan menjadi minyak kelapa perawan atau minyak kelapa murni, hingga saat ini masih menjadi pusat perhatian masyarakat kita bahkan dunia.
Sebagaimana diketahui bahwa terlalu banyak propaganda yang membohongi kita tentang efek buruk dari minyak kelapa. Namun fakta menunjukkan bahwa minyak kelapa sangat aman dikonsumsi bahkan mempunyai peran yang besar bagi kesehatan. Kebenaran inilah yang sekarang sedang hangat diperbincangkan kembali bahkan oleh para ilmuan barat yang tidak menghasilkan kelapa sama sekali dan selama ini dikenal anti minyak kelapa
Bagi kita yang wilayahnya merupakan penghasil kelapa cukup besar di nusantara, wajib tahu ada apa sebenarnya dibalik propaganda buruk tentang minyak kelapa. Fife (2005), mengatakan bahwa terdapat propaganda ilmiah maupun politis yang disponsori oleh American Soybean Association dan Centre for Science in The Public Interest untuk melakukan kampanye kebohongan-kebohongan yang bertujuan mengganti minyak tropis (minyak kelapa dan sawit) dengan minyak kedelai yang merupakan minyak tak jenuh ganda yang dipasok oleh petani Amerika. Kampanye tersebut telah mencela semua minyak jenuh dan mengganggapnya sebagai racun. Kata-kata lemak jenuh hampir selalu disinonimkan dengan penyakit jantung.
Sangat sedikit orang yang tahu perbedaan lemak jenuh rantai sedang dalam minyak kelapa dengan lemak jenuh rantai panjang dalam daging maupun sumber lain. Hampir sebagian besar lemak dalam makanan, jika tidak segera digunakan sebagai sumber energi, akan disimpan sebagai jaringan lemak dalam tubuh. Minyak kelapa, karena sebagian besar merupakan trigliserida berantai pendek dan sedang, akan memiliki efek yang sama sekali berbeda dengan trigliserida rantai panjang baik jenuh maupun tak jenuh yang ditemukan pada buah maupun daging. Trigliserida rantai sedang dalam minyak kelapa dipecah dan digunakan terutama dalam produksi energi sehingga jarang berakhir sebagai lemak tubuh. Minyak tersebut akan menghasilkan energi bukan lemak, sehingga tidak memiliki efek negatif pada kolesterol darah dan bahkan jantung.
Alasan yang mendasari bahwa minyak jenuh lebih unggul dibandingkan dengan minyak tak jenuh adalah trigliserida jenuh tidak memiliki ikatan ganda. Hal tersebut menjadikan asam lemak jenuh tidak rentan terhadap oksidasi dan pembentukan radikal bebas. Di samping itu, asam lemak jenuh lebih stabil dalam berbagai kondisi, sehingga minyak ini tidak rentan terhadap paparaan panas, cahaya, dan oksigen. Sebaliknya, minyak tak jenuh ganda mudah teroksidasi akibat paparan oksigen, panas, atau cahaya. Hal ini akan menimbulkan pembentukan radikal bebas dan ketengikan. Radikal bebas akan menurunkan kandungan antioksidan dalam tubuh dan menimbulkan reaksi kimia yang dapat merusak jaringan dan sel.
Pada pengolahan minyak nabati oleh industri, selama proses ekstraksi, penyulingan dan penghilangan bau, minyak nabati dipanaskan sampai suhu tinggi selama periode waktu yang cukup lama sehingga memungkinkan terjadi reaksi hidrogenasi. Dampak negatif dari reaksi hidrogenasi adalah terciptanya asam lemak trans yang tidak dapat dimetabolisis oleh tubuh. Adanya asam lemak trans inilah yang sekarang menjadi hantu bagi kita.
Banyak peneliti menyakini bahwa asam lemak trans memiliki efek yang lebih besar bagi berkembangnya penyakit kardiovaskular dibandingkan lemak makanan yang lain. Penelitian ini juga membuktikan bahwa asam lemak trans dapat turut menyebabkan aterosklerosis dan penyakit jantung. Hasil penelitian Enig (2000), menyatakan bahwa bila monyet diberi makan margarin yang mengandung lemak trans, sel darah merahya tidak dapat mengikat insulin, yang menunjukkan adanya hubungan dengan penyakit diabetes.
Berdasarkan hal tersebut, maka semua jenis minyak, terutama minyak yang kandungan trigliserida tak jenuhnya lebih tinggi dan telah diproses dengan pemanasan, dapat mengandung asam lemak trans. Minyak kelapa adalah minyak yang ketidakjenuhannya sangat kecil sekitar 10% (Gugule dan Fatimah, 2007), sehingga kemungkinan terhidrogenasi juga lebih kecil.
Dalam pembuatan minyak kelapa, teknik yang digunakan pada umumnya adalah pressing/pengepresan kopra seperti yang dilakukan oleh industri minyak kelapa atau dengan cara pemanasan santan seperti yang dilakukan industri rumah tangga. Hal tersebut memungkinkan adanya kontak dengan bahan kimia selama pemrosesannya atau dapat mengalami degradasi karena pengaruh suhu pemanasan. Berbeda dengan pembuatan minyak, pada pembuatan VCO tidak diperbolehkan adanya proses pemanasan maupun kontak atau penambahan bahan lain. Jadi VCO adalah minyak kelapa yang benar-benar aman karena tidak mengandung asam lemak trans dan benar-benar murni karena tidak adanya kontak dan penambahan dengan bahan kimia lain.
Sedikit yang perlu dibahas tentang peran kesehatan dari VCO adalah kandungan asam lemak yang menyusun trigliserida. VCO dan minyak kelapa pada umumnya mengandung sekitar 50% asam laurat. Asam laurat dikelompokkan kedalam asam lemak jenuh berantai sedang atau dikenal dengan sebutan MCFA (Medium Chain Fatty Acid). MCFA dapat mempercepat metabolisis bahkan lebih dari protein. Oleh karena itu konsumsi MCFA dapat menurunkan berat badan. MCFA mudah diserap dan cepat dibakar sehingga meningkatkan aktivitas metabolik bahkan dapat membantu membakar LCFA. Dilaporkan pula bahwa lemak ini dapat menurukan kolesterol LDL (jahat) dan meningkatkan kolesterol HDL (baik). Dihubungkan dengan resiko penyakit jantung, konsumsi minyak ini juga tidak akan meningkatkan resiko kardiovaskular yang dipicu oleh terhambatnya aliran darah karena adanya peningkatan adhesivitas trombosit atau adanya plak pada dinding arteri (atherosklerosis). Pada VCO juga terdapat komponen-komponen fenolik yang memiliki aktivitas sebagai pencegah penyakit degeneratif.
Dengan demikian, VCO saat ini merupakan satu satunya minyak pangan yang aman, mudah diekstrak dan relatif murah serta merupakan bahan pangan fungsional (bahan pangan yang dapat berperan dalam meningkatkan kesehatan bukan karena nilai gizinya), serta dapat dijadikan obat karena telah terbukti dapat mengobati penyakit. Olehkarena sifatnya yang menakjubkan serta keberadaan kelapa yang melimpah di Sulawesi Utara, maka sudah semestinya kita untuk kembali kepada minyak kelapa atau VCO baik digunakan sebagai bahan pangan, suplemen, kosmetik maupun obat.
Sebagai bahan pangan, minyak kelapa dapat digunakan sebagai minyak goreng yang berfungsi untuk memasak. Sebagai suplemen maupun obat, VCO dapat dikonsumsi baik dalam bentuk soft capsule maupun dalam bentuk bulk (bentuk minyak). Saat ini penulis bekerjasama dengan BALITKA sedang melakukan penelitian tentang pembuatan VCO emulsion yakni VCO dalam sediaan emulsi bercita rasa buah yang bertujuan untuk dapat meningkatkan cita rasa sehingga diharapkan lebih disukai konsumen terutama anak-anak pada masa pertumbuhan. Hasil penelitian penulis (dana hibah dari Dirjen Dikti) tentang kajian aktivitas dan organoleptik VCO rempah menunjukkan bahwa VCO rempah mempunyai aktivtas antimikroba dan citarasa yang lebih baik dari VCO non rempah.
Sebagai kosmetik, VCO dapat dipakai secara langsung sebagai handbody yang berfungsi mencegah kekeringan dan kulit pecah-pecah, dipakai pada kulit kepala guna menghilangkan ketombe, serta dapat dioles pada wajah dan kulit untuk mencegah penuaan dini dan menghilangkan spot yang diakibatkan oleh paparan sinar UV dan radikal bebas. Disamping itu, VCO juga dapat digunakan sebagai bahan dasar sabun dan samphoo karena sabun VCO menghasilkan busa yang cukup baik.
Produk yang dihasilkan dari VCO baik berupa produk pangan maupun non pangan disebut juga dengan produk turunan VCO. Produk pangan dan non pangan yang dibuat dari bahan dasar VCO haruslah tidak merusak fungsionalitasnya sehingga masih mempunyai peran dalam hal peningkatan kesehatan.
Teknologi pembuatan berbagai produk turunan VCO belum banyak diteliti apalagi dipatenkan. Saat ini penulis sedang melakukan penelitian tentang pembuatan produk pangan fungsional turunan VCO berbasis emulsi seperti margarin, mayones, salad dressing. Syarat suatu minyak untuk dapat digunakan sebagai bahan dasar margarin diantaranya adalah mempunyai bilangan iod rendah, warna minyak jernih dan mempunyai flavor yang baik. Syarat tersebut dimiliki oleh VCO bahkan bila dibandingkan dengan minyak jagung atau kedelai, VCO mempunyai bilangan iod yang lebih rendah. Dengan demikian akan dapat meminimalkan kadar asam lemak trans yang dapat mengganggu kesehatan, flavor lebih baik dan lebih jernih, sehingga tidak memerlukan proses deodorisasi dan bleaching
Salad dressing merupakan saus yang dicampurkan pada salad yang mempunyai komposisi: emulsifier, kuning telur, stabilizer, bumbu, air, cuka dan minyak ~30%. Mayones merupakan sistem emulsi oil-in-water dengan kandungan minyak 50-85%, kuning telur 5-10%, cuka, garam, serta bumbu penyedap. Dengan demikian salad dressing dan mayones mempunyai komposisi yang hampir sama dan hanya berbeda pada kadar minyak. Baik salad dressing maupun mayones dari bahan dasar minyak jagung sebelumnya telah diteliti oleh penulis.
Sejalan dengan kebijakan Pemerintah Daerah Sulawesi Utara yang menjadikan VCO sebagai Crash Program, maka berbagai kajian dan penelitian harus dilakukan agar VCO benar-benar dapat menjadi komoditi unggulan baik ditingkat Regional, Nasional, maupun Internasional. Terlebih dalam menghadapi WOC yang akan digelar pada tahun 2009, perlu dipersiapkan berbagai komoditi unggulan berbasis bahan dasar lokal seperti VCO baik sebagai produk farmasi, kosmetik maupun pangan fungsional seperti yang sudah dijelaskan di atas.#
VCO dan Produk Turunannya
Oleh Dr Sanusi Gugule MS1
Dr Feti Fatimah MSi2
(1. Dosen Jurusan Kimia FMIPA Unima, 2. Dosen Jurusan Kimia FMIPA Unsrat)
SEBELUM kita membicarakan tentang VCO dan produk turunannya, marilah kita menengok sejenak alasan kenapa kita harus mempercayai keamanan dan manfaat VCO. Virgin Coconut Oil (VCO) yang diterjemahkan menjadi minyak kelapa perawan atau minyak kelapa murni, hingga saat ini masih menjadi pusat perhatian masyarakat kita bahkan dunia.
Sebagaimana diketahui bahwa terlalu banyak propaganda yang membohongi kita tentang efek buruk dari minyak kelapa. Namun fakta menunjukkan bahwa minyak kelapa sangat aman dikonsumsi bahkan mempunyai peran yang besar bagi kesehatan. Kebenaran inilah yang sekarang sedang hangat diperbincangkan kembali bahkan oleh para ilmuan barat yang tidak menghasilkan kelapa sama sekali dan selama ini dikenal anti minyak kelapa
Bagi kita yang wilayahnya merupakan penghasil kelapa cukup besar di nusantara, wajib tahu ada apa sebenarnya dibalik propaganda buruk tentang minyak kelapa. Fife (2005), mengatakan bahwa terdapat propaganda ilmiah maupun politis yang disponsori oleh American Soybean Association dan Centre for Science in The Public Interest untuk melakukan kampanye kebohongan-kebohongan yang bertujuan mengganti minyak tropis (minyak kelapa dan sawit) dengan minyak kedelai yang merupakan minyak tak jenuh ganda yang dipasok oleh petani Amerika. Kampanye tersebut telah mencela semua minyak jenuh dan mengganggapnya sebagai racun. Kata-kata lemak jenuh hampir selalu disinonimkan dengan penyakit jantung.
Sangat sedikit orang yang tahu perbedaan lemak jenuh rantai sedang dalam minyak kelapa dengan lemak jenuh rantai panjang dalam daging maupun sumber lain. Hampir sebagian besar lemak dalam makanan, jika tidak segera digunakan sebagai sumber energi, akan disimpan sebagai jaringan lemak dalam tubuh. Minyak kelapa, karena sebagian besar merupakan trigliserida berantai pendek dan sedang, akan memiliki efek yang sama sekali berbeda dengan trigliserida rantai panjang baik jenuh maupun tak jenuh yang ditemukan pada buah maupun daging. Trigliserida rantai sedang dalam minyak kelapa dipecah dan digunakan terutama dalam produksi energi sehingga jarang berakhir sebagai lemak tubuh. Minyak tersebut akan menghasilkan energi bukan lemak, sehingga tidak memiliki efek negatif pada kolesterol darah dan bahkan jantung.
Alasan yang mendasari bahwa minyak jenuh lebih unggul dibandingkan dengan minyak tak jenuh adalah trigliserida jenuh tidak memiliki ikatan ganda. Hal tersebut menjadikan asam lemak jenuh tidak rentan terhadap oksidasi dan pembentukan radikal bebas. Di samping itu, asam lemak jenuh lebih stabil dalam berbagai kondisi, sehingga minyak ini tidak rentan terhadap paparaan panas, cahaya, dan oksigen. Sebaliknya, minyak tak jenuh ganda mudah teroksidasi akibat paparan oksigen, panas, atau cahaya. Hal ini akan menimbulkan pembentukan radikal bebas dan ketengikan. Radikal bebas akan menurunkan kandungan antioksidan dalam tubuh dan menimbulkan reaksi kimia yang dapat merusak jaringan dan sel.
Pada pengolahan minyak nabati oleh industri, selama proses ekstraksi, penyulingan dan penghilangan bau, minyak nabati dipanaskan sampai suhu tinggi selama periode waktu yang cukup lama sehingga memungkinkan terjadi reaksi hidrogenasi. Dampak negatif dari reaksi hidrogenasi adalah terciptanya asam lemak trans yang tidak dapat dimetabolisis oleh tubuh. Adanya asam lemak trans inilah yang sekarang menjadi hantu bagi kita.
Banyak peneliti menyakini bahwa asam lemak trans memiliki efek yang lebih besar bagi berkembangnya penyakit kardiovaskular dibandingkan lemak makanan yang lain. Penelitian ini juga membuktikan bahwa asam lemak trans dapat turut menyebabkan aterosklerosis dan penyakit jantung. Hasil penelitian Enig (2000), menyatakan bahwa bila monyet diberi makan margarin yang mengandung lemak trans, sel darah merahya tidak dapat mengikat insulin, yang menunjukkan adanya hubungan dengan penyakit diabetes.
Berdasarkan hal tersebut, maka semua jenis minyak, terutama minyak yang kandungan trigliserida tak jenuhnya lebih tinggi dan telah diproses dengan pemanasan, dapat mengandung asam lemak trans. Minyak kelapa adalah minyak yang ketidakjenuhannya sangat kecil sekitar 10% (Gugule dan Fatimah, 2007), sehingga kemungkinan terhidrogenasi juga lebih kecil.
Dalam pembuatan minyak kelapa, teknik yang digunakan pada umumnya adalah pressing/pengepresan kopra seperti yang dilakukan oleh industri minyak kelapa atau dengan cara pemanasan santan seperti yang dilakukan industri rumah tangga. Hal tersebut memungkinkan adanya kontak dengan bahan kimia selama pemrosesannya atau dapat mengalami degradasi karena pengaruh suhu pemanasan. Berbeda dengan pembuatan minyak, pada pembuatan VCO tidak diperbolehkan adanya proses pemanasan maupun kontak atau penambahan bahan lain. Jadi VCO adalah minyak kelapa yang benar-benar aman karena tidak mengandung asam lemak trans dan benar-benar murni karena tidak adanya kontak dan penambahan dengan bahan kimia lain.
Sedikit yang perlu dibahas tentang peran kesehatan dari VCO adalah kandungan asam lemak yang menyusun trigliserida. VCO dan minyak kelapa pada umumnya mengandung sekitar 50% asam laurat. Asam laurat dikelompokkan kedalam asam lemak jenuh berantai sedang atau dikenal dengan sebutan MCFA (Medium Chain Fatty Acid). MCFA dapat mempercepat metabolisis bahkan lebih dari protein. Oleh karena itu konsumsi MCFA dapat menurunkan berat badan. MCFA mudah diserap dan cepat dibakar sehingga meningkatkan aktivitas metabolik bahkan dapat membantu membakar LCFA. Dilaporkan pula bahwa lemak ini dapat menurukan kolesterol LDL (jahat) dan meningkatkan kolesterol HDL (baik). Dihubungkan dengan resiko penyakit jantung, konsumsi minyak ini juga tidak akan meningkatkan resiko kardiovaskular yang dipicu oleh terhambatnya aliran darah karena adanya peningkatan adhesivitas trombosit atau adanya plak pada dinding arteri (atherosklerosis). Pada VCO juga terdapat komponen-komponen fenolik yang memiliki aktivitas sebagai pencegah penyakit degeneratif.
Dengan demikian, VCO saat ini merupakan satu satunya minyak pangan yang aman, mudah diekstrak dan relatif murah serta merupakan bahan pangan fungsional (bahan pangan yang dapat berperan dalam meningkatkan kesehatan bukan karena nilai gizinya), serta dapat dijadikan obat karena telah terbukti dapat mengobati penyakit. Olehkarena sifatnya yang menakjubkan serta keberadaan kelapa yang melimpah di Sulawesi Utara, maka sudah semestinya kita untuk kembali kepada minyak kelapa atau VCO baik digunakan sebagai bahan pangan, suplemen, kosmetik maupun obat.
Sebagai bahan pangan, minyak kelapa dapat digunakan sebagai minyak goreng yang berfungsi untuk memasak. Sebagai suplemen maupun obat, VCO dapat dikonsumsi baik dalam bentuk soft capsule maupun dalam bentuk bulk (bentuk minyak). Saat ini penulis bekerjasama dengan BALITKA sedang melakukan penelitian tentang pembuatan VCO emulsion yakni VCO dalam sediaan emulsi bercita rasa buah yang bertujuan untuk dapat meningkatkan cita rasa sehingga diharapkan lebih disukai konsumen terutama anak-anak pada masa pertumbuhan. Hasil penelitian penulis (dana hibah dari Dirjen Dikti) tentang kajian aktivitas dan organoleptik VCO rempah menunjukkan bahwa VCO rempah mempunyai aktivtas antimikroba dan citarasa yang lebih baik dari VCO non rempah.
Sebagai kosmetik, VCO dapat dipakai secara langsung sebagai handbody yang berfungsi mencegah kekeringan dan kulit pecah-pecah, dipakai pada kulit kepala guna menghilangkan ketombe, serta dapat dioles pada wajah dan kulit untuk mencegah penuaan dini dan menghilangkan spot yang diakibatkan oleh paparan sinar UV dan radikal bebas. Disamping itu, VCO juga dapat digunakan sebagai bahan dasar sabun dan samphoo karena sabun VCO menghasilkan busa yang cukup baik.
Produk yang dihasilkan dari VCO baik berupa produk pangan maupun non pangan disebut juga dengan produk turunan VCO. Produk pangan dan non pangan yang dibuat dari bahan dasar VCO haruslah tidak merusak fungsionalitasnya sehingga masih mempunyai peran dalam hal peningkatan kesehatan.
Teknologi pembuatan berbagai produk turunan VCO belum banyak diteliti apalagi dipatenkan. Saat ini penulis sedang melakukan penelitian tentang pembuatan produk pangan fungsional turunan VCO berbasis emulsi seperti margarin, mayones, salad dressing. Syarat suatu minyak untuk dapat digunakan sebagai bahan dasar margarin diantaranya adalah mempunyai bilangan iod rendah, warna minyak jernih dan mempunyai flavor yang baik. Syarat tersebut dimiliki oleh VCO bahkan bila dibandingkan dengan minyak jagung atau kedelai, VCO mempunyai bilangan iod yang lebih rendah. Dengan demikian akan dapat meminimalkan kadar asam lemak trans yang dapat mengganggu kesehatan, flavor lebih baik dan lebih jernih, sehingga tidak memerlukan proses deodorisasi dan bleaching
Salad dressing merupakan saus yang dicampurkan pada salad yang mempunyai komposisi: emulsifier, kuning telur, stabilizer, bumbu, air, cuka dan minyak ~30%. Mayones merupakan sistem emulsi oil-in-water dengan kandungan minyak 50-85%, kuning telur 5-10%, cuka, garam, serta bumbu penyedap. Dengan demikian salad dressing dan mayones mempunyai komposisi yang hampir sama dan hanya berbeda pada kadar minyak. Baik salad dressing maupun mayones dari bahan dasar minyak jagung sebelumnya telah diteliti oleh penulis.
Sejalan dengan kebijakan Pemerintah Daerah Sulawesi Utara yang menjadikan VCO sebagai Crash Program, maka berbagai kajian dan penelitian harus dilakukan agar VCO benar-benar dapat menjadi komoditi unggulan baik ditingkat Regional, Nasional, maupun Internasional. Terlebih dalam menghadapi WOC yang akan digelar pada tahun 2009, perlu dipersiapkan berbagai komoditi unggulan berbasis bahan dasar lokal seperti VCO baik sebagai produk farmasi, kosmetik maupun pangan fungsional seperti yang sudah dijelaskan di atas.#
Dr Feti Fatimah MSi2
(1. Dosen Jurusan Kimia FMIPA Unima, 2. Dosen Jurusan Kimia FMIPA Unsrat)
SEBELUM kita membicarakan tentang VCO dan produk turunannya, marilah kita menengok sejenak alasan kenapa kita harus mempercayai keamanan dan manfaat VCO. Virgin Coconut Oil (VCO) yang diterjemahkan menjadi minyak kelapa perawan atau minyak kelapa murni, hingga saat ini masih menjadi pusat perhatian masyarakat kita bahkan dunia.
Sebagaimana diketahui bahwa terlalu banyak propaganda yang membohongi kita tentang efek buruk dari minyak kelapa. Namun fakta menunjukkan bahwa minyak kelapa sangat aman dikonsumsi bahkan mempunyai peran yang besar bagi kesehatan. Kebenaran inilah yang sekarang sedang hangat diperbincangkan kembali bahkan oleh para ilmuan barat yang tidak menghasilkan kelapa sama sekali dan selama ini dikenal anti minyak kelapa
Bagi kita yang wilayahnya merupakan penghasil kelapa cukup besar di nusantara, wajib tahu ada apa sebenarnya dibalik propaganda buruk tentang minyak kelapa. Fife (2005), mengatakan bahwa terdapat propaganda ilmiah maupun politis yang disponsori oleh American Soybean Association dan Centre for Science in The Public Interest untuk melakukan kampanye kebohongan-kebohongan yang bertujuan mengganti minyak tropis (minyak kelapa dan sawit) dengan minyak kedelai yang merupakan minyak tak jenuh ganda yang dipasok oleh petani Amerika. Kampanye tersebut telah mencela semua minyak jenuh dan mengganggapnya sebagai racun. Kata-kata lemak jenuh hampir selalu disinonimkan dengan penyakit jantung.
