07 Januari 2008

Dampak Pertambangan Terhadap Pesisir dan Laut

‘Harus’ Dikaji Dalam AMDAL //Sub

Oleh Ir Markus T Lasut MSc D Tech Sc

(Dosen di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Unsrat,

Alumni S3 dari Asian Institute of Technology, Thailand)

SEMUA sistem lingkungan (ekosistem) saling berhubungan satu dengan lainnya, baik secara langsung ataupun tidak. Sistem lingkungan yang ada di udara, di darat (di gunung), di pesisir, di laut, saling berhubungan membentuk suatu sistem lingkungan global. Ada yang bersifat sinergis (saling menunjang) dan ada yang antagonis (saling bertolak-belakang) satu dengan lainnya. Sehingga, perubahan yang terjadi di suatu ekosistem akan mempengaruhi (sinergis atau antagonis) keberadaan suatu atau lebih ekosistem lainnya. Hal ini adalah pemahaman ekologi dasar yang hendaknya dipahami oleh kita semua, karena semua perubahan dalam ekosistem akan selalu dirasakan/berdampak bagi kelangsungan hidup manusia.

Berangkat dari pemahaman ini maka suatu kegiatan yang dilakukan di daratan, di dataran tinggi (gunung) sekalipun, apabila berdampak negatif terhadap lingkungan maka akan dapat menimbulkan dampak negatif pula terhadap keberadaan ekosistem di daerah pesisir dan laut yang berada jauh dari kegiatan tersebut. Sebagai contoh, penurunan ekosistem perairan Teluk Manado juga disebabkan oleh kegiatan-kegiatan yang berlangsung di Kota Tondano, di mana residu kegiatan dari kota tersebut akan menuju Teluk Manado melalui DAS Tondano. Penurunan ekosistem perairan sekitar Kec. Wori juga disebabkan oleh kegiatan-kegiatan yang berlangsung di Kecamatan Dimembe di mana residunya terbuang menuju ke perairan tersebut melalui DAS Talawaan. Keberadaan ekosistem perairan Selat Likupang akan sangat dipengaruhi oleh kegiatan-kegiatan yang dilakukan di dataran tinggi Toka Tindung dan sekitarnya di mana residunya akan menuju selat tersebut melalui Sungai Maen dan Sungai Pangisan. Keberadaan ekosistem perairan di Teluk Rinondoran akan sangat dipengaruhi oleh kegiatan-kegiatan yang dilakukan di dataran tinggi Araren dan sekitarnya di mana residunya menuju perairan tersebut melalui Sungai Araren. Dan banyak contoh lainnya yang menggambarkan hubungan antara dataran tinggi (daratan) dan dataran rendah (pesisir dan laut).

Oleh karena itu, apabila ada suatu kegiatan di darat (dataran tinggi) maka rencana pemantauan dan pengelolaan dari kegiatan tersebut harus dilakukan secara keseluruhan, komprehensif, dan terpadu yang mencakup wilayah kegiatan di darat dan wilayah pesisir dan laut yang terkena dampak, baik dampak besar maupun kecil. Hal ini dilakukan untuk melindungi lingkungan dan sumberdaya pesisir dan laut.

Kekhawatiran dunia akan kerusakan lingkungan pesisir dan laut sebagai akibat dari kegiatan di daratan sangat tinggi. Karena isu ini sangat penting untuk diatasi maka Forum Global tentang Kelautan, Pesisir, dan Pulau2 (‘the Global Forum on Oceans, Coasts, and Islands’) telah mengangkat isu ini untuk dibicarakan dalam berbagai forum global tingkat dunia dengan topik Perlindungan Lingkungan Laut dari Kegiatan di Daratan (the protection of the marine environment from land-based activities) dengan konsep pendekatan Freshwater-Coastal-Marine Interlinkage (hubungan perairan air tawar-pesisir-laut). Forum tersebut di antaranya adalah Workshop Internasional di Meksiko City-Meksiko (Januari 2006), di Konferensi Global ke-3 tentang Laut, Pesisir, dan Pulau (third Global Conference on Oceans, Coasts, and Islands) di Paris-Perancis (Januari 2006), di Forum Air Dunia (World Water Forum) di Meksiko City-Meksiko (Maret 2006), dan Kajian Antarpemerintah ke-2 (second Intergovernemntal Review) oleh UNEP-GPA di Beijing-China (Oktober 2006), dan juga akan dibicarakan di Konferensi Global ke-4 tentang Laut, Pesisir, dan Pulau (Fourth Global Conference on Oceans, Coasts, and Islands) di Hanoi-Vietnam (April 2007) dan di Konferensi Tingkat Dunia tentang Laut (World Ocean Conference) di Manado-Indonesia (Mei 2009).