Sangat sedikit orang yang tahu perbedaan lemak jenuh rantai sedang dalam minyak kelapa dengan lemak jenuh rantai panjang dalam daging maupun sumber lain. Hampir sebagian besar lemak dalam makanan, jika tidak segera digunakan sebagai sumber energi, akan disimpan sebagai jaringan lemak dalam tubuh. Minyak kelapa, karena sebagian besar merupakan trigliserida berantai pendek dan sedang, akan memiliki efek yang sama sekali berbeda dengan trigliserida rantai panjang baik jenuh maupun tak jenuh yang ditemukan pada buah maupun daging. Trigliserida rantai sedang dalam minyak kelapa dipecah dan digunakan terutama dalam produksi energi sehingga jarang berakhir sebagai lemak tubuh. Minyak tersebut akan menghasilkan energi bukan lemak, sehingga tidak memiliki efek negatif pada kolesterol darah dan bahkan jantung.
Alasan yang mendasari bahwa minyak jenuh lebih unggul dibandingkan dengan minyak tak jenuh adalah trigliserida jenuh tidak memiliki ikatan ganda. Hal tersebut menjadikan asam lemak jenuh tidak rentan terhadap oksidasi dan pembentukan radikal bebas. Di samping itu, asam lemak jenuh lebih stabil dalam berbagai kondisi, sehingga minyak ini tidak rentan terhadap paparaan panas, cahaya, dan oksigen. Sebaliknya, minyak tak jenuh ganda mudah teroksidasi akibat paparan oksigen, panas, atau cahaya. Hal ini akan menimbulkan pembentukan radikal bebas dan ketengikan. Radikal bebas akan menurunkan kandungan antioksidan dalam tubuh dan menimbulkan reaksi kimia yang dapat merusak jaringan dan sel.
Pada pengolahan minyak nabati oleh industri, selama proses ekstraksi, penyulingan dan penghilangan bau, minyak nabati dipanaskan sampai suhu tinggi selama periode waktu yang cukup lama sehingga memungkinkan terjadi reaksi hidrogenasi. Dampak negatif dari reaksi hidrogenasi adalah terciptanya asam lemak trans yang tidak dapat dimetabolisis oleh tubuh. Adanya asam lemak trans inilah yang sekarang menjadi hantu bagi kita.
Banyak peneliti menyakini bahwa asam lemak trans memiliki efek yang lebih besar bagi berkembangnya penyakit kardiovaskular dibandingkan lemak makanan yang lain. Penelitian ini juga membuktikan bahwa asam lemak trans dapat turut menyebabkan aterosklerosis dan penyakit jantung. Hasil penelitian Enig (2000), menyatakan bahwa bila monyet diberi makan margarin yang mengandung lemak trans, sel darah merahya tidak dapat mengikat insulin, yang menunjukkan adanya hubungan dengan penyakit diabetes.
Berdasarkan hal tersebut, maka semua jenis minyak, terutama minyak yang kandungan trigliserida tak jenuhnya lebih tinggi dan telah diproses dengan pemanasan, dapat mengandung asam lemak trans. Minyak kelapa adalah minyak yang ketidakjenuhannya sangat kecil sekitar 10% (Gugule dan Fatimah, 2007), sehingga kemungkinan terhidrogenasi juga lebih kecil.
Dalam pembuatan minyak kelapa, teknik yang digunakan pada umumnya adalah pressing/pengepresan kopra seperti yang dilakukan oleh industri minyak kelapa atau dengan cara pemanasan santan seperti yang dilakukan industri rumah tangga. Hal tersebut memungkinkan adanya kontak dengan bahan kimia selama pemrosesannya atau dapat mengalami degradasi karena pengaruh suhu pemanasan. Berbeda dengan pembuatan minyak, pada pembuatan VCO tidak diperbolehkan adanya proses pemanasan maupun kontak atau penambahan bahan lain. Jadi VCO adalah minyak kelapa yang benar-benar aman karena tidak mengandung asam lemak trans dan benar-benar murni karena tidak adanya kontak dan penambahan dengan bahan kimia lain.
Sedikit yang perlu dibahas tentang peran kesehatan dari VCO adalah kandungan asam lemak yang menyusun trigliserida. VCO dan minyak kelapa pada umumnya mengandung sekitar 50% asam laurat. Asam laurat dikelompokkan kedalam asam lemak jenuh berantai sedang atau dikenal dengan sebutan MCFA (Medium Chain Fatty Acid). MCFA dapat mempercepat metabolisis bahkan lebih dari protein. Oleh karena itu konsumsi MCFA dapat menurunkan berat badan. MCFA mudah diserap dan cepat dibakar sehingga meningkatkan aktivitas metabolik bahkan dapat membantu membakar LCFA. Dilaporkan pula bahwa lemak ini dapat menurukan kolesterol LDL (jahat) dan meningkatkan kolesterol HDL (baik). Dihubungkan dengan resiko penyakit jantung, konsumsi minyak ini juga tidak akan meningkatkan resiko kardiovaskular yang dipicu oleh terhambatnya aliran darah karena adanya peningkatan adhesivitas trombosit atau adanya plak pada dinding arteri (atherosklerosis). Pada VCO juga terdapat komponen-komponen fenolik yang memiliki aktivitas sebagai pencegah penyakit degeneratif.
Dengan demikian, VCO saat ini merupakan satu satunya minyak pangan yang aman, mudah diekstrak dan relatif murah serta merupakan bahan pangan fungsional (bahan pangan yang dapat berperan dalam meningkatkan kesehatan bukan karena nilai gizinya), serta dapat dijadikan obat karena telah terbukti dapat mengobati penyakit. Olehkarena sifatnya yang menakjubkan serta keberadaan kelapa yang melimpah di Sulawesi Utara, maka sudah semestinya kita untuk kembali kepada minyak kelapa atau VCO baik digunakan sebagai bahan pangan, suplemen, kosmetik maupun obat.
Sebagai bahan pangan, minyak kelapa dapat digunakan sebagai minyak goreng yang berfungsi untuk memasak. Sebagai suplemen maupun obat, VCO dapat dikonsumsi baik dalam bentuk soft capsule maupun dalam bentuk bulk (bentuk minyak). Saat ini penulis bekerjasama dengan BALITKA sedang melakukan penelitian tentang pembuatan VCO emulsion yakni VCO dalam sediaan emulsi bercita rasa buah yang bertujuan untuk dapat meningkatkan cita rasa sehingga diharapkan lebih disukai konsumen terutama anak-anak pada masa pertumbuhan. Hasil penelitian penulis (dana hibah dari Dirjen Dikti) tentang kajian aktivitas dan organoleptik VCO rempah menunjukkan bahwa VCO rempah mempunyai aktivtas antimikroba dan citarasa yang lebih baik dari VCO non rempah.
Sebagai kosmetik, VCO dapat dipakai secara langsung sebagai handbody yang berfungsi mencegah kekeringan dan kulit pecah-pecah, dipakai pada kulit kepala guna menghilangkan ketombe, serta dapat dioles pada wajah dan kulit untuk mencegah penuaan dini dan menghilangkan spot yang diakibatkan oleh paparan sinar UV dan radikal bebas. Disamping itu, VCO juga dapat digunakan sebagai bahan dasar sabun dan samphoo karena sabun VCO menghasilkan busa yang cukup baik.
Produk yang dihasilkan dari VCO baik berupa produk pangan maupun non pangan disebut juga dengan produk turunan VCO. Produk pangan dan non pangan yang dibuat dari bahan dasar VCO haruslah tidak merusak fungsionalitasnya sehingga masih mempunyai peran dalam hal peningkatan kesehatan.
Teknologi pembuatan berbagai produk turunan VCO belum banyak diteliti apalagi dipatenkan. Saat ini penulis sedang melakukan penelitian tentang pembuatan produk pangan fungsional turunan VCO berbasis emulsi seperti margarin, mayones, salad dressing. Syarat suatu minyak untuk dapat digunakan sebagai bahan dasar margarin diantaranya adalah mempunyai bilangan iod rendah, warna minyak jernih dan mempunyai flavor yang baik. Syarat tersebut dimiliki oleh VCO bahkan bila dibandingkan dengan minyak jagung atau kedelai, VCO mempunyai bilangan iod yang lebih rendah. Dengan demikian akan dapat meminimalkan kadar asam lemak trans yang dapat mengganggu kesehatan, flavor lebih baik dan lebih jernih, sehingga tidak memerlukan proses deodorisasi dan bleaching
Salad dressing merupakan saus yang dicampurkan pada salad yang mempunyai komposisi: emulsifier, kuning telur, stabilizer, bumbu, air, cuka dan minyak ~30%. Mayones merupakan sistem emulsi oil-in-water dengan kandungan minyak 50-85%, kuning telur 5-10%, cuka, garam, serta bumbu penyedap. Dengan demikian salad dressing dan mayones mempunyai komposisi yang hampir sama dan hanya berbeda pada kadar minyak. Baik salad dressing maupun mayones dari bahan dasar minyak jagung sebelumnya telah diteliti oleh penulis.
Sejalan dengan kebijakan Pemerintah Daerah Sulawesi Utara yang menjadikan VCO sebagai Crash Program, maka berbagai kajian dan penelitian harus dilakukan agar VCO benar-benar dapat menjadi komoditi unggulan baik ditingkat Regional, Nasional, maupun Internasional. Terlebih dalam menghadapi WOC yang akan digelar pada tahun 2009, perlu dipersiapkan berbagai komoditi unggulan berbasis bahan dasar lokal seperti VCO baik sebagai produk farmasi, kosmetik maupun pangan fungsional seperti yang sudah dijelaskan di atas.#
28 Januari 2008
DAS Ongkag Mongondow Perlu Penanganan
Oleh Ir Fauzi Bahalwan
(Consultant dan pernah sebagai pesuruh pada Dinas Survay Pusat Penyelidikan Listrik Tenaga Air)
SELAMA penghujung tahun 2007 hampir setiap saat media televisi menyuguhkan berita Pertemuan International Perubahan Iklim yang melanda planet bernama bumi. Pada pertemuan tersebut menjadi arena saling tuding, saling unjuk keras kepala untuk sebuah rumusan penanggulangan ataupun solusi perbaikan kerusakan bumi. Dalam skala nasional sudah beberapa tahun ini kita pun disuguhkan berita bencana alam yang tidak henti-hentinya melanda bumi persada Indonesia. Mulai dari yang maha dahsyat tsunami, gunung meletus hingga banjir yang tidak pernah berhenti bergantian melanda berbagai daerah. Sungguh dzalim kita telah menuduh bahwa semua bencana yang terjadi itu dari Allah Sang Maha Pencipta dan Pemelihara. Kita dengan seenaknya bersembunyi di balik kata-kata bijak bahwa Allah menguji kita umat manusia dengan menurunkan bencana. Apakah demikian? Apakah Allah menguji rakyat Aceh dan Porong Sidoarjo dengan cara menurunkan bencana di saat segelintir orang tengah orgasme menyetubuhi bumi dengan baja sekian ratus meter? Apakah Allah menurunkan bencana air bah buat rakyat dan Tanah Mandailing, Sulawesi Barat, Jakarta dan seluruh wilayah Indonesia di kala segelintir monster bernama manusia bertopeng pengusaha, pejabat dan petugas berperilaku sadis machohis mencapai ejakulasi dengan mencabuti rambut bumi, meng-curret rahim bumi? Duh… kita harus segera berbondong-bondong memohon ampun, melakukan pengakuan dosa pada Tuhan bahwa kitalah manusia yang menurunkan bencana, bukan Tuhan. Bahwa kita telah mencabuti rambut kepala bumi sehingga bumi kepanasan, pusing dan gemetaran. Bahwa kita telah menusuk bumi sehingga bumi kesakitan, keringat dan muntah-muntah. Bumi sempoyongan terkencing-kencing itulah bencana buat manusia dalam wujud banjir, gempa bumi, tanah longsor.
Sekarang bagaimana dengan Bolaang Mongondow? Banjir yang melanda Lolayan, Dumoga, Pantai Utara dan Pantai Selatan apakah itu juga bencana dari Allah? Itu bencana dari torang sandiri orang Mongondow. Tahukah kita bahwa DAS Ongkag Mongondow dan Ongkag Dumoga sudah kritis? Atau tidak sempat tahu bahwa demikian pula yang terjadi pada DAS Ayong dan Sangkub.
Riwayatmu Dulu //Sub
Kalau kita mau mengingat 20-an tahun lalu atau sebelum tahun 80-an, pasti masih terbayang dengan jelas bahwa Daerah Aliran Sungai (DAS) Ongkag Mongondow dan Ongkag Dumoga masih penuh dengan hutan belantara. Punggung pegunungan daerah Lolayan yang berbatasan dengan Pantai Selatan benar-benar masih hutan sebagai daerah tangkapan/areal penangkapan air hujan (catcment area). Ongkag Mongondow masih jernih, masih dipenuhi ikan Tawes yang cukup dipancing dengan umpan daun jagung saja. Fungsi DAS masih terjaga sebagaimana mestinya yaitu sebagai penyeimbang siklus hidrologi. Di mana air hujan yang jatuh di DAS, sebagian disimpan dalam tanah sebagai storage atau simpanan, melalui proses infiltrasi, sebagian menguap dan kelebihannya langsung dialirkan ke sungai sebagai aliran permukaan disebut run off. Dengan demikian jika curah hujan tinggi tidak akan terjadi banjir besar, demikian juga saat kemarau, debit sungai tidak akan berkurang secara ekstrim. Land cover/vegetatif penutup DAS Ongkag Mongondow sebagian besar terdiri dari pegunungan/perbukitan masih berupa hutan 34.6 persen. Sebagian pedataran yang berada di sekitar aliran sungai berupa sawah 24.8 persen, Tegalan 33.6 persen, pemukiman 7 persen, masih seimbang. Daerah tangkapan air DAS Ongkag Mongondow berasal dari pegunungan tersebut dengan puncak-puncaknya Gunung Poniki (1817 M), Mogonipa, Bobungayon (1209 M), Ambang (1780 M), Lembut (1568 M) dan Gemantang (1238 M). Sementara Sungai Ongkag Mongondow berhulu di Gunung Bobungayon pada ketinggian 800 M di atas permukaan laut, selanjutnya melintasi desa-desa di sebagian Kecamatan Lolayan, Kota Kotamobagu, Kecamatan Pasi. Untuk selanjutnya mendekati muara di Pantai Inobonto bergabung dengan Sungai Ongkag Dumoga. Sungai Ongkag Mongondow mempunyai beberapa anak sungai antara lain Sungai Kotulidan yang berhulu di Kecamatan Pasi, Sungai Moayat yang berasal dari Gunung Ambang atau sering disebut orang Kuala Putih karena mengandung Belerang. Pada masa DAS Ongkag Mongondow masih terjaga kita tidak pernah mengalami banjir besar. Karena pada masa tersebut hutan masih terjaga. Sesuai data pada tahun 80-an, bahwa water holding capacity (kemampuan DAS menahan air) sebesar 150 mm. Sementara data curah hujan tertinggi dari pengamatan 20 tahun untuk Hujan Max Return Period 50 Tahun pada Pos Pengamatan Stasiun Modayag hanya 151 mm, Stasiun Kotamobagu 146 mm dan Stasiun Lobong 147 mm. Bahkan untuk Return Period Hujan Max 100 Tahun hanya 165 mm. Dari data pembanding di atas maka tidak heran jika pada masa lalu kita tidak pernah mengalami banjir besar seperti masa-masa kini. Curah hujan secara keseluruhan dari 3 stasiun pengamatan tersebut di atas dan debit tertinggi pada site Lobong dimana Sungai Ongkag Mongondow sudah bergabung dengan anak-anak sungainya terjadi pada 1934. Dimana curah hujan rata-rata mencapai 329 mm, debit Sungai Ongkag Mongondow mencapai 38,91 m3/detik, sementara debit rata-rata hanya 21.6 m3/detik. Dan itupun tidak sampai melimpah dari penambang sungai yang ada.
Kondisimu kini //Sub
Saat ini kalau kita mau realistis, sepanjang pegunungan dari Bungko, Bakan hingga Matali Baru sudah berubah fungsi menjadi kebun. Sudah tidak ada lagi hutan. Demikian juga sepanjang pegunungan mulai dari Tungoy, Tanoyan, Mengkang hingga Bobungayon pun tidak berbeda. Pada akhir tahun 80-an sejak ditemukannya emas di perbukitan Tanoyan hingga pegunungan Bobungayon, bersamaan dengan selesainya masa HPH Centralindo dengan area dari Pantai Selatan hingga puncak pegunungan Bakan. Merupakan awal dari perubahan fungsi DAS Ongkag Mongondow. Tidak ada lagi hutan nun di pegunungan Bakan. Semuanya beriringan - seiring kebutuhan negara kita akan anggaran pembangunan, seiring kebutuhan masyarakat akan kebutuhan bukan primer - maka perlu diberdayakan sumber daya yang ada. Untuk itu dilakukanlah eksploitasi sumber daya permukaan dan perut bumi. Salahkah demikian? Salahkah pembabatan hutan jika untuk kebutuhan kayu pembangunan gedung sekolah? Salahkah Avocet yang konon mulai merambah pegunungan Bakan dan Tanoyan untuk selanjutnya membedah perut buminya bahkan dengan peledakan, jika untuk alasan pemasukan devisa negara? Salahkah masyarakat Monalun – membuka hutan untuk dijadikan kebun- jika untuk kebutuhan perut? Jawabannya tidak ada yang salah. Namun harus tetap dipertahankan keseimbangan. Kenapa harus demikian dan keseimbangan seperti apa? Tahukah kita bahwa sekarang banjir bandang sudah sering terjadi. Banjir bandang yang melanda desa-desa di Kecamatan Lolayan tahun 2006 lalu terbukti membawa material batu, pasir, kerikil dan gelondongan kayu. Itu semua menjadi signal buat kita bahwa kondisi DAS Ongkag Mongondow sudah kritis. Banjir bandang tidak pernah terjadi sebelumnya. Sama halnya banjir yang menyebabkan Desa Solog untuk yang kedua kalinya terendam sehingga jalur Trans Sulawesi selama seminggu tidak bisa dilalui kendaraan. Banjir Return Period yang seharusnya terjadi setiap puluhan tahun kini hanya sekian tahun kembali terjadi.
Perlu Keseimbangan Alam //Sub
Haruskah masyarakat dilarang monalun? Apakah para pemilik chain saw harus diburu? Apakah pemerintah harus membatasi izin Avocet melakukan eksploitasi di DAS Ongkag Mongondow? Atau kita harus mencari kambing hitam demi mengembalikan kondisi DAS Ongkag Mongondow. Tentu kita perlu pikiran jernih dan bersikap arif untuk keberpihakan pada masyarakat dan alam ini tanpa merugikan pihak manapun. Kita harus berpedoman bahwa alam dicipta untuk diberdayakan manusia. Bukan untuk dirusak. Semua harus seimbang. Tuhan menciptakan alam dan isinya dengan konsep keseimbangan. Ada siang ada malam, ada manis ada asin dan seterusnya ada hutan ada kehidupan. Sangat sederhana. Kembalikan kondisi DAS Ongkag Mongondow secara proporsional. Kembalikan hutan DAS Ongkag Mongondow sekian hektar agar dapat menyimpan air untuk kebutuhan musim kemarau. Ketahuilah bahwa air di muka bumi ini tidak pernah bertambah ataupun berkurang jumlahnya. Air hujan tidak pernah bertambah sehingga terjadi banjir, dan tidak pernah berkurang sehingga menyebabkan sungai kering. Banjir yang terjadi karena tidak ada lagi penampungnya berupa hutan, sehingga semua air hujan langsung menuju sungai yang juga kapasitas tampungnya terbatas. Akibatnya air melimpah dan datangnya secara tiba-tiba. Hutan tidak sanggup lagi menyimpan air guna kebutuhan musim kemarau. Artinya sudah tidak ada lagi keseimbangan pada alam, siklus hidrologi sudah kacau ibarat pembuluh darah pecah pada penderita hypertensi. Konsep pokok hidrologi yang dinamakan ‘’water balance’’ atau konsep keseimbangan air di bumi sudah terganggu. Jika DAS Ongkag Mongondow tidak segera dikembalikan fungsinya, tidak mustahil 5 tahun ke depan, banjir bandang terjadi setiap tahun. Dan yang akan merasakan langsung akibatnya adalah masyarakat sepanjang DAS serta desa-desa yang berada di kaki bukit DAS Ongkag Mongondow.
Sebaiknya Bagaimana? //Sub
Tidak ada kata terlambat untuk suatu kebaikan DAS Ongkag Mongondow harus segera dikembalikan kondisinya. Untuk itu perlu diambil langkah berupa:
1. Harga mati untuk menghutankan kembali punggung DAS Ongkag Mongondow. Tidak boleh tidak. Tidak ada salahnya kita meniru Kabupaten Indragiri Hulu Riau dengan Gerakan Sejuta Sungkay. Mungkin kita dengan Gerakan ‘’Sejuta Nantu untuk DAS Ongkag Mongondow’’. Kemudian ditambah Gerakan ‘’Nantu 10 in 1’’ atau wajib bagi petani menanam 10 pohon nantu untuk setiap hektar kebun. Paling tidak pada 2025 Dinas Kehutanan memiliki jutaan m3 kayu nantu dan masyarakat jika membangun rumah tidak lagi harus kucing-kucingan dengan petugas bagaikan membeli narkoba, untuk kebutuhan beberapa kubik kayu.
2. Bagi panambang baik yang tradisional apalagi skala besar dilarang melakukan penambangan dengan system open cutting atau tambang terbuka. Juga membatasi pembuatan acces road bagi penambang besar. Tahukah bahwa untuk acces road sepanjang 1 KM dengan lebar 10 meter harus membabat hutan seluas 10.000 meter2 atau setara 1 ha. Bayangkan jika acces road sepanjang puluhan kilometer ditambah area penambangan terbuka, berapa ratus hektar DAS Ongkag Mongondow harus dikorbankan. Keadaan akan lebih diperparah dengan dalil jika acces road terbuka pasti lahan di sepanjang jalan tersebut berubah fungsi menjadi kebun. Pengkaplingan lahan, pengalihan fungsi hutan menjadi kebun bukan hal aneh yang terjadi di area HPH dan konsesi lainnya.
3. Pemerintah dalam hal ini Dinas Kehutanan harus tegas menerapkan aturan pada masyarakat, tentang hutan mana saja yang boleh untuk monalun. Juga harus diterapkan aturan tentang jenis tanaman untuk setiap kemiringan tanah. Seperti untuk daerah dengan kemiringan tanah terjal sampai sedang, hanya boleh ditanami tanaman tahunan. Tidak boleh tanaman bulanan. Hal ini untuk menghindari terjadinya penggerusan permukaan tanah akibat hanya ditanam dengan tanaman bulanan. Jika hal ini terus terjadi lama kelamaan lapisan humus habis, yang tersisa hanyalah bukit gundul. Jika demikian maka erosi ataupun tanah longsor hanya tinggal menunggu waktu saja.
4. Perlu di-Perda-kan kewajiban bagi semua pengusaha terutama bagi usaha yang tinggal memanen dari alam tentang kewajiban sekian persen dari hasil, untuk ‘’environt care’’ atau dana peduli lingkungan. Yang ada selama ini baru diterapkan pada industri besar berupa community care yang belum fokus menyentuh lingkungan. Seperti bagi pengusaha penangkapan ikan, wajib menyisihkan sekian persen hasil untuk penanaman hutan mangrove. Apalagi bagi pengusaha kayu ataupun tambang sudah tentu berupa kewajiban penghijauan secara real di lapangan bukan hanya di atas kertas.
Sudah saatnya kita semua tidak terkecuali siapapun, mulai dari pemerintah, pengusaha, petani dan masyarakat segala lapisan untuk mulai memikirkan dan segera action memperbaiki kondisi DAS Ongkag Mongondow. Demikian juga DAS Ongkag Dumoga, Ayong, Sangkub, Bolangitang dan Pantai Selatan Bolaang Mongondow. Tulisan ini tanpa bermaksud mengkambing hitamkan ataupun memprovokasi siapapun, hanya sebagai bentuk ‘’care’’ terhadap Bolaang Mongondow dan Indonesia secara keseluruhan. Kita sudah cenderung menjadi negara yang selalu dihina di mata dunia khususnya negara-negara barat. Predikat tidak enak selalu hanya untuk Indonesia. Di mata Singapura dan Malaysia kita negara pengekspor asap kebakaran hutan. Padahal justru Singapura dan Malaysia-lah tukang tadah kayu curian kita. Semua predikat buruk adalah Indonesia. Penerbangan terburuk, transportasi terburuk dan sekarang sebagai negara perusak hutan tercepat di dunia. Lah Freeport, Newmont, Exxon, Caterpilar, Bauer, P&H, Kenwort kenapa tidak melakukan Embargo jika digunakan untuk merusak alam Indonesia. Seperti halnya Embargo Suku cadang F-16 dan Sky Hawk karena digunakan untuk membunuh manusia. Forget it, kita tidak usah memikirkan apa kata dunia, yang kita pikirkan dan harus segera kerjakan saat ini hanya untuk generasi kita akan datang yang akan membawa Indonesia sebagai negara tanpa ketergantungan pada negara lain.#
(Consultant dan pernah sebagai pesuruh pada Dinas Survay Pusat Penyelidikan Listrik Tenaga Air)
SELAMA penghujung tahun 2007 hampir setiap saat media televisi menyuguhkan berita Pertemuan International Perubahan Iklim yang melanda planet bernama bumi. Pada pertemuan tersebut menjadi arena saling tuding, saling unjuk keras kepala untuk sebuah rumusan penanggulangan ataupun solusi perbaikan kerusakan bumi. Dalam skala nasional sudah beberapa tahun ini kita pun disuguhkan berita bencana alam yang tidak henti-hentinya melanda bumi persada Indonesia. Mulai dari yang maha dahsyat tsunami, gunung meletus hingga banjir yang tidak pernah berhenti bergantian melanda berbagai daerah. Sungguh dzalim kita telah menuduh bahwa semua bencana yang terjadi itu dari Allah Sang Maha Pencipta dan Pemelihara. Kita dengan seenaknya bersembunyi di balik kata-kata bijak bahwa Allah menguji kita umat manusia dengan menurunkan bencana. Apakah demikian? Apakah Allah menguji rakyat Aceh dan Porong Sidoarjo dengan cara menurunkan bencana di saat segelintir orang tengah orgasme menyetubuhi bumi dengan baja sekian ratus meter? Apakah Allah menurunkan bencana air bah buat rakyat dan Tanah Mandailing, Sulawesi Barat, Jakarta dan seluruh wilayah Indonesia di kala segelintir monster bernama manusia bertopeng pengusaha, pejabat dan petugas berperilaku sadis machohis mencapai ejakulasi dengan mencabuti rambut bumi, meng-curret rahim bumi? Duh… kita harus segera berbondong-bondong memohon ampun, melakukan pengakuan dosa pada Tuhan bahwa kitalah manusia yang menurunkan bencana, bukan Tuhan. Bahwa kita telah mencabuti rambut kepala bumi sehingga bumi kepanasan, pusing dan gemetaran. Bahwa kita telah menusuk bumi sehingga bumi kesakitan, keringat dan muntah-muntah. Bumi sempoyongan terkencing-kencing itulah bencana buat manusia dalam wujud banjir, gempa bumi, tanah longsor.
Sekarang bagaimana dengan Bolaang Mongondow? Banjir yang melanda Lolayan, Dumoga, Pantai Utara dan Pantai Selatan apakah itu juga bencana dari Allah? Itu bencana dari torang sandiri orang Mongondow. Tahukah kita bahwa DAS Ongkag Mongondow dan Ongkag Dumoga sudah kritis? Atau tidak sempat tahu bahwa demikian pula yang terjadi pada DAS Ayong dan Sangkub.
Riwayatmu Dulu //Sub
Kalau kita mau mengingat 20-an tahun lalu atau sebelum tahun 80-an, pasti masih terbayang dengan jelas bahwa Daerah Aliran Sungai (DAS) Ongkag Mongondow dan Ongkag Dumoga masih penuh dengan hutan belantara. Punggung pegunungan daerah Lolayan yang berbatasan dengan Pantai Selatan benar-benar masih hutan sebagai daerah tangkapan/areal penangkapan air hujan (catcment area). Ongkag Mongondow masih jernih, masih dipenuhi ikan Tawes yang cukup dipancing dengan umpan daun jagung saja. Fungsi DAS masih terjaga sebagaimana mestinya yaitu sebagai penyeimbang siklus hidrologi. Di mana air hujan yang jatuh di DAS, sebagian disimpan dalam tanah sebagai storage atau simpanan, melalui proses infiltrasi, sebagian menguap dan kelebihannya langsung dialirkan ke sungai sebagai aliran permukaan disebut run off. Dengan demikian jika curah hujan tinggi tidak akan terjadi banjir besar, demikian juga saat kemarau, debit sungai tidak akan berkurang secara ekstrim. Land cover/vegetatif penutup DAS Ongkag Mongondow sebagian besar terdiri dari pegunungan/perbukitan masih berupa hutan 34.6 persen. Sebagian pedataran yang berada di sekitar aliran sungai berupa sawah 24.8 persen, Tegalan 33.6 persen, pemukiman 7 persen, masih seimbang. Daerah tangkapan air DAS Ongkag Mongondow berasal dari pegunungan tersebut dengan puncak-puncaknya Gunung Poniki (1817 M), Mogonipa, Bobungayon (1209 M), Ambang (1780 M), Lembut (1568 M) dan Gemantang (1238 M). Sementara Sungai Ongkag Mongondow berhulu di Gunung Bobungayon pada ketinggian 800 M di atas permukaan laut, selanjutnya melintasi desa-desa di sebagian Kecamatan Lolayan, Kota Kotamobagu, Kecamatan Pasi. Untuk selanjutnya mendekati muara di Pantai Inobonto bergabung dengan Sungai Ongkag Dumoga. Sungai Ongkag Mongondow mempunyai beberapa anak sungai antara lain Sungai Kotulidan yang berhulu di Kecamatan Pasi, Sungai Moayat yang berasal dari Gunung Ambang atau sering disebut orang Kuala Putih karena mengandung Belerang. Pada masa DAS Ongkag Mongondow masih terjaga kita tidak pernah mengalami banjir besar. Karena pada masa tersebut hutan masih terjaga. Sesuai data pada tahun 80-an, bahwa water holding capacity (kemampuan DAS menahan air) sebesar 150 mm. Sementara data curah hujan tertinggi dari pengamatan 20 tahun untuk Hujan Max Return Period 50 Tahun pada Pos Pengamatan Stasiun Modayag hanya 151 mm, Stasiun Kotamobagu 146 mm dan Stasiun Lobong 147 mm. Bahkan untuk Return Period Hujan Max 100 Tahun hanya 165 mm. Dari data pembanding di atas maka tidak heran jika pada masa lalu kita tidak pernah mengalami banjir besar seperti masa-masa kini. Curah hujan secara keseluruhan dari 3 stasiun pengamatan tersebut di atas dan debit tertinggi pada site Lobong dimana Sungai Ongkag Mongondow sudah bergabung dengan anak-anak sungainya terjadi pada 1934. Dimana curah hujan rata-rata mencapai 329 mm, debit Sungai Ongkag Mongondow mencapai 38,91 m3/detik, sementara debit rata-rata hanya 21.6 m3/detik. Dan itupun tidak sampai melimpah dari penambang sungai yang ada.
Kondisimu kini //Sub
Saat ini kalau kita mau realistis, sepanjang pegunungan dari Bungko, Bakan hingga Matali Baru sudah berubah fungsi menjadi kebun. Sudah tidak ada lagi hutan. Demikian juga sepanjang pegunungan mulai dari Tungoy, Tanoyan, Mengkang hingga Bobungayon pun tidak berbeda. Pada akhir tahun 80-an sejak ditemukannya emas di perbukitan Tanoyan hingga pegunungan Bobungayon, bersamaan dengan selesainya masa HPH Centralindo dengan area dari Pantai Selatan hingga puncak pegunungan Bakan. Merupakan awal dari perubahan fungsi DAS Ongkag Mongondow. Tidak ada lagi hutan nun di pegunungan Bakan. Semuanya beriringan - seiring kebutuhan negara kita akan anggaran pembangunan, seiring kebutuhan masyarakat akan kebutuhan bukan primer - maka perlu diberdayakan sumber daya yang ada. Untuk itu dilakukanlah eksploitasi sumber daya permukaan dan perut bumi. Salahkah demikian? Salahkah pembabatan hutan jika untuk kebutuhan kayu pembangunan gedung sekolah? Salahkah Avocet yang konon mulai merambah pegunungan Bakan dan Tanoyan untuk selanjutnya membedah perut buminya bahkan dengan peledakan, jika untuk alasan pemasukan devisa negara? Salahkah masyarakat Monalun – membuka hutan untuk dijadikan kebun- jika untuk kebutuhan perut? Jawabannya tidak ada yang salah. Namun harus tetap dipertahankan keseimbangan. Kenapa harus demikian dan keseimbangan seperti apa? Tahukah kita bahwa sekarang banjir bandang sudah sering terjadi. Banjir bandang yang melanda desa-desa di Kecamatan Lolayan tahun 2006 lalu terbukti membawa material batu, pasir, kerikil dan gelondongan kayu. Itu semua menjadi signal buat kita bahwa kondisi DAS Ongkag Mongondow sudah kritis. Banjir bandang tidak pernah terjadi sebelumnya. Sama halnya banjir yang menyebabkan Desa Solog untuk yang kedua kalinya terendam sehingga jalur Trans Sulawesi selama seminggu tidak bisa dilalui kendaraan. Banjir Return Period yang seharusnya terjadi setiap puluhan tahun kini hanya sekian tahun kembali terjadi.
Perlu Keseimbangan Alam //Sub
Haruskah masyarakat dilarang monalun? Apakah para pemilik chain saw harus diburu? Apakah pemerintah harus membatasi izin Avocet melakukan eksploitasi di DAS Ongkag Mongondow? Atau kita harus mencari kambing hitam demi mengembalikan kondisi DAS Ongkag Mongondow. Tentu kita perlu pikiran jernih dan bersikap arif untuk keberpihakan pada masyarakat dan alam ini tanpa merugikan pihak manapun. Kita harus berpedoman bahwa alam dicipta untuk diberdayakan manusia. Bukan untuk dirusak. Semua harus seimbang. Tuhan menciptakan alam dan isinya dengan konsep keseimbangan. Ada siang ada malam, ada manis ada asin dan seterusnya ada hutan ada kehidupan. Sangat sederhana. Kembalikan kondisi DAS Ongkag Mongondow secara proporsional. Kembalikan hutan DAS Ongkag Mongondow sekian hektar agar dapat menyimpan air untuk kebutuhan musim kemarau. Ketahuilah bahwa air di muka bumi ini tidak pernah bertambah ataupun berkurang jumlahnya. Air hujan tidak pernah bertambah sehingga terjadi banjir, dan tidak pernah berkurang sehingga menyebabkan sungai kering. Banjir yang terjadi karena tidak ada lagi penampungnya berupa hutan, sehingga semua air hujan langsung menuju sungai yang juga kapasitas tampungnya terbatas. Akibatnya air melimpah dan datangnya secara tiba-tiba. Hutan tidak sanggup lagi menyimpan air guna kebutuhan musim kemarau. Artinya sudah tidak ada lagi keseimbangan pada alam, siklus hidrologi sudah kacau ibarat pembuluh darah pecah pada penderita hypertensi. Konsep pokok hidrologi yang dinamakan ‘’water balance’’ atau konsep keseimbangan air di bumi sudah terganggu. Jika DAS Ongkag Mongondow tidak segera dikembalikan fungsinya, tidak mustahil 5 tahun ke depan, banjir bandang terjadi setiap tahun. Dan yang akan merasakan langsung akibatnya adalah masyarakat sepanjang DAS serta desa-desa yang berada di kaki bukit DAS Ongkag Mongondow.
Sebaiknya Bagaimana? //Sub
Tidak ada kata terlambat untuk suatu kebaikan DAS Ongkag Mongondow harus segera dikembalikan kondisinya. Untuk itu perlu diambil langkah berupa:
1. Harga mati untuk menghutankan kembali punggung DAS Ongkag Mongondow. Tidak boleh tidak. Tidak ada salahnya kita meniru Kabupaten Indragiri Hulu Riau dengan Gerakan Sejuta Sungkay. Mungkin kita dengan Gerakan ‘’Sejuta Nantu untuk DAS Ongkag Mongondow’’. Kemudian ditambah Gerakan ‘’Nantu 10 in 1’’ atau wajib bagi petani menanam 10 pohon nantu untuk setiap hektar kebun. Paling tidak pada 2025 Dinas Kehutanan memiliki jutaan m3 kayu nantu dan masyarakat jika membangun rumah tidak lagi harus kucing-kucingan dengan petugas bagaikan membeli narkoba, untuk kebutuhan beberapa kubik kayu.
2. Bagi panambang baik yang tradisional apalagi skala besar dilarang melakukan penambangan dengan system open cutting atau tambang terbuka. Juga membatasi pembuatan acces road bagi penambang besar. Tahukah bahwa untuk acces road sepanjang 1 KM dengan lebar 10 meter harus membabat hutan seluas 10.000 meter2 atau setara 1 ha. Bayangkan jika acces road sepanjang puluhan kilometer ditambah area penambangan terbuka, berapa ratus hektar DAS Ongkag Mongondow harus dikorbankan. Keadaan akan lebih diperparah dengan dalil jika acces road terbuka pasti lahan di sepanjang jalan tersebut berubah fungsi menjadi kebun. Pengkaplingan lahan, pengalihan fungsi hutan menjadi kebun bukan hal aneh yang terjadi di area HPH dan konsesi lainnya.
3. Pemerintah dalam hal ini Dinas Kehutanan harus tegas menerapkan aturan pada masyarakat, tentang hutan mana saja yang boleh untuk monalun. Juga harus diterapkan aturan tentang jenis tanaman untuk setiap kemiringan tanah. Seperti untuk daerah dengan kemiringan tanah terjal sampai sedang, hanya boleh ditanami tanaman tahunan. Tidak boleh tanaman bulanan. Hal ini untuk menghindari terjadinya penggerusan permukaan tanah akibat hanya ditanam dengan tanaman bulanan. Jika hal ini terus terjadi lama kelamaan lapisan humus habis, yang tersisa hanyalah bukit gundul. Jika demikian maka erosi ataupun tanah longsor hanya tinggal menunggu waktu saja.
4. Perlu di-Perda-kan kewajiban bagi semua pengusaha terutama bagi usaha yang tinggal memanen dari alam tentang kewajiban sekian persen dari hasil, untuk ‘’environt care’’ atau dana peduli lingkungan. Yang ada selama ini baru diterapkan pada industri besar berupa community care yang belum fokus menyentuh lingkungan. Seperti bagi pengusaha penangkapan ikan, wajib menyisihkan sekian persen hasil untuk penanaman hutan mangrove. Apalagi bagi pengusaha kayu ataupun tambang sudah tentu berupa kewajiban penghijauan secara real di lapangan bukan hanya di atas kertas.
Sudah saatnya kita semua tidak terkecuali siapapun, mulai dari pemerintah, pengusaha, petani dan masyarakat segala lapisan untuk mulai memikirkan dan segera action memperbaiki kondisi DAS Ongkag Mongondow. Demikian juga DAS Ongkag Dumoga, Ayong, Sangkub, Bolangitang dan Pantai Selatan Bolaang Mongondow. Tulisan ini tanpa bermaksud mengkambing hitamkan ataupun memprovokasi siapapun, hanya sebagai bentuk ‘’care’’ terhadap Bolaang Mongondow dan Indonesia secara keseluruhan. Kita sudah cenderung menjadi negara yang selalu dihina di mata dunia khususnya negara-negara barat. Predikat tidak enak selalu hanya untuk Indonesia. Di mata Singapura dan Malaysia kita negara pengekspor asap kebakaran hutan. Padahal justru Singapura dan Malaysia-lah tukang tadah kayu curian kita. Semua predikat buruk adalah Indonesia. Penerbangan terburuk, transportasi terburuk dan sekarang sebagai negara perusak hutan tercepat di dunia. Lah Freeport, Newmont, Exxon, Caterpilar, Bauer, P&H, Kenwort kenapa tidak melakukan Embargo jika digunakan untuk merusak alam Indonesia. Seperti halnya Embargo Suku cadang F-16 dan Sky Hawk karena digunakan untuk membunuh manusia. Forget it, kita tidak usah memikirkan apa kata dunia, yang kita pikirkan dan harus segera kerjakan saat ini hanya untuk generasi kita akan datang yang akan membawa Indonesia sebagai negara tanpa ketergantungan pada negara lain.#
26 Januari 2008
Simplicity
Oleh David Stanly Saada
KEHEBATAN Einstein sebenarnya bukan pada kecerdasannya tapi kreativitasnya untuk menyederhanakan suatu konsep yang sulit. Kenyataan ini bisa kita perhatikan dalam rumusan teori relativitas. Kaidah-kaidah ilmiah yang sebetulnya relatif, dijelaskan dalam suatu konsep matematik yang pasti. Fisikawan yang kawakan pun, kadang sulit untuk memahami teori ini. Namun Einstein membuatnya dalam rumus sederhana: E = MC2. Kita tentu mengenal rumus fisika yang satu ini.
Pandangan kesederhanaan akan berbeda untuk tiap orang. Ada yang mengatakan sederhana itu berarti hidup apa adanya. Ada pula yang mengatakan sederhana itu hidup lebih sedikit dari apa yang seharusnya. Ada pun yang menyatakan sederhana berarti mencukupkan diri dalam segala keadaan. Demikian definisi kesederhanaan dari keragaman sudut pandang orang. Tentu saja, hal ini dipengaruhi oleh paradigmanya masing-masing. Pembentuknya adalah lingkungan, termasuk di dalamnya pendidikan dan pengalaman hidup.
Tiap orang boleh mendefinisikan sendiri apa itu kesederhanaan. Namun, adakah rumusan baku untuk hal tersebut? Kita akan menelaahnya lebih lanjut. Bukan dengan konsep ilmiah yang membingungkan tapi diusahakan sesederhana mungkin sehingga mudah dimengerti.
Secara pribadi saya cukup terusik untuk mengulas konsep ini. Hal ini terjadi oleh pengalaman yang disaksikan secara kasat mata dalam kehidupan sehari-hari. Pengamatan itu menunjukkan bahwa betapa ada begitu banyak orang yang ‘dibodohi’ oleh pengaruh trend serta pola hidup moderen sekarang. Dengan mudahnya mengambil keputusan membeli suatu barang, kendati tidak memerlukannya. ‘Mereka’ membeli barang karena keinginan bukan karena kebutuhan. Bahkan yang lebih parah lagi adalah membeli barang karena gengsi. Supaya tidak kalah dari orang lain atau sekadar menunjukkan kepada orang lain bahwa mereka memiliki sesuatu barang menarik.
Fenomena ini akan mudah dijumpai di kalangan para wanita. Bukan untuk menghakimi. Tapi, anekdot berikut cukup menarik untuk disimak. Konon, hal ini sering terjadi dalam suatu transaksi jual beli. Bahwa; ‘Para wanita menawar semurah-murahnya untuk barang yang tidak mereka butuhkan sedangkan para pria tidak melakukan penawaran sedikitpun untuk barang yang mereka butuhkan.’ Walau, anekdot ini terkesan berkelakar, tapi jika dipikir ulang ada juga kebenarannya.
Untuk itu betapa pentingnya kita berpikir bijak dalam mengambil keputusan untuk pembelian barang. Kita hendaknya mampu membedakan secara bijak antara keinginan dan kebutuhan. Yang kita inginkan belum tentu kita butuhkan, tapi jika kita membutuhkan pasti kita menginginkannya. Tentu saja disesuaikan dengan budget keuangan kita, jikapun harus memutuskan untuk membeli. Tidak benar membeli barang konsumsi dengan mengutang.
Kita jangan mudah terpengaruh oleh propaganda iklan. Seperti bonus-bonus atau discount yang menggiurkan. Sikap skeptis untuk hal ini kadangkala diperlukan. Harus kita ingat, jika belum mendesak tidak perlu dibeli saat itu. Karena yang penting belum tentu genting. Jangan mengabaikan penting karena kegentingan. Dahulukan yang utama.
Penjelasan-penjelasan tadi sebenarnya erat sekali hubungannya dengan pembahasan kita mengenai kesederhanaan. Sikap sederhana itu berawal dari pikiran kita yang selanjutnya berdampak dalam perilaku kita. Konsep kita tentang kesederhanaan akan mempengaruhi perilaku konsumsi kita. Pemahaman keliru tentang keputusan pembelian akan mengakibatkan kita berperilaku boros. Sikap yang berlawanan dengan kesederhanaan.
Meski prinsip kesederhanaan ada hubungannya dengan perilaku konsumsi tapi sebenarnya perilaku ini lebih cenderung pada gaya hidup. Bagaimana seseorang bertingkah laku dalam hidupnya. Banyak contoh kita dapati dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya keputusan untuk membeli handphone cellular. Apakah cukup bijaksana membeli cellular karena fasilitas 3G sementara di daerah ini sarananya belum tersedia? Atau cellular video confrence/communicator sementara ia berstatus pelajar? Hanya sekadar perbandingan, seorang tokoh nasional mantan Dirut Indosat dan Dirjen Deparpostel yang kini menjabat Rektor UPH (Universitas Pelita Harapan) Bpk. Jonathan Parapak, sampai kini hanya menggunakan Nokia tipe 6600.
Hal ini juga yang tampak dari seorang investor yang paling dikagumi di dunia, Warren Buffet. Sosok yang pernah terdaftar dalam majalah Forbes sebagai orang kedua terkaya di dunia sesudah Bill Gates ini, hanya menggunakan 20 persen dari jumlah kekayaannya. 80 persen lebihnya ia sumbangkan ke sejumlah yayasan. Ia sendiri hanya sering mengendarai mobil tuanya, tinggalpun di pinggiran kota. Bepergian dengan pesawat komersil, selalu dengan tiket kelas ekonomi.
Gaya hidup sederhana bukan berarti memilih untuk miskin. Konsep kesederhanaan tentu tidak demikian. Kita perlu berusaha dan bekerja untuk mendapatkan materi. Materi dalam hal ini harus diperoleh dengan kerja keras sekaligus cerdas. Memperoleh uang yang berlimpah tidaklah keliru. Yang perlu diingatkan bagaimana cara mengaturnya. Adakah kita merencanakan keuangan sekaligus mengelolanya dengan benar?
Kita tentu pernah mendengar sebuah danau di Israel yang karena besarnya disebut Laut, yaitu Laut Mati. Selain karena namanya yang aneh, danau ini juga memiliki beberapa keunikan lain. Kandungan garam di danau itu sangat tinggi. Konon, orang yang tidak tahu berenangpun dapat mengapung di atasnya. Mungkin tidak ada orang yang mau mencobanya, selain karena kandungan garam yang terlampau tinggi airnyapun berbau busuk. Tidak ada satu jenis makhluk hidup, yang hidup di dalamnya.. Di sinilah letak penyebabnya; Danau ini merupakan muara dari beberapa aliran sungai tapi tidak menyalurkan air tersebut ke tempat lain. Ia hanya menerima air dari beberapa tempat dan menampungnya sendiri.
Situasi identik dapat pula terjadi pada manusia. Menumpuk harta sebanyak-banyaknya kemudian menggunakan seluruhnya untuk kepentingan diri sendiri akan berakibat buruk. Selain dari tidak berfaedah dan dimakan ngengat, hidup seolah tidak berarti. Bukan sedikit orang yang hartanya berlimpah tapi hidupnya menderita. Hidup di penuhi rasa takut dan tidak nyaman ke mana-mana. Keluarga hancur berantakan dan diri dimusuhi banyak orang.
Seperti halnya kisah Uncle Scrooge. Tokoh utama dari sebuah novel terkenal, tulisan pengarang masyhur Charles Dickens, Christmas Carol. Dikisahkan Uncle Scrooge adalah seorang pekerja keras dan hemat. Usaha bisnisnya berhasil. Tapi ternyata juga tidak sedikit pula orang yang dirugikan dari usahanya tersebut. Karena begitu irit dalam memanfaatkan uang, ia sering hanya makan bubur gandum dan makanan seadanya. Perhatian berlebihan terhadap usaha bisnis itu, mengakibatkan pacarnya yang setia meninggalkannya. Bukan hanya itu, iapun tampak lebih tua dari usia yang seharusnya. Bertahun-tahun kemudian partner bisnis yang telah bersama sekian tahun, pergi. Kerugian harus ia tanggung sendiri. Selain itu ia harus hidup seorang diri, sementara penduduk di sekitar menjauhi.
Meski hanya dalam novel, kisah ini sebenarnya menggambarkan realita yang sering terjadi. Ada begitu banyak orang hanya berfokus untuk mencari harta tapi justru menjerumuskannya ke dalam penderitaan. Pelajaran berharga yang boleh kita petik adalah kita harus bekerja benar tapi juga mengelola keuangan dengan benar.
Bekerja adalah panggilan Tuhan dalam hidup. Manusia adalah homo faber, manusia pekerja. Ketika Tuhan menciptakan manusia Ia memberikan mandat budaya kepada manusia, yaitu mengelola dan memberdayakan seisi bumi. Bekerja merupakan ekspresi hidup seseorang. Bagian dari aktualisasi diri. Oleh karena itu, tak sedikit orang yang stress bahkan depresi karena pensiun. Selain daripada itu, dengan bekerja seseorang memperoleh income untuk hidupnya. Hal ini yang seringkali menjadi tujuan utama.
Nilai income tersebut tentunya berbeda-beda. Sesuai dengan kapabilitas dan kapasitas kerja kita. Persoalannya bukan telah berapa besar atau sedemikian kecil jumlah yang diperoleh. Tapi bagaimana kita mengatur pos yang sesuai, untuk pengeluaran keuangan tersebut. Pos-pos tersebut antaranya adalah; untuk konsumsi, untuk tabungan, untuk pengembangan diri dan untuk donasi.
Komposisinya tergantung dari kebutuhan kita. Ada baiknya telah dilakukan analisa dahulu berapa besar yang kita butuhkan dan hal-hal apa yang kita rencanakan ke depan. Tapi ada pos-pos tertentu yang seharusnya wajib untuk terisi. Jika jumlah pemasukan keuangan kita masih pada nilai upah minimum lokal maka komposisinya bisa kita kita susun, 70 persen untuk konsumsi, 20 persen untuk tabungan dan 10 persen untuk donasi. Jika upah telah berada pada area yang sedikit lebih ideal maka nilai konsumsinya dapat diturunkan menjadi 50 persen sementara itu pos lain bisa ditambah. Seperti pos pengembangan diri.
Pertimbangan-pertimbangan untuk pemilihan pos-pos tersebut tentu tidak akan bisa terangkum dalam pembahasan ini. Tapi yang hendak ditekankan di sini untuk pos donasi tergantung dari komitmen yang kita buat. 10 persen adalah nilai minimal yang bisa diberikan, dalam hal ini pos ini wajib menjadi prioritas. Berbagai penjelasan yang telah dipaparkan sebelumnya tentu telah memberikan pengertian mengapa pos donasi menjadi salah satu prioritas penting.
Komitmen tadi tentu tidak mudah. Karena kita harus melawan teori permintaan dengan kurva indiferensnya; dimana ketika tingkat pendapatan seseorang semakin naik maka tingkat konsumsinya juga turut naik. Hal tersebut tentu akan kembali pada sebesar apa komitmen kita sendiri. Apa yang kita yakini. Apakah kita mau berubah atau tidak.
Paul Hidayat salah seorang penulis terkenal pernah menyatakan; ‘Bila Anda mempelajari kebenaran, tetapi tidak mengalami perubahan hidup, maka hanya ada dua kemungkinan. Pertama, Anda tidak sungguh-sungguh belajar. Kedua, yang Anda pelajari bukan kebenaran. Kita tentu penasaran untuk membuktikan pernyataan ini.
Kembali ke kisah Christmas Carol. Uncle Scrooge yang hidup terasing suatu saat mengalami pencerahan. Pada suatu malam ia kedatangan seorang malaikat yang membawanya pada beberapa peristiwa. Di awali dengan peristiwa masa lalu Uncle Scrooge. Bagaimana ia menjalani hidupnya dengan kerja keras dan hemat tapi juga keberhasilannya dalam memperoleh kekayaan. Selajutnya Uncle Scrooge dibawa pada masa itu. Ia dibawa pada sebuah keluarga sederhana yang bahagia tapi di antaranya hidup seorang anak cacat. Ia pun dibawa pada keluarga mantan pacarnya, yang kini telah hidup dengan seorang lelaki dan memiliki beberapa orang anak. Terlihat mereka membicarakan seseorang, yang ternyata Uncle Scrooge sendiri.
Ia kemudian dibawa ke masa depan. Sang Malaikat membawanya ke sebuah kompleks pemakaman. Kemudian diperlihatkanlah sebuah pusara yang tak terawat. Uncle Scrooge sendiri ketakutan dan memohon untuk tidak menunjukkannya. Pusara itu bertuliskan Uncle Scrooge. Beberapa saat kemudian, Ia tersadar. Ternyata peristiwa tersebut hanya berupa mimpi. Pengalaman tadi membawa perubahan hidup dalam diri Uncle Scrooge. Orientasinya kini berbeda, tidak lagi hidup untuk diri sendiri.
Saat mengetahui dari seorang anak bahwa hari itu Natal. Bergegas ia keluar rumah, membeli ayam kalkun dan menghadiahkannya kepada sebuah keluarga miskin. Ia kemudian memberikan sumbangan donasi. Memberikan hari libur kepada akuntannya sekaligus menaikkan gajinya. Ia mengunjungi mantan pacarnya dan memberikan mereka hadiah natal. Ia yang dulunya bermuka senduh. Kini menampakkan sukacita kepada semua orang. Uncle Scrooge telah meninggalkan hidupnya yang lama kini telah menjalani hidup baru.
Yang jadi perenungan adalah; apakah yang sebenarnya menjadi orientasi dan tujuan akhir hidup ini? Karena hal tersebut yang akan banyak mempengaruhi perilaku, termasuk pola hidup sederhana kita. Saya teringat pepatah timur yang ditulis kembali oleh Paulus Winarto; ‘When you were born, you cried, and the world rejoiced. May you live your life so that when you die, the world will cry, and you will rejoice’. Anda setuju?#
KEHEBATAN Einstein sebenarnya bukan pada kecerdasannya tapi kreativitasnya untuk menyederhanakan suatu konsep yang sulit. Kenyataan ini bisa kita perhatikan dalam rumusan teori relativitas. Kaidah-kaidah ilmiah yang sebetulnya relatif, dijelaskan dalam suatu konsep matematik yang pasti. Fisikawan yang kawakan pun, kadang sulit untuk memahami teori ini. Namun Einstein membuatnya dalam rumus sederhana: E = MC2. Kita tentu mengenal rumus fisika yang satu ini.
Pandangan kesederhanaan akan berbeda untuk tiap orang. Ada yang mengatakan sederhana itu berarti hidup apa adanya. Ada pula yang mengatakan sederhana itu hidup lebih sedikit dari apa yang seharusnya. Ada pun yang menyatakan sederhana berarti mencukupkan diri dalam segala keadaan. Demikian definisi kesederhanaan dari keragaman sudut pandang orang. Tentu saja, hal ini dipengaruhi oleh paradigmanya masing-masing. Pembentuknya adalah lingkungan, termasuk di dalamnya pendidikan dan pengalaman hidup.
Tiap orang boleh mendefinisikan sendiri apa itu kesederhanaan. Namun, adakah rumusan baku untuk hal tersebut? Kita akan menelaahnya lebih lanjut. Bukan dengan konsep ilmiah yang membingungkan tapi diusahakan sesederhana mungkin sehingga mudah dimengerti.
Secara pribadi saya cukup terusik untuk mengulas konsep ini. Hal ini terjadi oleh pengalaman yang disaksikan secara kasat mata dalam kehidupan sehari-hari. Pengamatan itu menunjukkan bahwa betapa ada begitu banyak orang yang ‘dibodohi’ oleh pengaruh trend serta pola hidup moderen sekarang. Dengan mudahnya mengambil keputusan membeli suatu barang, kendati tidak memerlukannya. ‘Mereka’ membeli barang karena keinginan bukan karena kebutuhan. Bahkan yang lebih parah lagi adalah membeli barang karena gengsi. Supaya tidak kalah dari orang lain atau sekadar menunjukkan kepada orang lain bahwa mereka memiliki sesuatu barang menarik.
Fenomena ini akan mudah dijumpai di kalangan para wanita. Bukan untuk menghakimi. Tapi, anekdot berikut cukup menarik untuk disimak. Konon, hal ini sering terjadi dalam suatu transaksi jual beli. Bahwa; ‘Para wanita menawar semurah-murahnya untuk barang yang tidak mereka butuhkan sedangkan para pria tidak melakukan penawaran sedikitpun untuk barang yang mereka butuhkan.’ Walau, anekdot ini terkesan berkelakar, tapi jika dipikir ulang ada juga kebenarannya.
Untuk itu betapa pentingnya kita berpikir bijak dalam mengambil keputusan untuk pembelian barang. Kita hendaknya mampu membedakan secara bijak antara keinginan dan kebutuhan. Yang kita inginkan belum tentu kita butuhkan, tapi jika kita membutuhkan pasti kita menginginkannya. Tentu saja disesuaikan dengan budget keuangan kita, jikapun harus memutuskan untuk membeli. Tidak benar membeli barang konsumsi dengan mengutang.
Kita jangan mudah terpengaruh oleh propaganda iklan. Seperti bonus-bonus atau discount yang menggiurkan. Sikap skeptis untuk hal ini kadangkala diperlukan. Harus kita ingat, jika belum mendesak tidak perlu dibeli saat itu. Karena yang penting belum tentu genting. Jangan mengabaikan penting karena kegentingan. Dahulukan yang utama.
Penjelasan-penjelasan tadi sebenarnya erat sekali hubungannya dengan pembahasan kita mengenai kesederhanaan. Sikap sederhana itu berawal dari pikiran kita yang selanjutnya berdampak dalam perilaku kita. Konsep kita tentang kesederhanaan akan mempengaruhi perilaku konsumsi kita. Pemahaman keliru tentang keputusan pembelian akan mengakibatkan kita berperilaku boros. Sikap yang berlawanan dengan kesederhanaan.
Meski prinsip kesederhanaan ada hubungannya dengan perilaku konsumsi tapi sebenarnya perilaku ini lebih cenderung pada gaya hidup. Bagaimana seseorang bertingkah laku dalam hidupnya. Banyak contoh kita dapati dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya keputusan untuk membeli handphone cellular. Apakah cukup bijaksana membeli cellular karena fasilitas 3G sementara di daerah ini sarananya belum tersedia? Atau cellular video confrence/communicator sementara ia berstatus pelajar? Hanya sekadar perbandingan, seorang tokoh nasional mantan Dirut Indosat dan Dirjen Deparpostel yang kini menjabat Rektor UPH (Universitas Pelita Harapan) Bpk. Jonathan Parapak, sampai kini hanya menggunakan Nokia tipe 6600.
Hal ini juga yang tampak dari seorang investor yang paling dikagumi di dunia, Warren Buffet. Sosok yang pernah terdaftar dalam majalah Forbes sebagai orang kedua terkaya di dunia sesudah Bill Gates ini, hanya menggunakan 20 persen dari jumlah kekayaannya. 80 persen lebihnya ia sumbangkan ke sejumlah yayasan. Ia sendiri hanya sering mengendarai mobil tuanya, tinggalpun di pinggiran kota. Bepergian dengan pesawat komersil, selalu dengan tiket kelas ekonomi.
Gaya hidup sederhana bukan berarti memilih untuk miskin. Konsep kesederhanaan tentu tidak demikian. Kita perlu berusaha dan bekerja untuk mendapatkan materi. Materi dalam hal ini harus diperoleh dengan kerja keras sekaligus cerdas. Memperoleh uang yang berlimpah tidaklah keliru. Yang perlu diingatkan bagaimana cara mengaturnya. Adakah kita merencanakan keuangan sekaligus mengelolanya dengan benar?
Kita tentu pernah mendengar sebuah danau di Israel yang karena besarnya disebut Laut, yaitu Laut Mati. Selain karena namanya yang aneh, danau ini juga memiliki beberapa keunikan lain. Kandungan garam di danau itu sangat tinggi. Konon, orang yang tidak tahu berenangpun dapat mengapung di atasnya. Mungkin tidak ada orang yang mau mencobanya, selain karena kandungan garam yang terlampau tinggi airnyapun berbau busuk. Tidak ada satu jenis makhluk hidup, yang hidup di dalamnya.. Di sinilah letak penyebabnya; Danau ini merupakan muara dari beberapa aliran sungai tapi tidak menyalurkan air tersebut ke tempat lain. Ia hanya menerima air dari beberapa tempat dan menampungnya sendiri.
Situasi identik dapat pula terjadi pada manusia. Menumpuk harta sebanyak-banyaknya kemudian menggunakan seluruhnya untuk kepentingan diri sendiri akan berakibat buruk. Selain dari tidak berfaedah dan dimakan ngengat, hidup seolah tidak berarti. Bukan sedikit orang yang hartanya berlimpah tapi hidupnya menderita. Hidup di penuhi rasa takut dan tidak nyaman ke mana-mana. Keluarga hancur berantakan dan diri dimusuhi banyak orang.
Seperti halnya kisah Uncle Scrooge. Tokoh utama dari sebuah novel terkenal, tulisan pengarang masyhur Charles Dickens, Christmas Carol. Dikisahkan Uncle Scrooge adalah seorang pekerja keras dan hemat. Usaha bisnisnya berhasil. Tapi ternyata juga tidak sedikit pula orang yang dirugikan dari usahanya tersebut. Karena begitu irit dalam memanfaatkan uang, ia sering hanya makan bubur gandum dan makanan seadanya. Perhatian berlebihan terhadap usaha bisnis itu, mengakibatkan pacarnya yang setia meninggalkannya. Bukan hanya itu, iapun tampak lebih tua dari usia yang seharusnya. Bertahun-tahun kemudian partner bisnis yang telah bersama sekian tahun, pergi. Kerugian harus ia tanggung sendiri. Selain itu ia harus hidup seorang diri, sementara penduduk di sekitar menjauhi.
Meski hanya dalam novel, kisah ini sebenarnya menggambarkan realita yang sering terjadi. Ada begitu banyak orang hanya berfokus untuk mencari harta tapi justru menjerumuskannya ke dalam penderitaan. Pelajaran berharga yang boleh kita petik adalah kita harus bekerja benar tapi juga mengelola keuangan dengan benar.
Bekerja adalah panggilan Tuhan dalam hidup. Manusia adalah homo faber, manusia pekerja. Ketika Tuhan menciptakan manusia Ia memberikan mandat budaya kepada manusia, yaitu mengelola dan memberdayakan seisi bumi. Bekerja merupakan ekspresi hidup seseorang. Bagian dari aktualisasi diri. Oleh karena itu, tak sedikit orang yang stress bahkan depresi karena pensiun. Selain daripada itu, dengan bekerja seseorang memperoleh income untuk hidupnya. Hal ini yang seringkali menjadi tujuan utama.
Nilai income tersebut tentunya berbeda-beda. Sesuai dengan kapabilitas dan kapasitas kerja kita. Persoalannya bukan telah berapa besar atau sedemikian kecil jumlah yang diperoleh. Tapi bagaimana kita mengatur pos yang sesuai, untuk pengeluaran keuangan tersebut. Pos-pos tersebut antaranya adalah; untuk konsumsi, untuk tabungan, untuk pengembangan diri dan untuk donasi.
Komposisinya tergantung dari kebutuhan kita. Ada baiknya telah dilakukan analisa dahulu berapa besar yang kita butuhkan dan hal-hal apa yang kita rencanakan ke depan. Tapi ada pos-pos tertentu yang seharusnya wajib untuk terisi. Jika jumlah pemasukan keuangan kita masih pada nilai upah minimum lokal maka komposisinya bisa kita kita susun, 70 persen untuk konsumsi, 20 persen untuk tabungan dan 10 persen untuk donasi. Jika upah telah berada pada area yang sedikit lebih ideal maka nilai konsumsinya dapat diturunkan menjadi 50 persen sementara itu pos lain bisa ditambah. Seperti pos pengembangan diri.
Pertimbangan-pertimbangan untuk pemilihan pos-pos tersebut tentu tidak akan bisa terangkum dalam pembahasan ini. Tapi yang hendak ditekankan di sini untuk pos donasi tergantung dari komitmen yang kita buat. 10 persen adalah nilai minimal yang bisa diberikan, dalam hal ini pos ini wajib menjadi prioritas. Berbagai penjelasan yang telah dipaparkan sebelumnya tentu telah memberikan pengertian mengapa pos donasi menjadi salah satu prioritas penting.
Komitmen tadi tentu tidak mudah. Karena kita harus melawan teori permintaan dengan kurva indiferensnya; dimana ketika tingkat pendapatan seseorang semakin naik maka tingkat konsumsinya juga turut naik. Hal tersebut tentu akan kembali pada sebesar apa komitmen kita sendiri. Apa yang kita yakini. Apakah kita mau berubah atau tidak.
Paul Hidayat salah seorang penulis terkenal pernah menyatakan; ‘Bila Anda mempelajari kebenaran, tetapi tidak mengalami perubahan hidup, maka hanya ada dua kemungkinan. Pertama, Anda tidak sungguh-sungguh belajar. Kedua, yang Anda pelajari bukan kebenaran. Kita tentu penasaran untuk membuktikan pernyataan ini.
Kembali ke kisah Christmas Carol. Uncle Scrooge yang hidup terasing suatu saat mengalami pencerahan. Pada suatu malam ia kedatangan seorang malaikat yang membawanya pada beberapa peristiwa. Di awali dengan peristiwa masa lalu Uncle Scrooge. Bagaimana ia menjalani hidupnya dengan kerja keras dan hemat tapi juga keberhasilannya dalam memperoleh kekayaan. Selajutnya Uncle Scrooge dibawa pada masa itu. Ia dibawa pada sebuah keluarga sederhana yang bahagia tapi di antaranya hidup seorang anak cacat. Ia pun dibawa pada keluarga mantan pacarnya, yang kini telah hidup dengan seorang lelaki dan memiliki beberapa orang anak. Terlihat mereka membicarakan seseorang, yang ternyata Uncle Scrooge sendiri.
Ia kemudian dibawa ke masa depan. Sang Malaikat membawanya ke sebuah kompleks pemakaman. Kemudian diperlihatkanlah sebuah pusara yang tak terawat. Uncle Scrooge sendiri ketakutan dan memohon untuk tidak menunjukkannya. Pusara itu bertuliskan Uncle Scrooge. Beberapa saat kemudian, Ia tersadar. Ternyata peristiwa tersebut hanya berupa mimpi. Pengalaman tadi membawa perubahan hidup dalam diri Uncle Scrooge. Orientasinya kini berbeda, tidak lagi hidup untuk diri sendiri.
Saat mengetahui dari seorang anak bahwa hari itu Natal. Bergegas ia keluar rumah, membeli ayam kalkun dan menghadiahkannya kepada sebuah keluarga miskin. Ia kemudian memberikan sumbangan donasi. Memberikan hari libur kepada akuntannya sekaligus menaikkan gajinya. Ia mengunjungi mantan pacarnya dan memberikan mereka hadiah natal. Ia yang dulunya bermuka senduh. Kini menampakkan sukacita kepada semua orang. Uncle Scrooge telah meninggalkan hidupnya yang lama kini telah menjalani hidup baru.
Yang jadi perenungan adalah; apakah yang sebenarnya menjadi orientasi dan tujuan akhir hidup ini? Karena hal tersebut yang akan banyak mempengaruhi perilaku, termasuk pola hidup sederhana kita. Saya teringat pepatah timur yang ditulis kembali oleh Paulus Winarto; ‘When you were born, you cried, and the world rejoiced. May you live your life so that when you die, the world will cry, and you will rejoice’. Anda setuju?#
25 Januari 2008
Kita: Hilangnya Daya Kritis?
(Sebuah Renungan atas Eksistensi Manusia Muda Zaman Ini)
Oleh Wensi Fatubun
(Mahasiswa STF, Anggota Kelompok Studi Mitra & Media Transformasi Indonesia)
‘’HIDUP yang tidak dikaji tidak layak dihidupi’’. Socrates, sang Fisuf Yunani kuno.
Pada 13 Januari lalu buku ketujuh Harry Potter diluncurkan. Banyak penggemar yang mayoritas kaum muda hadir dan meramaikan acara peluncuran tersebut. Saya tertarik dengan tingkah laku para penggemarnya yang menjerit gembira seusai mendapatkan buku Harry Potter seri ke-7, Harry Potter dan Relikui Kematian, pada malam peluncuran di toko buku Gramedia Matraman, Jakarta Timur. Mungkin sebentar lagi muda-mudi di Manado akan beramai-ramai mencari buku tersebut atau filmnya kalau sudah ada. Tokoh Harry Potter memang mampu mempengaruhi batin dan pikiran kaum muda-mudi dengan cerita sihir yang luar biasa daya pikatnya. Harry Potter tampil sebagai tokoh muda yang sangat berbakat. Luar biasa! Hal ini menarik bagi saya untuk merefleksikan pengalaman ini dengan pertanyaan sentral, ada apa dengan kita kaum muda-mudi yang begitu merindukan tokoh Harry Potter dalam kehidupan kita? Apa dampaknya bagi kita?
Realitas pengemar dan tokoh Harry Potter menegaskan bahwa kini kita hidup dalam suatu dunia di mana semua telah menjadi realitas halusinasi estetik. Artinya, matinya sebuah social, hilangnya sesuatu yang nyata, nostalgia terhadap sesuatu yang nyata, keinginan kembali sekaligus kesia-siaan mendapati manusia yang nyata, nilai-nilai yang nyata, dan seterusnya. Kita menjadi makhluk tidak nyata. Manusia tidak nyata adalah manusia yang persahabatannya tidak nyata alias berpamrih; kasih sayangnya tidak nyata alias palsu, perhatian dan kata-kata manisnya tidak nyata alias hanya lip service. Inilah yang melilit kita.
Misalnya, bersamaan dengan merebaknya konsumerisme, budaya belanja menjadi salah satu ciri masyarakat dewasa ini. Lebih dari sekedar tempat belanja, shopping mall adalah sebuah dunia rekayasa yang menampilkan realitas-realitas buatan yang bersifat semu, dimana justru dalam kesemuannya itulah ia lebih menyenangkan dibandingkan dengan realitas sebenarnya. Dalam dunia shopping mall, segala sesuatu direduksi, dimanipulasi dan direkayasa demi kenyamanan dan kesenangan belanja. Toko, restoran, bank, salon, bioskop, biro perjalanan dan objek-objek lain dalam lokasi shopping mall semuanya disuntik dengan tema-tema seperti ekslusif, eksekutif, jiwa muda, cosmopolitan, natural atau citra elegan. Dalam dunia shopping mall kita diajak bertamasya di dalam suatu sirkuit, dari satu lingkungan tema ke lingkungan tema yang lain, di dalam suatu lingkungan fantasi yang nyata namun dangkal, yang semakin menjauhkan kita dari makna-makna atau nilai-nilai luhur.
Realitas kehidupan inilah yang disebut hiperrealitas. Hiperrealitas adalah sebuah gejala di mana banyak bertebaran realitas-realitas buatan yang bahkan nampak lebih real dibandingkan realitas sebenarnya. Harry Potter adalah contoh nyata hiperrealitas, ketika realitas melampaui realitas yang sebenarnya. Dibuat tanpa referensi proporsi keberadaannya yang wajar, Harry Potter tampil sebagai sosok dengan kemampuan sihir yang melebihi gambaran keberadaan hidup manusia. Makna-makna yang ditanamkan ke dalam sosok Harry Poter memperlihatkan citra dan kode-kode yang sengaja diciptakan untuk menjaga keberadaannya sebagai symbol kesempurnaan manusia zaman ini. Dengan representasi kemampuan sihir yang sangat sempurna seperti itu, Harry Poter seolah lahir sebagai Harry Poter yang nyata (real), Harry Poter yang hidup, Harry Poter yang benar-benar ada dengan segala kemampuan yang luar daripada biasanya. Harry Poter bahkan bisa menjadi ukuran keberadaan makhluk yang disebut manusia.
Realitas hiperrealitas seperti ini semakin terkondisikan dengan perkembangan teknologi komunikasi dan media, khususnya televisi, computer dan internet yang telah memungkinkan manusia hidup dalam dunia yang disebut global village, sebuah desa besar, dimana segala sesuatu dapat disebarluaskan, diinformasikan dan dikonsumsi dalam dimensi ruang dan waktu yang seolah mengerut. Dalam kondisi seperti ini citra lebih meyakinkan ketimbang fakta, dan mimpi lebih dipercaya ketimbang kenyataan sehari-hari.
Melalui televisi dan media massa pada umumnya, realitas buatan (citra-citra) - segala sesuatu yang tampak oleh indera, namun sebenarnya tidak memiliki eksistensi subtansial - kini tidak lagi memiliki asal-usul, referensi ataupun ke dalam makna. Tokoh Harry Potter, Rambo, spiderman, boneka barbie dan james Bond yang merupakan citra-citra buatan adalah realitas tanpa referensi, namun lebih dekat dan nyata dibandingkan keberadaan tetangga rumah kita sendiri.
Dalam kondisi seperti ini tidaklah mengherankan bahwa kita mengalami pelbagai dampaknya, yakni dimensi akal budi sebagai tempat berakarnya sikap kritis dihancurkan. Hilangnya dimensi ini berarti juga hilangnya kemampuan untuk menolak atau menegasi dari akal budi dan amat tepatlah apa yang dikatakan oleh sastrawan Oscar Wilde, ‘’sebagian besar orang muda adalah orang lain’’, artinya hilangnya daya kritis membuat pikiran mereka adalah pendapat orang lain, hidup mereka bagai peniruan, hasrat mereka kutipan belaka. Padahal kemampuan berpikir kritis sangat perlu sebagai penyeimbang terhadap proses yang semata-mata sangat materialis. Lagi, matinya kreativitas dan sifat efektif terhadap kebutuhan-kebutuhan yang menuntut pembebasan serta kita mengalami apa yang disebut sebagai keterasingan sosial. Kalau benar kita seperti ini, maka tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa kita adalah makhluk rekayasa dan tidak nyata.#
Oleh Wensi Fatubun
(Mahasiswa STF, Anggota Kelompok Studi Mitra & Media Transformasi Indonesia)
‘’HIDUP yang tidak dikaji tidak layak dihidupi’’. Socrates, sang Fisuf Yunani kuno.
Pada 13 Januari lalu buku ketujuh Harry Potter diluncurkan. Banyak penggemar yang mayoritas kaum muda hadir dan meramaikan acara peluncuran tersebut. Saya tertarik dengan tingkah laku para penggemarnya yang menjerit gembira seusai mendapatkan buku Harry Potter seri ke-7, Harry Potter dan Relikui Kematian, pada malam peluncuran di toko buku Gramedia Matraman, Jakarta Timur. Mungkin sebentar lagi muda-mudi di Manado akan beramai-ramai mencari buku tersebut atau filmnya kalau sudah ada. Tokoh Harry Potter memang mampu mempengaruhi batin dan pikiran kaum muda-mudi dengan cerita sihir yang luar biasa daya pikatnya. Harry Potter tampil sebagai tokoh muda yang sangat berbakat. Luar biasa! Hal ini menarik bagi saya untuk merefleksikan pengalaman ini dengan pertanyaan sentral, ada apa dengan kita kaum muda-mudi yang begitu merindukan tokoh Harry Potter dalam kehidupan kita? Apa dampaknya bagi kita?
Realitas pengemar dan tokoh Harry Potter menegaskan bahwa kini kita hidup dalam suatu dunia di mana semua telah menjadi realitas halusinasi estetik. Artinya, matinya sebuah social, hilangnya sesuatu yang nyata, nostalgia terhadap sesuatu yang nyata, keinginan kembali sekaligus kesia-siaan mendapati manusia yang nyata, nilai-nilai yang nyata, dan seterusnya. Kita menjadi makhluk tidak nyata. Manusia tidak nyata adalah manusia yang persahabatannya tidak nyata alias berpamrih; kasih sayangnya tidak nyata alias palsu, perhatian dan kata-kata manisnya tidak nyata alias hanya lip service. Inilah yang melilit kita.
Misalnya, bersamaan dengan merebaknya konsumerisme, budaya belanja menjadi salah satu ciri masyarakat dewasa ini. Lebih dari sekedar tempat belanja, shopping mall adalah sebuah dunia rekayasa yang menampilkan realitas-realitas buatan yang bersifat semu, dimana justru dalam kesemuannya itulah ia lebih menyenangkan dibandingkan dengan realitas sebenarnya. Dalam dunia shopping mall, segala sesuatu direduksi, dimanipulasi dan direkayasa demi kenyamanan dan kesenangan belanja. Toko, restoran, bank, salon, bioskop, biro perjalanan dan objek-objek lain dalam lokasi shopping mall semuanya disuntik dengan tema-tema seperti ekslusif, eksekutif, jiwa muda, cosmopolitan, natural atau citra elegan. Dalam dunia shopping mall kita diajak bertamasya di dalam suatu sirkuit, dari satu lingkungan tema ke lingkungan tema yang lain, di dalam suatu lingkungan fantasi yang nyata namun dangkal, yang semakin menjauhkan kita dari makna-makna atau nilai-nilai luhur.
Realitas kehidupan inilah yang disebut hiperrealitas. Hiperrealitas adalah sebuah gejala di mana banyak bertebaran realitas-realitas buatan yang bahkan nampak lebih real dibandingkan realitas sebenarnya. Harry Potter adalah contoh nyata hiperrealitas, ketika realitas melampaui realitas yang sebenarnya. Dibuat tanpa referensi proporsi keberadaannya yang wajar, Harry Potter tampil sebagai sosok dengan kemampuan sihir yang melebihi gambaran keberadaan hidup manusia. Makna-makna yang ditanamkan ke dalam sosok Harry Poter memperlihatkan citra dan kode-kode yang sengaja diciptakan untuk menjaga keberadaannya sebagai symbol kesempurnaan manusia zaman ini. Dengan representasi kemampuan sihir yang sangat sempurna seperti itu, Harry Poter seolah lahir sebagai Harry Poter yang nyata (real), Harry Poter yang hidup, Harry Poter yang benar-benar ada dengan segala kemampuan yang luar daripada biasanya. Harry Poter bahkan bisa menjadi ukuran keberadaan makhluk yang disebut manusia.
Realitas hiperrealitas seperti ini semakin terkondisikan dengan perkembangan teknologi komunikasi dan media, khususnya televisi, computer dan internet yang telah memungkinkan manusia hidup dalam dunia yang disebut global village, sebuah desa besar, dimana segala sesuatu dapat disebarluaskan, diinformasikan dan dikonsumsi dalam dimensi ruang dan waktu yang seolah mengerut. Dalam kondisi seperti ini citra lebih meyakinkan ketimbang fakta, dan mimpi lebih dipercaya ketimbang kenyataan sehari-hari.
Melalui televisi dan media massa pada umumnya, realitas buatan (citra-citra) - segala sesuatu yang tampak oleh indera, namun sebenarnya tidak memiliki eksistensi subtansial - kini tidak lagi memiliki asal-usul, referensi ataupun ke dalam makna. Tokoh Harry Potter, Rambo, spiderman, boneka barbie dan james Bond yang merupakan citra-citra buatan adalah realitas tanpa referensi, namun lebih dekat dan nyata dibandingkan keberadaan tetangga rumah kita sendiri.
Dalam kondisi seperti ini tidaklah mengherankan bahwa kita mengalami pelbagai dampaknya, yakni dimensi akal budi sebagai tempat berakarnya sikap kritis dihancurkan. Hilangnya dimensi ini berarti juga hilangnya kemampuan untuk menolak atau menegasi dari akal budi dan amat tepatlah apa yang dikatakan oleh sastrawan Oscar Wilde, ‘’sebagian besar orang muda adalah orang lain’’, artinya hilangnya daya kritis membuat pikiran mereka adalah pendapat orang lain, hidup mereka bagai peniruan, hasrat mereka kutipan belaka. Padahal kemampuan berpikir kritis sangat perlu sebagai penyeimbang terhadap proses yang semata-mata sangat materialis. Lagi, matinya kreativitas dan sifat efektif terhadap kebutuhan-kebutuhan yang menuntut pembebasan serta kita mengalami apa yang disebut sebagai keterasingan sosial. Kalau benar kita seperti ini, maka tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa kita adalah makhluk rekayasa dan tidak nyata.#
24 Januari 2008
Kawangkoan, Strategis dan Simpan Banyak Potensi
Oleh Frans Wowiling
(Mantan Kasubdit Lembaga Komunikasi Masyarakat Kota Direktorat Jarkomsos Depkominfo Jakarta)
TANAH Toar Lumimuut dikenal sebagai bumi Nyiur Melambai, hal ini karena hasil kopranya yang pernah menjadi primadona produk ekspor Sulut ke mancanegara. Itulah tanah Minahasa di ujung utara Provinsi Sulawesi Utara. Kini Kabupaten Minahasa yang telah berusia 579 tahun semakin semarak dengan berbagai even kegiatan untuk berbenah bangun Minahasa.
Kabupaten Minahasa yang tadinya cuma satu wilayah pemerintahan yang cukup luas, sekarang telah berubah menjadi beberapa wilayah pemekaran daerah tingkat dua antara lain Bitung, Minahasa Selatan, Tomohon, Minahasa Utara dan terakhir Minahasa Tenggara. Kalau dicermati lebih jauh perlu pula di sektor /wilayah tengah mendapatkan porsi pengembangan pemerintahan, seperti contoh di sekitar Kota Kawangkoan yang sangat strategis dilihat dari segi geografis berada ‘’di tengah-tengah tanah Minahasa’’, (puser in tana Minahasa). Apalagi di seputar wilayah Kawangkoan tersebar objek-objek wisata yang cukup mempesona dan potensial.
Objek Wisata //Sub
Kota Kawangkoan yang berada di titik sentral Tanah Minahasa memang menjadi sangat strategis dalam hal transportasi ke berbagai arah seperti antara lain ke arah utara menuju Tomohon-Manado, Selatan ke Minahasa Tenggara, ke barat Amurang Minahasa Selatan, dan ke timur ke Remboken-Tondano. Dan di sekitar Kawangkoan terdapat situs sejarah purbakala maupun objek wisata rohani yang dibangun di era baru dan sangat mempesona menjadi tujuan wisata budaya. Situs purba di antaranya Watu Pinawetengan, yang disebut sebagai batu pembagian karena kira-kira abad ke-7 para Tonaas berkumpul (orang kuat= pemimpin masyarakat adat) untuk membagi wilayah mukim 4 subetnis Minahasa mula-mula (Tountemboan, Tombulu, Toulour dan Tonsea). Objek Watu Pinawetengan berlokasi di dataran tinggi seputar Gunung Soputan dan Rindengan tepatnya di atas Desa Pinabetengan Kecamatan Tompaso besar (1200 m di atas permukaan laut).
Selain itu di seputar wilayah Kawangkoan tersebar beberapa objek wisata selain Watu Pinawetengan, yaitu lubang perlindungan tentara Jepang saat perang Asia Timur Raya yang berjumlah 50 kamar di atas Sungai Maasem sebelah barat Kota Kawangkoan yang di dekatnya mengalir air panas mengandung b0elerang. Sedangkan objek wisata religi yang dibangun di era 2002 oleh Gubernur Sulut AJ Sondakh bernama Bukit Kasih dimana terdapat prasasti Salib setinggi 40 meter berada di Gunung Rindengan di atas Desa Kanonang Kecamatan Kawangkoan. Objek lainnya arah selatan Kawangkoan adalah arena pacuan kuda Tompaso II yang dikelilingi stable-stable kuda pacu tepatnya berada di kaki bukit Emung. Objek berikutnya adalah sumber air panas di arah timur Desa Kinali Kawangkoan yang menjadi sumber air konsumsi masyarakat Kawangkoan dan sekaligus tempat pemandian air panas.
Potensi //Sub
Potensi objek wisata di atas merupakan modal utama bagi Kecamatan Kawangkoan untuk memacu pengembangan kota, apalagi ditunjang dengan posisi strategis di tengah tanah Minahasa. Tersedianya beragam potensi objek wisata yang tersebar di seputar Kawangkoan kalau dikelola lebih baik lagi (oleh investor) dan atau pemda maka lambat laun perkembangan kota semakin strategis dan potensial. Oleh sebab itu bila kemauan baik bersama antara pemerintah dan masyarakatnya dapat diupayakan lebih kreatif lagi, maka tidak mustahil kota ‘’kacang–biapong’’ sebutan popular Kawangkoan pasti menjadi kota yang akan jadi besar dalam pengembangan pemerintahan dan pariwisata. Sesuai arti kata Kawangkoan berasal dari kata ‘’wangko’’ (besar). Memang Kota Kawangkoan kalau ingin jadi besar seperti kota-kota lain maka sebaiknya perlu dicanangkan suatu tekad yaitu: kerja keras, kreatif, dinamis, dan siap hadapi tantangan, membuka diri bagi siapa saja terutama masuknya investor demi untuk meningkatkan potensi ekonomi rakyat Kawangkoan yang dikenal dengan tibo-tibo (pedagang kecil) di samping pengembangan ekonomi pariwisata lebih luas lagi baik di wilayah tengah Minahasa maupun Minahasa dan Sulut pada umumnya, apalagi menyongsong penyelenggaraan WOC yang nantinya menjadi mercusuar bagi kejayaan Sulut di tingkat nasional maupun forum internasional. Sehubungan dengan itu Kawangkoan dan Minahasa Tengah perlu berbenah diri.
Mencermati hal di atas maka hal lain yang terkait erat dengan pengembangan potensi ekonomi dan pariwisata (yang dicanangkan oleh pemerintah provinsi) adalah pengembangan seni budaya Minahasa, seperti yang telah diupayakan dan diprakarsai oleh seorang sosok tou Minahasa kelahiran Magelang Kombes Pol Benny Mamoto yang salam kurun waktu tiga tahun berturut-turut telah banyak berbuat untuk mendorong penggalian seni budaya Minahasa pada khususnya maupun Sulut pada umumnya. Lebih hebat lagi dalam berbagai pergelaran acara selalu menciptakan rekor yang fantastis sehingga masuk dalam standar MURI. Niat mulia ini perlu disokong oleh setiap insan Tou Minahasa agar hasil budaya masa lalu nenek moyang Minahasa tidak akan punah bahkan akan mencuat dikenal dunia.
Lebih jauh tentang Minahasa yang seakan telah ‘’terpecah-pecah’’ (pemekaran wilayah pemerintahan), namun pada 7-07-2007 kembali pada tekad Matuari Maesaan yang digelar panitia festival seni budaya yang digagas Benny Mamoto sebagai upaya positif Tou Kawanua memperkuat persatuan dan kesatuan (Maesaan) orang Minahasa yang pergelarannya di Watu Pinawetengan, sangat penting mendapat apresiasi/suport semua elemen masyarakat.
Kota Kawangkoan yang cuma berjarak 45 km dari Manado di samping berhawa sejuk berada 700m di atas permukaan laut dengan penataan ruang kota yang tertata baik sejak dahulu berdiri, layaknya seperti super blok dimana terdapat banyak perempatan jalan. Sehingga untuk akses jalan ke berbagai lokasi sangat mudah, baik ke arah selatan, utara, timur, dan barat. Posisi inilah yang dapat dikatakan sangat strategis dalam berbagai akses untuk pengembangan pemerintahan dan potensi ekonomi lebih luas lagi termasuk pariwisata dan seni budaya pada khususnya.
Harapan //Sub
Semoga Kawangkoan sesuai namanya akan jadi besar (wangko) untuk menjadi penyangga di posisi sentral atau tengah-tengahnya tanah Minahasa dan menjadi harapan alternatif pusatnya pengembangan berbagai potensi Minahasa. Kecamatan Kawangkoan yang saat ini (data Februari 2007) berpenduduk lebih dari 25.000 jiwa dengan 13 keluarahan/desa. Diperkirakan dapat diperluas menjadi dua kecamatan dengan pemekaran kelurahan/desa menjadi sekitar 22 desa. Jika Kecamatan Sonder dan Tompaso besar bergabung maka sangat berpotensi untuk menjadi suatu kawasan strategis pengembangan ekonomi dan seni budaya di wilayah tengah Minahasa. Akankah hal ini dapat diwujudkan menjadi Minahasa Tengah?
Sebagaimana kita ketahui 18 Desember 2007 Kabupaten Minahasa Induk usai melakukan satu even yang bernuansa politik yaitu Pilkada calon bupati dan wakil bupati. Menjadi harapan dari masyarakat Kawangkoan khususnya dan Minahasa Tengah (Tompaso, Kawangkoan, Sonder) pada umumnya bila komitmen dan janji iman peserta Pilkada jadi pasti terealisir, seperti komentar kontestan pasangan ROR-SOK, SVR-JWS, GTI-HOM ketika dimintai komitmennya tentang Minahasa Tengah '‘aspirasi masyarakat Minahasa Tengah pasti akan terealisir, kalau masyarakat ikut berpartisipasi memilih saya, maka kebijakan dan program yang telah disusun sebelumnya di antaranya tuntutan Minahasa Tengah pasti menjadi kenyataan’’.
Torang tunggu jo semoga sukses kemauan bersama/aspirasi masyarakat Minahasa Tengah dapat diakomodir dan direalisir oleh bupati dan wakil bupati terpilih masa jabatan 2008-2013.#
(Mantan Kasubdit Lembaga Komunikasi Masyarakat Kota Direktorat Jarkomsos Depkominfo Jakarta)
TANAH Toar Lumimuut dikenal sebagai bumi Nyiur Melambai, hal ini karena hasil kopranya yang pernah menjadi primadona produk ekspor Sulut ke mancanegara. Itulah tanah Minahasa di ujung utara Provinsi Sulawesi Utara. Kini Kabupaten Minahasa yang telah berusia 579 tahun semakin semarak dengan berbagai even kegiatan untuk berbenah bangun Minahasa.
Kabupaten Minahasa yang tadinya cuma satu wilayah pemerintahan yang cukup luas, sekarang telah berubah menjadi beberapa wilayah pemekaran daerah tingkat dua antara lain Bitung, Minahasa Selatan, Tomohon, Minahasa Utara dan terakhir Minahasa Tenggara. Kalau dicermati lebih jauh perlu pula di sektor /wilayah tengah mendapatkan porsi pengembangan pemerintahan, seperti contoh di sekitar Kota Kawangkoan yang sangat strategis dilihat dari segi geografis berada ‘’di tengah-tengah tanah Minahasa’’, (puser in tana Minahasa). Apalagi di seputar wilayah Kawangkoan tersebar objek-objek wisata yang cukup mempesona dan potensial.
Objek Wisata //Sub
Kota Kawangkoan yang berada di titik sentral Tanah Minahasa memang menjadi sangat strategis dalam hal transportasi ke berbagai arah seperti antara lain ke arah utara menuju Tomohon-Manado, Selatan ke Minahasa Tenggara, ke barat Amurang Minahasa Selatan, dan ke timur ke Remboken-Tondano. Dan di sekitar Kawangkoan terdapat situs sejarah purbakala maupun objek wisata rohani yang dibangun di era baru dan sangat mempesona menjadi tujuan wisata budaya. Situs purba di antaranya Watu Pinawetengan, yang disebut sebagai batu pembagian karena kira-kira abad ke-7 para Tonaas berkumpul (orang kuat= pemimpin masyarakat adat) untuk membagi wilayah mukim 4 subetnis Minahasa mula-mula (Tountemboan, Tombulu, Toulour dan Tonsea). Objek Watu Pinawetengan berlokasi di dataran tinggi seputar Gunung Soputan dan Rindengan tepatnya di atas Desa Pinabetengan Kecamatan Tompaso besar (1200 m di atas permukaan laut).
Selain itu di seputar wilayah Kawangkoan tersebar beberapa objek wisata selain Watu Pinawetengan, yaitu lubang perlindungan tentara Jepang saat perang Asia Timur Raya yang berjumlah 50 kamar di atas Sungai Maasem sebelah barat Kota Kawangkoan yang di dekatnya mengalir air panas mengandung b0elerang. Sedangkan objek wisata religi yang dibangun di era 2002 oleh Gubernur Sulut AJ Sondakh bernama Bukit Kasih dimana terdapat prasasti Salib setinggi 40 meter berada di Gunung Rindengan di atas Desa Kanonang Kecamatan Kawangkoan. Objek lainnya arah selatan Kawangkoan adalah arena pacuan kuda Tompaso II yang dikelilingi stable-stable kuda pacu tepatnya berada di kaki bukit Emung. Objek berikutnya adalah sumber air panas di arah timur Desa Kinali Kawangkoan yang menjadi sumber air konsumsi masyarakat Kawangkoan dan sekaligus tempat pemandian air panas.
Potensi //Sub
Potensi objek wisata di atas merupakan modal utama bagi Kecamatan Kawangkoan untuk memacu pengembangan kota, apalagi ditunjang dengan posisi strategis di tengah tanah Minahasa. Tersedianya beragam potensi objek wisata yang tersebar di seputar Kawangkoan kalau dikelola lebih baik lagi (oleh investor) dan atau pemda maka lambat laun perkembangan kota semakin strategis dan potensial. Oleh sebab itu bila kemauan baik bersama antara pemerintah dan masyarakatnya dapat diupayakan lebih kreatif lagi, maka tidak mustahil kota ‘’kacang–biapong’’ sebutan popular Kawangkoan pasti menjadi kota yang akan jadi besar dalam pengembangan pemerintahan dan pariwisata. Sesuai arti kata Kawangkoan berasal dari kata ‘’wangko’’ (besar). Memang Kota Kawangkoan kalau ingin jadi besar seperti kota-kota lain maka sebaiknya perlu dicanangkan suatu tekad yaitu: kerja keras, kreatif, dinamis, dan siap hadapi tantangan, membuka diri bagi siapa saja terutama masuknya investor demi untuk meningkatkan potensi ekonomi rakyat Kawangkoan yang dikenal dengan tibo-tibo (pedagang kecil) di samping pengembangan ekonomi pariwisata lebih luas lagi baik di wilayah tengah Minahasa maupun Minahasa dan Sulut pada umumnya, apalagi menyongsong penyelenggaraan WOC yang nantinya menjadi mercusuar bagi kejayaan Sulut di tingkat nasional maupun forum internasional. Sehubungan dengan itu Kawangkoan dan Minahasa Tengah perlu berbenah diri.
Mencermati hal di atas maka hal lain yang terkait erat dengan pengembangan potensi ekonomi dan pariwisata (yang dicanangkan oleh pemerintah provinsi) adalah pengembangan seni budaya Minahasa, seperti yang telah diupayakan dan diprakarsai oleh seorang sosok tou Minahasa kelahiran Magelang Kombes Pol Benny Mamoto yang salam kurun waktu tiga tahun berturut-turut telah banyak berbuat untuk mendorong penggalian seni budaya Minahasa pada khususnya maupun Sulut pada umumnya. Lebih hebat lagi dalam berbagai pergelaran acara selalu menciptakan rekor yang fantastis sehingga masuk dalam standar MURI. Niat mulia ini perlu disokong oleh setiap insan Tou Minahasa agar hasil budaya masa lalu nenek moyang Minahasa tidak akan punah bahkan akan mencuat dikenal dunia.
Lebih jauh tentang Minahasa yang seakan telah ‘’terpecah-pecah’’ (pemekaran wilayah pemerintahan), namun pada 7-07-2007 kembali pada tekad Matuari Maesaan yang digelar panitia festival seni budaya yang digagas Benny Mamoto sebagai upaya positif Tou Kawanua memperkuat persatuan dan kesatuan (Maesaan) orang Minahasa yang pergelarannya di Watu Pinawetengan, sangat penting mendapat apresiasi/suport semua elemen masyarakat.
Kota Kawangkoan yang cuma berjarak 45 km dari Manado di samping berhawa sejuk berada 700m di atas permukaan laut dengan penataan ruang kota yang tertata baik sejak dahulu berdiri, layaknya seperti super blok dimana terdapat banyak perempatan jalan. Sehingga untuk akses jalan ke berbagai lokasi sangat mudah, baik ke arah selatan, utara, timur, dan barat. Posisi inilah yang dapat dikatakan sangat strategis dalam berbagai akses untuk pengembangan pemerintahan dan potensi ekonomi lebih luas lagi termasuk pariwisata dan seni budaya pada khususnya.
Harapan //Sub
Semoga Kawangkoan sesuai namanya akan jadi besar (wangko) untuk menjadi penyangga di posisi sentral atau tengah-tengahnya tanah Minahasa dan menjadi harapan alternatif pusatnya pengembangan berbagai potensi Minahasa. Kecamatan Kawangkoan yang saat ini (data Februari 2007) berpenduduk lebih dari 25.000 jiwa dengan 13 keluarahan/desa. Diperkirakan dapat diperluas menjadi dua kecamatan dengan pemekaran kelurahan/desa menjadi sekitar 22 desa. Jika Kecamatan Sonder dan Tompaso besar bergabung maka sangat berpotensi untuk menjadi suatu kawasan strategis pengembangan ekonomi dan seni budaya di wilayah tengah Minahasa. Akankah hal ini dapat diwujudkan menjadi Minahasa Tengah?
Sebagaimana kita ketahui 18 Desember 2007 Kabupaten Minahasa Induk usai melakukan satu even yang bernuansa politik yaitu Pilkada calon bupati dan wakil bupati. Menjadi harapan dari masyarakat Kawangkoan khususnya dan Minahasa Tengah (Tompaso, Kawangkoan, Sonder) pada umumnya bila komitmen dan janji iman peserta Pilkada jadi pasti terealisir, seperti komentar kontestan pasangan ROR-SOK, SVR-JWS, GTI-HOM ketika dimintai komitmennya tentang Minahasa Tengah '‘aspirasi masyarakat Minahasa Tengah pasti akan terealisir, kalau masyarakat ikut berpartisipasi memilih saya, maka kebijakan dan program yang telah disusun sebelumnya di antaranya tuntutan Minahasa Tengah pasti menjadi kenyataan’’.
Torang tunggu jo semoga sukses kemauan bersama/aspirasi masyarakat Minahasa Tengah dapat diakomodir dan direalisir oleh bupati dan wakil bupati terpilih masa jabatan 2008-2013.#
23 Januari 2008
Quality of Life
(Tinjauan medis dan hukum terhadap kondisi kesehatan Soeharto dalam hubungannya dengan Euthanasia)
Oleh Justus Josep Maturbongs SH
(Tinggal di Manado, Pemerhati masalah Hukum dan Kesehatan)
AKHIR–akhir ini, di semua media baik cetak atau elektronik memuat berita utama mengenai kondisi kesehatan Soeharto, mantan penguasa Orde Baru yang mengalami kritis. Situasi di Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP) di kawasan Jl Kyai Maja, Kebayoran Jakarta Selatan, tak seperti biasanya. Puluhan wartawan dari media cetak, televisi, radio hingga online dari dalam dan luar negeri menyebar di berbagai penjuru rumah sakit. Itupun belum termasuk orang-orang yang datang menjenguk. Mulai dari presiden SBY, Wapres Jusuf Kalla, para menteri, tokoh-tokoh Orde Baru, kalangan selebritis sampai mantan perdana menteri Malaysia, Mahatir Muhammad bersama istrinya.
Pada Jumat (11/1) tim dokter kepresidenan menggelar jumpa pers, menjelaskan kondisi Soeharto. Menurut tim dokter yang merawat Soeharto, kondisi mantan penguasa RI yang ke dua itu memasuki fase kritis. Indikasi ini tampak dari kesadaran yang menurun, pernapasan memburuk, cepat dan dangkal serta tekanan darah menurun. Tim dokter bekerja cepat dengan memasang beberapa peralatan medis demi kelangsungan hidup Soeharto. Tim dokter menggunakan alat bantu pernapasan (ventilator), setelah itu memberikan obat tidur ( somnolent ). Tindakan ini dilakukan untuk menormalkan pernapasan Soeharto, karena jika tidak tidur, ventilator tidak berfungsi dengan baik.
‘’Mau bagaimana lagi, keluarga lebih punya hak untuk menentukan. Padahal kasihan, Pak Harto seperti dipaksa hidup. Karena ventilator yang dipasang itu tidak menambah harapan hidup, hanya memperpanjang “kata Menteri Kesehatan, Siti Fadillah Supari dalam SMS-nya yang di forward ke sejumlah wartawan yang berjaga-jaga di RSPP (Bintang, Edisi 872, Januari 2008). Hingga hari Kamis (17/1), beberapa pihak mengganggap sebenarnya ‘’Pak Harto telah mati’’, tapi secara medis, pria 86 tahun itu masih hidup karena ditopang ventilator. ‘’Kalau bapak bisa pulih, itu keajaiban. Banyak organnya yang sudah rusak. Kuncinya keikhlasan keluarga. Kalau alat dilepas, Pak Harto bisa pergi, tapi keluarga belum mengijinkan, ada yang sudah terima ada yang belum ‘’kata Dr M Munawar Sp JP, salah seorang anggota tim dokter kepresidenan. (Manado Post, 16 Januari 2008).
Berdasarkan kondisi dan fakta-fakta di atas, saya pun membuat pertanyaan-pertanyaan di dalam benak saya. Apakah seseorang yang penyakitnya sudah tidak dapat disembuhkan lagi (in persistent vegetative state), hidupnya masih layak dipertahankan dengan alat-alat bantu medis tersebut? Jika keluarga merelakan tim dokter untuk melepaskan semua alat-alat bantu medis yang dipasang pada tubuh Soeharto, dan pada akhirnya pasti meninggal, apakah dapat dikategorikan sebagai tindakan euthanasia secara pasif? Dan pertanyaan terakhir sebagai bahan permenungan untuk kita semua, apakah sebenarnya arti hidup yang sesungguhnya (quality of life)?
Istilah euthanasia berasal dari bahasa Yunani, yaitu eu dan thanatos. Kata eu berarti indah, bagus, terhormat atau gracefully and with dignity, sedangkan thanatos berarti mati. Jadi secara etimologis, euthanasia dapat diartikan sebagai mati dengan baik (a good death). Pemakaian terminology euthanasia ini juga mencakup tiga kategori, yaitu: 1. Pemakaian secara sempit. Secara sempit euthanasia dipakai untuk tindakan menghindari rasa sakit dari penderitaan dalam menghadapi kematian. Dalam hal ini euthanasia berarti perawatan dokter yang bertujuan untuk menghilangkan penderitaan yang dapat dicegah sejauh perawatan itu tidak bertentangan dengan kaidah-kaidah hukum, etika dan adat yang berlaku. 2. Pemakaian secara lebih luas. Secara lebih luas, terminology euthanasia dipakai untuk perawatan yang menghindarkan rasa sakit dalam penderitaan dengan resiko efek hidup diperdendek. 3. Pemakaian paling luas. Dalam pemakaian yang paling luas ini, euthanasia berarti memperpendek hidup yang tidak lagi dianggap sebagai side effect, melainkan sebagai tindakan untuk menghilangkan penderitaan pasien.
Dalam kasus yang berhubungan dengan kondisi Soeharto sekarang, apakah tindakan dokter untuk melepaskan semua alat bantu medis tersebut dapat dikatakan tindakan euthanasia pasif tanpa kehendak dari si pasien sendiri (passive non voluntary euthanasia)? Mungkin ada benarnya juga. Euthanasia pasif terjadi bila dokter atau tenaga kesehatan lainnya secara sengaja dan sadar tidak lagi memberikan bantuan medik kepada pasien yang dapat memperpanjang hidupnya (dengan catatan bahwa perawatan pasien diberikan terus-menerus secara optimal dalam usaha untuk membantu pasien dalam fase hidup yang terakhir). Apalagi jika hal ini dilakukan atas persetujuan keluarga, mengingat euthanasia mengandung unsur-unsur: persetujuan/tidak ada persetujuan, tindakan medis, permintaan pasien ataukah diwakili oleh keluarga, kondisi pasien yang tidak dapat sembuh. Hanya saja, kita terbentur dengan regulasi di negara ini. Indonesia adalah negara yang tidak melegalkan praktek euthanasia (meskipun dalam praktek banyak kasus terjadi). Padahal menurut Kode Etik Kedokteran Indonesia, kata euthanasia dipergunakan dalam tiga arti: 1. Berpindahnya ke alam baka dengan tenang dan aman tanpa penderitaan, buat yang beriman dengan menyebut nama Allah di bibir. 2. Waktu hidup akan berakhir, diringankan penderitaan si sakit dengan memberinya obat penenang. 3. Mengakhiri penderitaan dan hidup seorang sakit dengan sengaja atas permintaan pasien sendiri dan keluarganya.
Mengangkat masalah euthanasia adalah seperti makan buah simalakama, tidak makan mati, makan juga mati. Masalah euthanasia perlu banyak pendekatan dari berbagai sudut pandang (etika/moral, agama, medis, hukum dan HAM). Dari segi hukum, bisa saja dikenakan pasal 338 KUHPidana Indonesia tentang pembunuhan: ‘’Barangsiapa dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain karena salah telah melakukan pembunuhan dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun’’ dan pasal 340 tentang pembunuhan berencana: ‘’Barangsiapa dengan sengaja dan dengan direncanakan terlebih dahulu menghilangkan nyawa orang lain, karena salah telah melakukan pembunuhan dengan direncanakan terlebih dahulu, dihukum dengan hukuman mati atau dengan hukuman penjara seumur hidup atau dengan hukuman penjara selama-lamanya dua puluh tahun’’.
Hanya saja, pada kasus euthanasia pasif tanpa permintaan pasien, berarti dokter sendirilah yang berinisiatif untuk menghentikan bantuan medis dengan persetujuan keluarga dengan alasan tindakan medik yang akan dilakukan terhadap pasiennya tidak ada gunanya lagi (zinloos). Apabila dokter dapat membuktikan bahwa tindakan medik yang akan dilakukan itu sudah tidak ada gunanya lagi (zinloos), maka dokter bebas dari tuntutan hukum, walaupun pasien yang bersangkutan akhirnya meninggal dunia. Penulis berpendapat, bahwa apabila dokter tidak dapat membuktikan bahwa tindakan medik yang akan dilakukannya itu sudah tidak ada gunanya lagi maka dokter dapat dituntut berdasarkan pasal 304 jo. pasal 306 (2) KUHPidana. Pasal 304 : ‘’Barangsiapa dengan sengaja meyebabkan atau membiarkan seseorang yang ia wajib memeliharanya, atau yang berdasarkan hukum yang berlaku baginya atau yang berdasarkan hukum yang berlaku baginya atau yang berdasarkan parjanjian ia wajib merawatnya atau mengurusnya, dalam keadaan sengsara, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya dua tahun dan delapan bulan atau dengan hukuman denda setinggi-tingginya empat ribu lima ratus rupiah’’. Bunyi pasal 306 (ayat 2): ‘’Apabila salah satu perbuatan tersebut menyebabkan meninggalnya anak itu, maka ia dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya sembilan tahun’’. Kita lihat kembali bunyi pasal 304 tersebut, dan yang perlu diperhatikan adalah kata-kata yang telah penulis garis bawahi, yaitu: ‘’……..berdasarkan perjanjian ia wajib merawatnya’’. Kemudian kita hubungkan dengan bunyi pasal 306 (2), yaitu: ….’’meninggalnya anak itu’’. Seperti yang kita ketahui, bahwa antara dokter dan pasiennya termasuk dalam perjanjian teraupetik. Jadi, apabila dokter tidak dapat membuktikan tindakan medik yang akan dilakukannya sudah tidak ada gunanya lagi, yang berarti dokter masih berkewajiban merawatnya (memberikan pengobatan), akan tetapi dokter telah melakukan euthanasia pasif terhadap pasiennya itu. Meninggalnya pasien tersebut bukan peristiwa euthanasia melainkan hanya bentuk semu dari euthanasia. Jadi, jelas dokter tidak dapat dituntut secara pidana, karena terdapat perbuatan tidak melawan hukum (straafbarfeit).
Masalah euthanasia, berbicara tentang cara pengakhiran hidup manusia, akan tetapi di dalamnya terkait masalah quality of life. Memang akir-akhir ini di negara-negara barat sering digembor-gemborkan tentang hak untuk mati (the right to die). Ternyata hak untuk mati ini diperjuangkan keras oleh mereka yang pro-euthanasia. Mereka menuntut agar ‘’hak untuk mati” dianggap juga sebagai hak azasi seperti hak untuk melangsungkan kehidupan, hak kemerdekaan dan hak-hak dasar lainnya. Padahal, mengakui sesuatu hak lain yang merupakan kebalikannya dari hak yang telah ada, sama dengan menghilangkan hak terlebih dahulu itu. Mengakui ‘’the right to die’’ berarti sama dengan menghilangkan hak untuk melangsungkan kehidupan. Dengan demikian, hak untuk mati bukan sebagai hak azasi dan tidak patut diperjuangkan.
Sebagai penutup, penulis mengajak pembaca sekalian untuk lebih menghargai arti hidup ini. Kehidupan yang telah kita dapat secara cuma-cuma dari Sang Pencipta. Dan untuk para dokter, penulis mengutip apa yang dikatakan Hippocrates dalam bukunya Prognosis: ‘’Manusia pada akhirnya akan mati. Dokter tidak dapat berharap bahwa ia akan dapat menyembuhkan setiap pasiennya. Ada batas, ketika upaya penyembuhan tidak berdaya lagi, dokter harus mengenali dan menerima kedatangan saat-saat maut bagi pasiennya. Bukan saja ia harus mengkomunikasikan kenyataan ini kepada pasiennya, bahkan sebagai seorang yang berpengetahuan ia harus menunjukannya dengan perbuatan, yaitu jangan berusaha untuk menyembuhkannya, kerena ini berarti membohongi diri sendiri dan pasiennya’’.#
Oleh Justus Josep Maturbongs SH
(Tinggal di Manado, Pemerhati masalah Hukum dan Kesehatan)
AKHIR–akhir ini, di semua media baik cetak atau elektronik memuat berita utama mengenai kondisi kesehatan Soeharto, mantan penguasa Orde Baru yang mengalami kritis. Situasi di Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP) di kawasan Jl Kyai Maja, Kebayoran Jakarta Selatan, tak seperti biasanya. Puluhan wartawan dari media cetak, televisi, radio hingga online dari dalam dan luar negeri menyebar di berbagai penjuru rumah sakit. Itupun belum termasuk orang-orang yang datang menjenguk. Mulai dari presiden SBY, Wapres Jusuf Kalla, para menteri, tokoh-tokoh Orde Baru, kalangan selebritis sampai mantan perdana menteri Malaysia, Mahatir Muhammad bersama istrinya.
Pada Jumat (11/1) tim dokter kepresidenan menggelar jumpa pers, menjelaskan kondisi Soeharto. Menurut tim dokter yang merawat Soeharto, kondisi mantan penguasa RI yang ke dua itu memasuki fase kritis. Indikasi ini tampak dari kesadaran yang menurun, pernapasan memburuk, cepat dan dangkal serta tekanan darah menurun. Tim dokter bekerja cepat dengan memasang beberapa peralatan medis demi kelangsungan hidup Soeharto. Tim dokter menggunakan alat bantu pernapasan (ventilator), setelah itu memberikan obat tidur ( somnolent ). Tindakan ini dilakukan untuk menormalkan pernapasan Soeharto, karena jika tidak tidur, ventilator tidak berfungsi dengan baik.
‘’Mau bagaimana lagi, keluarga lebih punya hak untuk menentukan. Padahal kasihan, Pak Harto seperti dipaksa hidup. Karena ventilator yang dipasang itu tidak menambah harapan hidup, hanya memperpanjang “kata Menteri Kesehatan, Siti Fadillah Supari dalam SMS-nya yang di forward ke sejumlah wartawan yang berjaga-jaga di RSPP (Bintang, Edisi 872, Januari 2008). Hingga hari Kamis (17/1), beberapa pihak mengganggap sebenarnya ‘’Pak Harto telah mati’’, tapi secara medis, pria 86 tahun itu masih hidup karena ditopang ventilator. ‘’Kalau bapak bisa pulih, itu keajaiban. Banyak organnya yang sudah rusak. Kuncinya keikhlasan keluarga. Kalau alat dilepas, Pak Harto bisa pergi, tapi keluarga belum mengijinkan, ada yang sudah terima ada yang belum ‘’kata Dr M Munawar Sp JP, salah seorang anggota tim dokter kepresidenan. (Manado Post, 16 Januari 2008).
Berdasarkan kondisi dan fakta-fakta di atas, saya pun membuat pertanyaan-pertanyaan di dalam benak saya. Apakah seseorang yang penyakitnya sudah tidak dapat disembuhkan lagi (in persistent vegetative state), hidupnya masih layak dipertahankan dengan alat-alat bantu medis tersebut? Jika keluarga merelakan tim dokter untuk melepaskan semua alat-alat bantu medis yang dipasang pada tubuh Soeharto, dan pada akhirnya pasti meninggal, apakah dapat dikategorikan sebagai tindakan euthanasia secara pasif? Dan pertanyaan terakhir sebagai bahan permenungan untuk kita semua, apakah sebenarnya arti hidup yang sesungguhnya (quality of life)?
Istilah euthanasia berasal dari bahasa Yunani, yaitu eu dan thanatos. Kata eu berarti indah, bagus, terhormat atau gracefully and with dignity, sedangkan thanatos berarti mati. Jadi secara etimologis, euthanasia dapat diartikan sebagai mati dengan baik (a good death). Pemakaian terminology euthanasia ini juga mencakup tiga kategori, yaitu: 1. Pemakaian secara sempit. Secara sempit euthanasia dipakai untuk tindakan menghindari rasa sakit dari penderitaan dalam menghadapi kematian. Dalam hal ini euthanasia berarti perawatan dokter yang bertujuan untuk menghilangkan penderitaan yang dapat dicegah sejauh perawatan itu tidak bertentangan dengan kaidah-kaidah hukum, etika dan adat yang berlaku. 2. Pemakaian secara lebih luas. Secara lebih luas, terminology euthanasia dipakai untuk perawatan yang menghindarkan rasa sakit dalam penderitaan dengan resiko efek hidup diperdendek. 3. Pemakaian paling luas. Dalam pemakaian yang paling luas ini, euthanasia berarti memperpendek hidup yang tidak lagi dianggap sebagai side effect, melainkan sebagai tindakan untuk menghilangkan penderitaan pasien.
Dalam kasus yang berhubungan dengan kondisi Soeharto sekarang, apakah tindakan dokter untuk melepaskan semua alat bantu medis tersebut dapat dikatakan tindakan euthanasia pasif tanpa kehendak dari si pasien sendiri (passive non voluntary euthanasia)? Mungkin ada benarnya juga. Euthanasia pasif terjadi bila dokter atau tenaga kesehatan lainnya secara sengaja dan sadar tidak lagi memberikan bantuan medik kepada pasien yang dapat memperpanjang hidupnya (dengan catatan bahwa perawatan pasien diberikan terus-menerus secara optimal dalam usaha untuk membantu pasien dalam fase hidup yang terakhir). Apalagi jika hal ini dilakukan atas persetujuan keluarga, mengingat euthanasia mengandung unsur-unsur: persetujuan/tidak ada persetujuan, tindakan medis, permintaan pasien ataukah diwakili oleh keluarga, kondisi pasien yang tidak dapat sembuh. Hanya saja, kita terbentur dengan regulasi di negara ini. Indonesia adalah negara yang tidak melegalkan praktek euthanasia (meskipun dalam praktek banyak kasus terjadi). Padahal menurut Kode Etik Kedokteran Indonesia, kata euthanasia dipergunakan dalam tiga arti: 1. Berpindahnya ke alam baka dengan tenang dan aman tanpa penderitaan, buat yang beriman dengan menyebut nama Allah di bibir. 2. Waktu hidup akan berakhir, diringankan penderitaan si sakit dengan memberinya obat penenang. 3. Mengakhiri penderitaan dan hidup seorang sakit dengan sengaja atas permintaan pasien sendiri dan keluarganya.
Mengangkat masalah euthanasia adalah seperti makan buah simalakama, tidak makan mati, makan juga mati. Masalah euthanasia perlu banyak pendekatan dari berbagai sudut pandang (etika/moral, agama, medis, hukum dan HAM). Dari segi hukum, bisa saja dikenakan pasal 338 KUHPidana Indonesia tentang pembunuhan: ‘’Barangsiapa dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain karena salah telah melakukan pembunuhan dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun’’ dan pasal 340 tentang pembunuhan berencana: ‘’Barangsiapa dengan sengaja dan dengan direncanakan terlebih dahulu menghilangkan nyawa orang lain, karena salah telah melakukan pembunuhan dengan direncanakan terlebih dahulu, dihukum dengan hukuman mati atau dengan hukuman penjara seumur hidup atau dengan hukuman penjara selama-lamanya dua puluh tahun’’.
Hanya saja, pada kasus euthanasia pasif tanpa permintaan pasien, berarti dokter sendirilah yang berinisiatif untuk menghentikan bantuan medis dengan persetujuan keluarga dengan alasan tindakan medik yang akan dilakukan terhadap pasiennya tidak ada gunanya lagi (zinloos). Apabila dokter dapat membuktikan bahwa tindakan medik yang akan dilakukan itu sudah tidak ada gunanya lagi (zinloos), maka dokter bebas dari tuntutan hukum, walaupun pasien yang bersangkutan akhirnya meninggal dunia. Penulis berpendapat, bahwa apabila dokter tidak dapat membuktikan bahwa tindakan medik yang akan dilakukannya itu sudah tidak ada gunanya lagi maka dokter dapat dituntut berdasarkan pasal 304 jo. pasal 306 (2) KUHPidana. Pasal 304 : ‘’Barangsiapa dengan sengaja meyebabkan atau membiarkan seseorang yang ia wajib memeliharanya, atau yang berdasarkan hukum yang berlaku baginya atau yang berdasarkan hukum yang berlaku baginya atau yang berdasarkan parjanjian ia wajib merawatnya atau mengurusnya, dalam keadaan sengsara, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya dua tahun dan delapan bulan atau dengan hukuman denda setinggi-tingginya empat ribu lima ratus rupiah’’. Bunyi pasal 306 (ayat 2): ‘’Apabila salah satu perbuatan tersebut menyebabkan meninggalnya anak itu, maka ia dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya sembilan tahun’’. Kita lihat kembali bunyi pasal 304 tersebut, dan yang perlu diperhatikan adalah kata-kata yang telah penulis garis bawahi, yaitu: ‘’……..berdasarkan perjanjian ia wajib merawatnya’’. Kemudian kita hubungkan dengan bunyi pasal 306 (2), yaitu: ….’’meninggalnya anak itu’’. Seperti yang kita ketahui, bahwa antara dokter dan pasiennya termasuk dalam perjanjian teraupetik. Jadi, apabila dokter tidak dapat membuktikan tindakan medik yang akan dilakukannya sudah tidak ada gunanya lagi, yang berarti dokter masih berkewajiban merawatnya (memberikan pengobatan), akan tetapi dokter telah melakukan euthanasia pasif terhadap pasiennya itu. Meninggalnya pasien tersebut bukan peristiwa euthanasia melainkan hanya bentuk semu dari euthanasia. Jadi, jelas dokter tidak dapat dituntut secara pidana, karena terdapat perbuatan tidak melawan hukum (straafbarfeit).
Masalah euthanasia, berbicara tentang cara pengakhiran hidup manusia, akan tetapi di dalamnya terkait masalah quality of life. Memang akir-akhir ini di negara-negara barat sering digembor-gemborkan tentang hak untuk mati (the right to die). Ternyata hak untuk mati ini diperjuangkan keras oleh mereka yang pro-euthanasia. Mereka menuntut agar ‘’hak untuk mati” dianggap juga sebagai hak azasi seperti hak untuk melangsungkan kehidupan, hak kemerdekaan dan hak-hak dasar lainnya. Padahal, mengakui sesuatu hak lain yang merupakan kebalikannya dari hak yang telah ada, sama dengan menghilangkan hak terlebih dahulu itu. Mengakui ‘’the right to die’’ berarti sama dengan menghilangkan hak untuk melangsungkan kehidupan. Dengan demikian, hak untuk mati bukan sebagai hak azasi dan tidak patut diperjuangkan.
Sebagai penutup, penulis mengajak pembaca sekalian untuk lebih menghargai arti hidup ini. Kehidupan yang telah kita dapat secara cuma-cuma dari Sang Pencipta. Dan untuk para dokter, penulis mengutip apa yang dikatakan Hippocrates dalam bukunya Prognosis: ‘’Manusia pada akhirnya akan mati. Dokter tidak dapat berharap bahwa ia akan dapat menyembuhkan setiap pasiennya. Ada batas, ketika upaya penyembuhan tidak berdaya lagi, dokter harus mengenali dan menerima kedatangan saat-saat maut bagi pasiennya. Bukan saja ia harus mengkomunikasikan kenyataan ini kepada pasiennya, bahkan sebagai seorang yang berpengetahuan ia harus menunjukannya dengan perbuatan, yaitu jangan berusaha untuk menyembuhkannya, kerena ini berarti membohongi diri sendiri dan pasiennya’’.#
Manjakan Yang Besar Pinggirkan Yang Kecil
Oleh Endang Suryadinata
(Peminat Sejarah Indonesia-Belanda,
alumnus Erasmus Universiteit Rotterdam)
SEBAGIAN anak bangsa ini masih silau dengan segala yang besar. Kesilauan demikian tidak selalu buruk dari sisi moralitas. Tetapi, silau dan mengagumi yang serbabesar bisa menjadi masalah, termasuk masalah moral, ketika disertai sikap meminggirkan yang kecil atau dianggap tak punya power dan manfaat bagi egosentrisme kita.
Simak saja dalam kasus sakitnya Soeharto terbaru. Pemberitaan seputar kasus mantan penguasa Orde Baru di sebagian media, khususnya media elektronik televisi kita, boleh jadi tidak proporsional. Memang dari sisi magnitude jurnalisme modern, sosok besar Soeharto punya news value tinggi. Tapi, jurnalis televisi jangan mengidap amnesia sejarah. Jangan lupa, Soeharto semasa berkuasa begitu mengontrol media, malah membredel Tempo dsb.
Padahal, sebagai mantan presiden, Soeharto sudah mendapat perawatan medis yang luar biasa, dengan tim medis kepresidenan yang superlengkap, bahkan dengan alat-alat paling canggih. Konon semua itu dibayar pihak keluarga, bukan negara. Tapi uang keluarga Cendana, asalnya dari mana?
Kunjungan para loyalis atau siapa pun yang bersimpati kepada Soeharto juga tidak kunjung henti. Seperti diungkapkan Baskara T. Wijaya, sejumlah pelaku politik malah beramai-ramai memuji Pak Harto secara publik, berebut mengunjungi, dan sambil meninggalkan rumah sakit berhasrat untuk diliput pers guna membela Soeharto.
Sekilas mereka memuji dan membela Pak Harto sebagai bukti bakti. Meski demikian, jangan-jangan yang sedang mereka puji, bela, dan beri bukti bakti bukan Pak Harto, tetapi diri mereka sendiri (Kompas 17/1/2008).
Berbeda sekali perlakuan anak-anak bangsa ini kepada Soekarno. Selama menjadi presiden, layanan kesehatan untuk mengatasi sakit Bung Karno masih baik-baik dan proporsional.
Tetapi, setelah peristiwa kudeta merangkak, yakni Supersemar 1966 dan secara perlahan tapi pasti kekuasannya dipereteli, layanan kesehatan kepada Bung Karno bisa dikatakan sangat tidak memadai, bahkan sangat minim (Baca: Asvi Warman Adam, Jawa Pos 13/1/2008). Bayangkan, untuk urusan sakit gigi saja Bung Karno harus diawasi ketat. Padahal, dia masih menjabat presiden sampai Maret 1967 seperti dikisahkan drg Oei Hong Kian, dokter gigi pribadi bagi Bung Karno.
Dari ucapan Mahar Mardjono kita juga tahu, ternyata dokter di Indonesia masih belum bisa independen. Mereka masih bisa ditekan oleh kekuatan politik, sehingga standar pelayanan medis yang sepantasnya tidak diberikan kepada pasien. Tidak heran di saat-saat akhir hidupnya, fisik Bung Karno tampak sangat memprihatinkan. Akhirnya sosok kelahiran Blitar 6 Juni 1901 itu wafat dalam kesepian pada 20 Juni 1970, tanpa ada liputan media yang semarak.
Kisah tentang sakit Bung Karno disampaikan lagi, justru untuk menggugat mentalitas penguasa dan kecenderungan sebagian dari kita, khususnya jurnalis televisi yang begitu silau pada kebesaran seseorang sekaligus pada saat bersamaan memarginalkan dan meminggirkan yang kecil seperti telah diuangkapkan di atas. Hal inilah yang sering mengusik nurani.
Teringat Korban Banjir //Sub
Terus terang, ketika media mem-blow up sakit Soeharto, saya teringat pada nasib ratusan ribu korban banjir, yang tidak mendapatkan bantuan atau layanan medis yang sepantasnya sesuai Kovenan Ecosoc PBB yang sudah diratifikasi Indonesia.
Dari sisi Ecosoc, sebenarnya telah terjadi pelanggaran HAM oleh pemerintah atas para korban banjir di Jateng dan Jatim. Ratusan ribu korban banjir kini rentan terkena diare, kekurangan pangan, kekurangan air bersih, dan tempat tinggal yang layak. Bukan hanya dalam hal layanan kesehatan, ada peminggiran kepada mereka yang dianggap kecil. Dalam bidang-bidang lain seperti kebebasan beragama, mereka yang dianggap kecil atau minoritas sering menjadi korban dari mereka yang dianggap kuat dan besar.
Konyolnya, dalam hal ini, negara tidak bisa berbuat apa-apa. Sikap dan kebijakan pemerintah sudah terjebak pada mentalitas memanjakan yang besar sekaligus meminggirkan yang kecil. Dalam hal hukum dan keadilan, misalnya, bukan rahasia bahwa selama ini rakyat kecil tidak pernah mendapat keadilan. Setiap kasus dengan korban rakyat jelata dengan tertuduh militer atau orang kuat, bisa dipastikan masuk dalam kotak atau dipetieskan. Mulai kasus 1965 dengan jutaan rakyat kecil disembelih atau dibuang ke Pulau Buru karena dituduh PKI hingga Tragedi Mei 1998, aktivis yang diculik atau hilang, sama sekali tidak ada keadilan bagi para korban.
Korban-korban itu dianggap kecil, remeh, tidak penting sehingga bisa seenaknya dicederai hak-haknya di depan hukum kita. Hukum kita bisa tegas kepada maling ayam, tapi tak pernah tegas pada sosok besar seperti Soeharto. Kesamaan semua orang di depan hukum hanya jadi jargon basi.
Masih banyak bidang lain yang menunjukkan mentalitas bangsa ini yang begitu silau dan memanjakan yang besar, tapi mengabaikan yang kecil. Prinsip kesamaan, kesetaraan (equality) sebagai nilai-nilai yang amat dijunjung dalam negara demokratis masih belum teraplikasikan secara maksimal. Kita tak pernah akan menjadi bangsa besar jika pada saat bersamaan meminggirkan yang kecil.#
(Peminat Sejarah Indonesia-Belanda,
alumnus Erasmus Universiteit Rotterdam)
SEBAGIAN anak bangsa ini masih silau dengan segala yang besar. Kesilauan demikian tidak selalu buruk dari sisi moralitas. Tetapi, silau dan mengagumi yang serbabesar bisa menjadi masalah, termasuk masalah moral, ketika disertai sikap meminggirkan yang kecil atau dianggap tak punya power dan manfaat bagi egosentrisme kita.
Simak saja dalam kasus sakitnya Soeharto terbaru. Pemberitaan seputar kasus mantan penguasa Orde Baru di sebagian media, khususnya media elektronik televisi kita, boleh jadi tidak proporsional. Memang dari sisi magnitude jurnalisme modern, sosok besar Soeharto punya news value tinggi. Tapi, jurnalis televisi jangan mengidap amnesia sejarah. Jangan lupa, Soeharto semasa berkuasa begitu mengontrol media, malah membredel Tempo dsb.
Padahal, sebagai mantan presiden, Soeharto sudah mendapat perawatan medis yang luar biasa, dengan tim medis kepresidenan yang superlengkap, bahkan dengan alat-alat paling canggih. Konon semua itu dibayar pihak keluarga, bukan negara. Tapi uang keluarga Cendana, asalnya dari mana?
Kunjungan para loyalis atau siapa pun yang bersimpati kepada Soeharto juga tidak kunjung henti. Seperti diungkapkan Baskara T. Wijaya, sejumlah pelaku politik malah beramai-ramai memuji Pak Harto secara publik, berebut mengunjungi, dan sambil meninggalkan rumah sakit berhasrat untuk diliput pers guna membela Soeharto.
Sekilas mereka memuji dan membela Pak Harto sebagai bukti bakti. Meski demikian, jangan-jangan yang sedang mereka puji, bela, dan beri bukti bakti bukan Pak Harto, tetapi diri mereka sendiri (Kompas 17/1/2008).
Berbeda sekali perlakuan anak-anak bangsa ini kepada Soekarno. Selama menjadi presiden, layanan kesehatan untuk mengatasi sakit Bung Karno masih baik-baik dan proporsional.
Tetapi, setelah peristiwa kudeta merangkak, yakni Supersemar 1966 dan secara perlahan tapi pasti kekuasannya dipereteli, layanan kesehatan kepada Bung Karno bisa dikatakan sangat tidak memadai, bahkan sangat minim (Baca: Asvi Warman Adam, Jawa Pos 13/1/2008). Bayangkan, untuk urusan sakit gigi saja Bung Karno harus diawasi ketat. Padahal, dia masih menjabat presiden sampai Maret 1967 seperti dikisahkan drg Oei Hong Kian, dokter gigi pribadi bagi Bung Karno.
Dari ucapan Mahar Mardjono kita juga tahu, ternyata dokter di Indonesia masih belum bisa independen. Mereka masih bisa ditekan oleh kekuatan politik, sehingga standar pelayanan medis yang sepantasnya tidak diberikan kepada pasien. Tidak heran di saat-saat akhir hidupnya, fisik Bung Karno tampak sangat memprihatinkan. Akhirnya sosok kelahiran Blitar 6 Juni 1901 itu wafat dalam kesepian pada 20 Juni 1970, tanpa ada liputan media yang semarak.
Kisah tentang sakit Bung Karno disampaikan lagi, justru untuk menggugat mentalitas penguasa dan kecenderungan sebagian dari kita, khususnya jurnalis televisi yang begitu silau pada kebesaran seseorang sekaligus pada saat bersamaan memarginalkan dan meminggirkan yang kecil seperti telah diuangkapkan di atas. Hal inilah yang sering mengusik nurani.
Teringat Korban Banjir //Sub
Terus terang, ketika media mem-blow up sakit Soeharto, saya teringat pada nasib ratusan ribu korban banjir, yang tidak mendapatkan bantuan atau layanan medis yang sepantasnya sesuai Kovenan Ecosoc PBB yang sudah diratifikasi Indonesia.
Dari sisi Ecosoc, sebenarnya telah terjadi pelanggaran HAM oleh pemerintah atas para korban banjir di Jateng dan Jatim. Ratusan ribu korban banjir kini rentan terkena diare, kekurangan pangan, kekurangan air bersih, dan tempat tinggal yang layak. Bukan hanya dalam hal layanan kesehatan, ada peminggiran kepada mereka yang dianggap kecil. Dalam bidang-bidang lain seperti kebebasan beragama, mereka yang dianggap kecil atau minoritas sering menjadi korban dari mereka yang dianggap kuat dan besar.
Konyolnya, dalam hal ini, negara tidak bisa berbuat apa-apa. Sikap dan kebijakan pemerintah sudah terjebak pada mentalitas memanjakan yang besar sekaligus meminggirkan yang kecil. Dalam hal hukum dan keadilan, misalnya, bukan rahasia bahwa selama ini rakyat kecil tidak pernah mendapat keadilan. Setiap kasus dengan korban rakyat jelata dengan tertuduh militer atau orang kuat, bisa dipastikan masuk dalam kotak atau dipetieskan. Mulai kasus 1965 dengan jutaan rakyat kecil disembelih atau dibuang ke Pulau Buru karena dituduh PKI hingga Tragedi Mei 1998, aktivis yang diculik atau hilang, sama sekali tidak ada keadilan bagi para korban.
Korban-korban itu dianggap kecil, remeh, tidak penting sehingga bisa seenaknya dicederai hak-haknya di depan hukum kita. Hukum kita bisa tegas kepada maling ayam, tapi tak pernah tegas pada sosok besar seperti Soeharto. Kesamaan semua orang di depan hukum hanya jadi jargon basi.
Masih banyak bidang lain yang menunjukkan mentalitas bangsa ini yang begitu silau dan memanjakan yang besar, tapi mengabaikan yang kecil. Prinsip kesamaan, kesetaraan (equality) sebagai nilai-nilai yang amat dijunjung dalam negara demokratis masih belum teraplikasikan secara maksimal. Kita tak pernah akan menjadi bangsa besar jika pada saat bersamaan meminggirkan yang kecil.#
21 Januari 2008
Neo-Tribalisme Sepak Bola Indonesia
Oleh Andika Hadinata
(Rohaniwan saat ini tinggal di Roma, Italia)
SEPAK bola Indonesia kembali tercoreng. Kali ini terasa menyesakkan karena yang menjadi korban keganasan amuk penonton adalah dua hakim garis. Pengadil pertandingan itu dipukul saat bertugas, yang menyebabkan mereka terkapar di lapangan. Tragis.
Peristiwa yang membuat kita mengelus dada itu terjadi pada hari pertama perhelatan babak Delapan Besar Liga Djarum Indonesia (LDI) XIII Grup A di Stadion Brawijaya, Kediri, Rabu malam (16/1). Pertandingan Persiwa Wamena kontra Arema Malang yang ternoda itu akhirnya dihentikan pada menit ke-71 dengan keunggulan sementara 2-1 untuk Persiwa (Jawa Pos, 17/1/2008).
Memang sejak putaran kedua kembali bergulir 2007 lalu, bergulir pula rasa cemas menyaksikan aksi-aksi yang mengarah pada neo-tribalisme. Tragedi di Kediri itu sebenarnya hanya repetisi.
Mari kita buka catatan terkait para pendukung klub yang marah kepada lawan. Kita mengelus dana membaca sejumlah pendukung PSIM Jogjakarta menyerbu ke lapangan dan memukul wasit setelah PSIM ditahan imbang Persiba Balikpapan, 2-2, pada laga Grup II di Stadion Mandala Krida, Jogjakarta, Minggu (2/9/2007).
Ulah pendukung atau bobotoh Persib mengintimidasi dengan meluncurkan kembang api ke lapangan saat tim Persib melawan Persela Lamongan di Stadion Siliwangi, Bandung, Rabu (22/8/2007) lalu juga menyebarkan teror atau ketakutan. Bayangkan, mereka melempari bus tim Persela dengan batu di perempatan dekat hotel tempat tim tamu itu menginap.
Flashback lagi saat Persija menekuk Persib 1-0 di Stadion Lebak Bulus, Jakarta, Kamis (16/8/2007). Kemenangan itu dikotori ulah anarkis ‘’Jakmania’’ yang memasuki lapangan membuat laga ditunda selama lebih kurang 20 menit. Setelah pertandingan usai, aksi anarkis berlanjut ke bus para pemain Persib. Kita juga belum lupa aksi lempar batu dan kerusuhan jalanan setelah Persita menjamu Persija yang berkesudahan 0-3 (7/8/2007). Iring-iringan 10 mobil yang membawa pendukung Persija juga ditimpuki batu, 700 polisi kelabakan dan 11 orang terluka.
Masih banyak kejadian yang menunjukkan makin kentalnya nuansa yang menjurus ke neo-tribalisme dalam kompetisi Ligina kali ini. Pertandingan selalu menyuguhkan kekerasan, dari skala ringan hingga berat. Pendukung bola, khususnya dalam pertandingan derbi sekota atau seprovinsi, seperti tim-tim dari Jatim hampir selalu terlibat adu mulut, adu pukul, atau saling lempar batu.
Konyolnya, aparat tidak tegas sama sekali, bahkan terkesan membiarkan aksi yang bertentangan dengan nilai-nilai yang hendak dijunjung dalam pertandingan sepak bola, seperti sportivitas, termasuk dalam menyikapi kekalahan tim yang didukung. Tidak jarang, pertandingan bola akhirnya menjadi semacam perwujudan orgi agresi untuk menghancurkan lawan.
***
Erich Fromm dalam The Anatomy of Human Destructiveness menjelaskan bahwa pada dasarnya setiap manusia, termasuk orang suci sekalipun, punya naluri agresi. Apalagi Sigmund Freud, Bapak Psikoanalisa, juga pernah menyatakan, manusia adalah makhluk rendah yang dipenuhi kekerasan, kebencian, dan agresi.
Nah, jika naluri agresi itu bersifat kolektif atau menjadi semangat korps kesukuan (tribalisme), maka jelas kian masif dan mengerikan dampaknya. Kalau seorang pendukung bola melempar satu batu, mungkin dampaknya masih belum seberapa, meskipun satu batu bisa membuat bocor kepala. Tapi, bagaimana jika serombongan orang, taruhlah 50 atau 500 pendukung bola, melempar batu kepada pemain atau pendukung lawan?
Di ajang bola, kita sudah pernah melihat aksi neo-tribalisme yang mengerikan dalam tragedi Heysel, yang menewaskan 39 orang pada 29 Mei 1985. Dalam pertandingan antara Liverpool dan Juventus ajang Champions itu, naluri tribalisme atau kesukuan dari kelompok suku kanibal saat mengelupasi kepala lawan dipertontonkan lagi di alam modern justru di Eropa yang mengklaim sebagai jantung peradaban dunia.
Kita juga masih ingat kasus tribalisme dalam skala antarnegara yang disebut futebol war antara El Salvador versus Honduras pada Juni 1969 yang menewaskan 2.000 jiwa. Meski sudah juara dunia empat kali, Italia juga terus terancam kekerasan bola. Ada polisi yang menembak tifosi hingga mati seperti di Milan serta tawuran antar penonton khususnya dalam partai derbi. Bahkan, kekerasan bola di antaranya pernah dibahas secara khusus dalam sidang kabinet Italia (Rabu 07/02/2007).
***
Perkembangan kekerasan dalam sepak bola Indonesia sudah menunjukkan naluri purba manusia yang biadab berpotensi meledak dalam skala yang lebih mengerikan. Padahal, ketika putaran Piala Asia digelar di Piala Asia 2007 lalu, sempat muncul kebanggaan melihat betapa matang dan dewasanya penonton sepak bola Indonesia. Mereka menonton dengan tertib, baik, dan bergembira. Kita berharap tragedi Heysel tak berulang di negri ini.
Karena itu, Erich Fromm atau Sigmund Freud mengingatkan agar naluri agresi itu tidak sampai menghancurkan orang lain, manusia juga perlu mengembangkan naluri cinta yang ada dalam dirinya. Jadi, jangan sampai naluri agresi yang destruktif itu terus dipelihara dan dituruti.
Sepak bola memang seharusnya mampu menjadi kekuatan peradaban seperti ditunjukkan Christiano Ronaldo kepada bocah Martunis dan tribute untuk almarhum Antonio Puerta dalam Piala Super Eropa di Monaco baru-baru ini. Jangan sampai bola memerosotkan derajat kita lebih rendah daripada binatang.#
(Rohaniwan saat ini tinggal di Roma, Italia)
SEPAK bola Indonesia kembali tercoreng. Kali ini terasa menyesakkan karena yang menjadi korban keganasan amuk penonton adalah dua hakim garis. Pengadil pertandingan itu dipukul saat bertugas, yang menyebabkan mereka terkapar di lapangan. Tragis.
Peristiwa yang membuat kita mengelus dada itu terjadi pada hari pertama perhelatan babak Delapan Besar Liga Djarum Indonesia (LDI) XIII Grup A di Stadion Brawijaya, Kediri, Rabu malam (16/1). Pertandingan Persiwa Wamena kontra Arema Malang yang ternoda itu akhirnya dihentikan pada menit ke-71 dengan keunggulan sementara 2-1 untuk Persiwa (Jawa Pos, 17/1/2008).
Memang sejak putaran kedua kembali bergulir 2007 lalu, bergulir pula rasa cemas menyaksikan aksi-aksi yang mengarah pada neo-tribalisme. Tragedi di Kediri itu sebenarnya hanya repetisi.
Mari kita buka catatan terkait para pendukung klub yang marah kepada lawan. Kita mengelus dana membaca sejumlah pendukung PSIM Jogjakarta menyerbu ke lapangan dan memukul wasit setelah PSIM ditahan imbang Persiba Balikpapan, 2-2, pada laga Grup II di Stadion Mandala Krida, Jogjakarta, Minggu (2/9/2007).
Ulah pendukung atau bobotoh Persib mengintimidasi dengan meluncurkan kembang api ke lapangan saat tim Persib melawan Persela Lamongan di Stadion Siliwangi, Bandung, Rabu (22/8/2007) lalu juga menyebarkan teror atau ketakutan. Bayangkan, mereka melempari bus tim Persela dengan batu di perempatan dekat hotel tempat tim tamu itu menginap.
Flashback lagi saat Persija menekuk Persib 1-0 di Stadion Lebak Bulus, Jakarta, Kamis (16/8/2007). Kemenangan itu dikotori ulah anarkis ‘’Jakmania’’ yang memasuki lapangan membuat laga ditunda selama lebih kurang 20 menit. Setelah pertandingan usai, aksi anarkis berlanjut ke bus para pemain Persib. Kita juga belum lupa aksi lempar batu dan kerusuhan jalanan setelah Persita menjamu Persija yang berkesudahan 0-3 (7/8/2007). Iring-iringan 10 mobil yang membawa pendukung Persija juga ditimpuki batu, 700 polisi kelabakan dan 11 orang terluka.
Masih banyak kejadian yang menunjukkan makin kentalnya nuansa yang menjurus ke neo-tribalisme dalam kompetisi Ligina kali ini. Pertandingan selalu menyuguhkan kekerasan, dari skala ringan hingga berat. Pendukung bola, khususnya dalam pertandingan derbi sekota atau seprovinsi, seperti tim-tim dari Jatim hampir selalu terlibat adu mulut, adu pukul, atau saling lempar batu.
Konyolnya, aparat tidak tegas sama sekali, bahkan terkesan membiarkan aksi yang bertentangan dengan nilai-nilai yang hendak dijunjung dalam pertandingan sepak bola, seperti sportivitas, termasuk dalam menyikapi kekalahan tim yang didukung. Tidak jarang, pertandingan bola akhirnya menjadi semacam perwujudan orgi agresi untuk menghancurkan lawan.
***
Erich Fromm dalam The Anatomy of Human Destructiveness menjelaskan bahwa pada dasarnya setiap manusia, termasuk orang suci sekalipun, punya naluri agresi. Apalagi Sigmund Freud, Bapak Psikoanalisa, juga pernah menyatakan, manusia adalah makhluk rendah yang dipenuhi kekerasan, kebencian, dan agresi.
Nah, jika naluri agresi itu bersifat kolektif atau menjadi semangat korps kesukuan (tribalisme), maka jelas kian masif dan mengerikan dampaknya. Kalau seorang pendukung bola melempar satu batu, mungkin dampaknya masih belum seberapa, meskipun satu batu bisa membuat bocor kepala. Tapi, bagaimana jika serombongan orang, taruhlah 50 atau 500 pendukung bola, melempar batu kepada pemain atau pendukung lawan?
Di ajang bola, kita sudah pernah melihat aksi neo-tribalisme yang mengerikan dalam tragedi Heysel, yang menewaskan 39 orang pada 29 Mei 1985. Dalam pertandingan antara Liverpool dan Juventus ajang Champions itu, naluri tribalisme atau kesukuan dari kelompok suku kanibal saat mengelupasi kepala lawan dipertontonkan lagi di alam modern justru di Eropa yang mengklaim sebagai jantung peradaban dunia.
Kita juga masih ingat kasus tribalisme dalam skala antarnegara yang disebut futebol war antara El Salvador versus Honduras pada Juni 1969 yang menewaskan 2.000 jiwa. Meski sudah juara dunia empat kali, Italia juga terus terancam kekerasan bola. Ada polisi yang menembak tifosi hingga mati seperti di Milan serta tawuran antar penonton khususnya dalam partai derbi. Bahkan, kekerasan bola di antaranya pernah dibahas secara khusus dalam sidang kabinet Italia (Rabu 07/02/2007).
***
Perkembangan kekerasan dalam sepak bola Indonesia sudah menunjukkan naluri purba manusia yang biadab berpotensi meledak dalam skala yang lebih mengerikan. Padahal, ketika putaran Piala Asia digelar di Piala Asia 2007 lalu, sempat muncul kebanggaan melihat betapa matang dan dewasanya penonton sepak bola Indonesia. Mereka menonton dengan tertib, baik, dan bergembira. Kita berharap tragedi Heysel tak berulang di negri ini.
Karena itu, Erich Fromm atau Sigmund Freud mengingatkan agar naluri agresi itu tidak sampai menghancurkan orang lain, manusia juga perlu mengembangkan naluri cinta yang ada dalam dirinya. Jadi, jangan sampai naluri agresi yang destruktif itu terus dipelihara dan dituruti.
Sepak bola memang seharusnya mampu menjadi kekuatan peradaban seperti ditunjukkan Christiano Ronaldo kepada bocah Martunis dan tribute untuk almarhum Antonio Puerta dalam Piala Super Eropa di Monaco baru-baru ini. Jangan sampai bola memerosotkan derajat kita lebih rendah daripada binatang.#
19 Januari 2008
Otak Soeharto
Oleh dr Taufiq Pasiak
MANTAN Presiden Soeharto adalah fenomena unik. Ketika hidup, sakit dan koma ia menunjukkan banyak hal yang unik. Kerusakan otak akibat penyakit strok yang dideritanya berlangsung secara tak umum. Karena sekalipun sedang sakit ia masih bisa melakukan hal-hal yang lazim dilakukan orang normal. Ia masih berpikir dengan baik, mencerna setiap berita tentang dirinya secara tepat dan arif, masih tersenyum hangat, welcome, dan tak menunjukkan perubahan kepribadian sebagaimana ditemukan pada sebagian besar penderita strok terutama yang merusak otak bagian depan (lobus frontal). Dalam usia lebih dari 80 tahun ia masih tampak cerdas dan tak menunjukkan gejala-gejala kepikunan. Untuk diketahui, mantan Presiden Amerika Serikat Ronald Reagen dan Paus Paulus Johanes menderita Parkinson pada usia-usia 80-an tahun. Saat menjelang ajal pun Pak Harto masih memberikan misteri dan keunikan. Di Indonesia dia adalah orang pertama dan mungkin satu-satunya yang dilayani dengan segala macam ilmu dan teknologi kedokteran tercanggih. Kasus Pak Harto adalah pertunjukkan besar-besaran tentang kemajuan dan kehebatan teknologi. Ia menyedot biaya rata-rata 100 juta perhari untuk sebagian besar alat pertahanan hidup yang disediakan. Organ pencernaan dan otak (batang otak) merupakan organ terakhir yang masih bertahan (sampai saya membuat tulisan ini). Sekalipun, jujur saja, kehidupan pak Harto itu adalah kehidupan vegetatif. Mirip dengan kehidupan tanpa pikiran sadar. Saya yakin, sekalipun tampak ada reaksi terhadap rangsangan tertentu, tetapi itu adalah perilaku tak sadar. Artinya, cortex cerebri (otak berpikir) Pak Harto, tempat segala pikiran sadar diramu, diterjemahkan, dipadukan dan direncanakan, sudah tidak berfungsi lagi. Formatio Reticularis—semacam bel pintu masuk ke otak berpikir—merupakan bagian otak terbesar yang masih berfungsi dengan baik. Pak Harto belum mengalami MBO (mati batang otak) yang memungkinkan dia dinyatakan mati secara klinis. Alat-alat bertahan hidup yang dipasang di seluruh tubuhnya hanya sanggup membuat Pak Harto Awake, tetapi tidak Aware! Karena itu, secara hukum Pak Harto tidak laik dan tidak boleh menjadi subyek hukum.
TRANPLANTASI OTAK
Kawan saya, seorang penjual koran keliling di Manado, memberikan ide menarik kepada saya. Ia rela menjual otaknya—ia memberikan harga 1 triliun saja!—untuk dipindahkan ke otak Pak Harto. Ia melakukan ini karena sudah lelah berjualan koran, tetapi tidak pernah menjadi kaya. Ia rela mati agar 3 orang anaknya memiliki uang banyak dan terjamin hidup mereka di kemudian hari. Menurut pendapatnya, otaknya cukup bagus jika dipindahkan ke kepala Pak Harto. Apalagi, otaknya belum banyak dipakai untuk hal-hal yang kurang baik. Katanya, otaknya masih fresh sehingga masih bagus untuk dipakai. Apakah ada kemungkinan transplantasi otak? Ini pertanyaan sederhana, tetapi sulit dijawab. Secara teoritis harusnya boleh, tetapi pada praktiknya sulit dilakukan. Paus Paulus Johanes adalah seorang kandidat untuk transplantasi sel saraf pada daerah otak bernama ganglia basalis. Ini daerah yang terganggu sehingga Paus menjadi gemetaran (tremor) terus menerus, berjalan tertatih-tatih dan tulisan menjadi seperti cakar ayam (Hebatnya, pusat berpikir tidak mengalami gangguan)
Tahun 2001 para ahli otak bekerja sama dan serius membuat sebuah instrumen untuk mengirim sinyal dari otak ke luar otak. Namanya BrainGate. Alat ini bekerja dengan cara menangkap sinyal sel-sel otak yang memungkinkan pemakainya melakukan kegiatan seperti mengirim pesan suara, mengirim surat elektronik, menyalakan televisi serta lampu, mengendalikan peralatan medis dan pengobatan, menggerakkan anggota tubuh, mengontrol pencernaan dan kandung kemih dengan bantuan alat khusus. Prosedur kerjanya sebagai berikut; 1) pengguna memikirkan keinginannya, 2) chip sensor menangkap sinyal listrik yang muncul karena adanya pikiran itu, 3) sinyak dikirim ke konektor di tengkorak kepala, 4) amplifier memperkuat arus listrik, dan 5) sinyal dikirim ke komputer untuk diolah dan dieksekusi. Alat ini direncanakan mampu membaca keinginan manusia dan menerjemahkannya menjadi sinyal listrik untuk dipindahkan ke komputer. Jika terlaksana ide ini, maka untuk mengirim pesan cinta pada pasangan Anda, Anda tidak usah repot-repot menulis surat atau mengirim SMS penuh kata-kata cinta. Anda cukup berpikir tentang cinta padanya, maka seketika perasaan itu akan diterjemahkan komputer untuk kemudian dicetak (misalnya) atau dikirim ke pasangan Anda. Kebencian Anda pun—sekalipun cuma dalam pikiran—akan dapat ditangkap dan diolah.
Ide tentang penanaman alat (planting) sudah menjadi pikiran para ahli otak sejak lama. Sejauh yang saya ketahui, para ahli otak di Amerika sedang berupaya membuat semcam chip yang berisi sejumlah memori yang dapat ditanamkan pada bagian tertentu otak. Jika Hippocampus Anda rusak—atau secara sengaja dirusak—maka kerusakan itu dapat diganti dengan sebuah chip yang membuat Anda memiliki memori baru. Cerita tentang ini dapat Anda tonton dalam film-film layar lebar. Salah satunya berjudul Mnemonic. Sejauh yang saya tahu pula penanaman sel-sel induk (stem cell) telah mulai dilakukan dan memberikan hasil yang cukup prospektif. Sekalipun tingkat keberhasilannya baru pada hewan coba, tetapi prospek untuk diterapkan pada manusia cukup bagus.
Pada 1978 Halgren dan koleganya memublikasikan hasil analisis retrospektif mereka soal efek mental dari 3495 kali stimulasi listrik dua sisi otak (bilateral) pada otak bagian samping (lobus temporalis medialis) pada 36 orang subyek. Dari analisis itu Halgren dan Koleganya menemukan bahwa 92 persen stimulasi gagal menimbulkan respon mental seperti sensasi, imaji, pemikiran, reaksi emosional dan sejenisnya. Dari riset-riset itu juga ditemukan bahwa perubahan mental yang dipicu oleh stimulasi listrik pada LTM sangat bervariasi, berbeda dan idiosinkratik. Dari riset ini sebagian ahli menyimpulkan bahwa sangat sulit untuk memicu pengalaman mental tertentu dengan menggunakan alat yang ditanam atau dipasang dari luar. Mungkin, untuk kasus-kasus yang berkaitan dengan fungsi gerakan (motorik), seperti kasus Parkinson atau penyakit Huntington, perangsangan bisa terjadi. Namun, pengalaman mental merupakan sesuatu yang unik dan spesifik pada seseorang. Demikian halnya untuk pengalaman mental tingkat tinggi, yakni pengalaman spiritual. Anda tidak mungkin memasangkan sejumlah chip atau elektroda untuk membuat saya merasa ‘menyatu’ dengan Tuhan, atau menimbulkan sensasi ketenangan yang amat sangat. Meskipun, pengalaman spiritual itu sendiri bisa dipicu oleh obat-obatan (misalnya, asam Lisergik/LSG), tetumbuhan tertentu, atau ritual tertentu.
Analisis retrospektif terhadap upaya-upaya planting atau stimulasi ini membuktikan bahwa adalah tidak mungkin secara sistematik menginduksi pengalaman mental spesifik (misalnya, pengalaman spiritual) dengan merangsang lobus temporal dengan listrik maupun magnet. Karena itu, teknologi untuk penanaman chip bagi pembentukan pengalaman mental tertentu adalah tidak mungkin. Ini, antara lain, karena program otak setiap orang berbeda satu dengan yang lain. Lain halnya, kalau Anda bermaksud membentuk manusia yang baru. Itu pun tanpa perlu penanaman chip di otak. Teknik brainwashing yang dipakai dalam perang Korea dapat mengubah kepribadian orang.
Karena itu, dengan sangat menyesal, saya katakan pada kawan saya, bahwa otaknya tidak mungkin dibeli oleh keluarga Suharto. Saya sendiri kuatir jangan-jangan Pak Harto—andaikata dia sadar setelah diganti otaknya—akan menjadi penjual koran keliling. Wallahu a’lam.#
MANTAN Presiden Soeharto adalah fenomena unik. Ketika hidup, sakit dan koma ia menunjukkan banyak hal yang unik. Kerusakan otak akibat penyakit strok yang dideritanya berlangsung secara tak umum. Karena sekalipun sedang sakit ia masih bisa melakukan hal-hal yang lazim dilakukan orang normal. Ia masih berpikir dengan baik, mencerna setiap berita tentang dirinya secara tepat dan arif, masih tersenyum hangat, welcome, dan tak menunjukkan perubahan kepribadian sebagaimana ditemukan pada sebagian besar penderita strok terutama yang merusak otak bagian depan (lobus frontal). Dalam usia lebih dari 80 tahun ia masih tampak cerdas dan tak menunjukkan gejala-gejala kepikunan. Untuk diketahui, mantan Presiden Amerika Serikat Ronald Reagen dan Paus Paulus Johanes menderita Parkinson pada usia-usia 80-an tahun. Saat menjelang ajal pun Pak Harto masih memberikan misteri dan keunikan. Di Indonesia dia adalah orang pertama dan mungkin satu-satunya yang dilayani dengan segala macam ilmu dan teknologi kedokteran tercanggih. Kasus Pak Harto adalah pertunjukkan besar-besaran tentang kemajuan dan kehebatan teknologi. Ia menyedot biaya rata-rata 100 juta perhari untuk sebagian besar alat pertahanan hidup yang disediakan. Organ pencernaan dan otak (batang otak) merupakan organ terakhir yang masih bertahan (sampai saya membuat tulisan ini). Sekalipun, jujur saja, kehidupan pak Harto itu adalah kehidupan vegetatif. Mirip dengan kehidupan tanpa pikiran sadar. Saya yakin, sekalipun tampak ada reaksi terhadap rangsangan tertentu, tetapi itu adalah perilaku tak sadar. Artinya, cortex cerebri (otak berpikir) Pak Harto, tempat segala pikiran sadar diramu, diterjemahkan, dipadukan dan direncanakan, sudah tidak berfungsi lagi. Formatio Reticularis—semacam bel pintu masuk ke otak berpikir—merupakan bagian otak terbesar yang masih berfungsi dengan baik. Pak Harto belum mengalami MBO (mati batang otak) yang memungkinkan dia dinyatakan mati secara klinis. Alat-alat bertahan hidup yang dipasang di seluruh tubuhnya hanya sanggup membuat Pak Harto Awake, tetapi tidak Aware! Karena itu, secara hukum Pak Harto tidak laik dan tidak boleh menjadi subyek hukum.
TRANPLANTASI OTAK
Kawan saya, seorang penjual koran keliling di Manado, memberikan ide menarik kepada saya. Ia rela menjual otaknya—ia memberikan harga 1 triliun saja!—untuk dipindahkan ke otak Pak Harto. Ia melakukan ini karena sudah lelah berjualan koran, tetapi tidak pernah menjadi kaya. Ia rela mati agar 3 orang anaknya memiliki uang banyak dan terjamin hidup mereka di kemudian hari. Menurut pendapatnya, otaknya cukup bagus jika dipindahkan ke kepala Pak Harto. Apalagi, otaknya belum banyak dipakai untuk hal-hal yang kurang baik. Katanya, otaknya masih fresh sehingga masih bagus untuk dipakai. Apakah ada kemungkinan transplantasi otak? Ini pertanyaan sederhana, tetapi sulit dijawab. Secara teoritis harusnya boleh, tetapi pada praktiknya sulit dilakukan. Paus Paulus Johanes adalah seorang kandidat untuk transplantasi sel saraf pada daerah otak bernama ganglia basalis. Ini daerah yang terganggu sehingga Paus menjadi gemetaran (tremor) terus menerus, berjalan tertatih-tatih dan tulisan menjadi seperti cakar ayam (Hebatnya, pusat berpikir tidak mengalami gangguan)
Tahun 2001 para ahli otak bekerja sama dan serius membuat sebuah instrumen untuk mengirim sinyal dari otak ke luar otak. Namanya BrainGate. Alat ini bekerja dengan cara menangkap sinyal sel-sel otak yang memungkinkan pemakainya melakukan kegiatan seperti mengirim pesan suara, mengirim surat elektronik, menyalakan televisi serta lampu, mengendalikan peralatan medis dan pengobatan, menggerakkan anggota tubuh, mengontrol pencernaan dan kandung kemih dengan bantuan alat khusus. Prosedur kerjanya sebagai berikut; 1) pengguna memikirkan keinginannya, 2) chip sensor menangkap sinyal listrik yang muncul karena adanya pikiran itu, 3) sinyak dikirim ke konektor di tengkorak kepala, 4) amplifier memperkuat arus listrik, dan 5) sinyal dikirim ke komputer untuk diolah dan dieksekusi. Alat ini direncanakan mampu membaca keinginan manusia dan menerjemahkannya menjadi sinyal listrik untuk dipindahkan ke komputer. Jika terlaksana ide ini, maka untuk mengirim pesan cinta pada pasangan Anda, Anda tidak usah repot-repot menulis surat atau mengirim SMS penuh kata-kata cinta. Anda cukup berpikir tentang cinta padanya, maka seketika perasaan itu akan diterjemahkan komputer untuk kemudian dicetak (misalnya) atau dikirim ke pasangan Anda. Kebencian Anda pun—sekalipun cuma dalam pikiran—akan dapat ditangkap dan diolah.
Ide tentang penanaman alat (planting) sudah menjadi pikiran para ahli otak sejak lama. Sejauh yang saya ketahui, para ahli otak di Amerika sedang berupaya membuat semcam chip yang berisi sejumlah memori yang dapat ditanamkan pada bagian tertentu otak. Jika Hippocampus Anda rusak—atau secara sengaja dirusak—maka kerusakan itu dapat diganti dengan sebuah chip yang membuat Anda memiliki memori baru. Cerita tentang ini dapat Anda tonton dalam film-film layar lebar. Salah satunya berjudul Mnemonic. Sejauh yang saya tahu pula penanaman sel-sel induk (stem cell) telah mulai dilakukan dan memberikan hasil yang cukup prospektif. Sekalipun tingkat keberhasilannya baru pada hewan coba, tetapi prospek untuk diterapkan pada manusia cukup bagus.
Pada 1978 Halgren dan koleganya memublikasikan hasil analisis retrospektif mereka soal efek mental dari 3495 kali stimulasi listrik dua sisi otak (bilateral) pada otak bagian samping (lobus temporalis medialis) pada 36 orang subyek. Dari analisis itu Halgren dan Koleganya menemukan bahwa 92 persen stimulasi gagal menimbulkan respon mental seperti sensasi, imaji, pemikiran, reaksi emosional dan sejenisnya. Dari riset-riset itu juga ditemukan bahwa perubahan mental yang dipicu oleh stimulasi listrik pada LTM sangat bervariasi, berbeda dan idiosinkratik. Dari riset ini sebagian ahli menyimpulkan bahwa sangat sulit untuk memicu pengalaman mental tertentu dengan menggunakan alat yang ditanam atau dipasang dari luar. Mungkin, untuk kasus-kasus yang berkaitan dengan fungsi gerakan (motorik), seperti kasus Parkinson atau penyakit Huntington, perangsangan bisa terjadi. Namun, pengalaman mental merupakan sesuatu yang unik dan spesifik pada seseorang. Demikian halnya untuk pengalaman mental tingkat tinggi, yakni pengalaman spiritual. Anda tidak mungkin memasangkan sejumlah chip atau elektroda untuk membuat saya merasa ‘menyatu’ dengan Tuhan, atau menimbulkan sensasi ketenangan yang amat sangat. Meskipun, pengalaman spiritual itu sendiri bisa dipicu oleh obat-obatan (misalnya, asam Lisergik/LSG), tetumbuhan tertentu, atau ritual tertentu.
Analisis retrospektif terhadap upaya-upaya planting atau stimulasi ini membuktikan bahwa adalah tidak mungkin secara sistematik menginduksi pengalaman mental spesifik (misalnya, pengalaman spiritual) dengan merangsang lobus temporal dengan listrik maupun magnet. Karena itu, teknologi untuk penanaman chip bagi pembentukan pengalaman mental tertentu adalah tidak mungkin. Ini, antara lain, karena program otak setiap orang berbeda satu dengan yang lain. Lain halnya, kalau Anda bermaksud membentuk manusia yang baru. Itu pun tanpa perlu penanaman chip di otak. Teknik brainwashing yang dipakai dalam perang Korea dapat mengubah kepribadian orang.
Karena itu, dengan sangat menyesal, saya katakan pada kawan saya, bahwa otaknya tidak mungkin dibeli oleh keluarga Suharto. Saya sendiri kuatir jangan-jangan Pak Harto—andaikata dia sadar setelah diganti otaknya—akan menjadi penjual koran keliling. Wallahu a’lam.#
Langganan:
Postingan (Atom)