Sejalan dengan meningkatnya kekhawatiran di tingkat global, kekhawatiran di tingkat lokal daerah Sulawesi Utara pada kegiatan di darat yang berdampak negatif terhadap wilayah pesisir dan laut juga sangat tinggi. Salah satu contoh kegiatan seperti itu yang ada di daerah ini adalah kegiatan industri pertambangan emas. Kekhawatiran muncul oleh karena kegiatan pertambangan dapat berdampak negatif terhadap lingkungan, baik di darat maupun di pesisir dan laut. Secara singkat dapat dijelaskan sebagai berikut: industri pertambangan emas, apalagi yang berskala besar, menggali dan mengolah batuan biji emas dan mineral ikutannya (misalnya: merkuri, arsen, mangan, dsb.) dari perut bumi untuk memperoleh emas. Baik pada tahap persiapan instalasi pabrik maupun tahap operasi pengolahan emas, kegiatan ini menghasilkan substansi yang dapat memberikan dampak negatif terhadap lingkungan sekitanya. Dampak negatif dapat saja terjadi dalam berbagai media. Untuk media air, misalnya, dapat menimbulkan berbagai substansi, seperti sedimentasi dan pengaliran air asam tambang yang beracun pada kadar tertentu (baik bersumber dari lubang tambang yang terbuka dan/atau dari kolam tempat penimbunan tailing apabila tailing tersebut ditimbun di darat dalam suatu kolam penyimpanan). Semua substansi tersebut akan keluar/dibuang melalui suatu daerah aliran sungai (DAS) menuju pesisir dan laut di mana sungai tersebut bermuara. Di samping terjadi sepanjang DAS, akumulasi akan substansi tersebut dapat terjadi dalam komponen ekosistem di daerah pesisir dan laut, dan pada kadar tertentu akan merusak ekosistem tersebut.

Kerusakan ekosistem dan sumberdaya pesisir dan laut tentu saja akan berdampak luas pada berbagai aspek yang berhubungan dengan kehidupan manusia, karena manusia sangat tergantung pada eksositem dan sumberdaya tersebut. Misalnya, degradasi kualitas lingkungan sebagai tempat hidup yang sehat bagi masyarakat yang bermukim di daerah pesisir. Selain itu degradasi sumberdaya perikanan dan aspek pariwisata. Semuanya itu akan berdampak pada penurunan dan kerugian pada aspek ekonomi, baik untuk masa saat ini maupun di masa yang akan datang.

Pada umumnya, suatu kegiatan akan melakukan kajian dampak lingkungan hanya terhadap lingkungan di mana kegiatan itu berada dan daerah sekitar kegiatan tersebut. Sehingga, kegiatan yang dilakukan di suatu dataran tinggi tidak mengkaji dampak yang dapat ditimbulkannya pada wilayah pesisir dan laut.

Oleh karena itu, untuk dapat dikatakan ’pengelolaan yang baik dan ramah lingkungan’ dan ’sesuai dengan standar internasional’, suatu kegiatan industri, misalnya pertambangan emas, harus dapat mengantisipasi dampak negatif yang dapat ditimbulkannya sesuai dengan konsep pendekatan yang diusulkan secara internasional. Seperti yang dijelaskan di atas, suatu kegiatan pertambangan, baik yang telah beroperasi maupun yang sedang dan akan mengusulkan kegiatannya, harus mengkaji semua dampak negatif yang dapat ditimbulkan dalam AMDAL dengan menggunakan pendekatan Freshwater-Coastal-Marine Interlinkage (hubungan perairan air tawar-pesisir-laut) yang telah dibicarakan di tingkat dunia. Sehingga, seluruh kesatuan wilayah kegiatan pertambangan dikaji secara terpadu, holistik dan komprehensif (baik wilayah di daratan di mana pertambangan itu berada maupun wilayah pesisir dan laut yang jauh tetapi berhubungan dengan kegiatan pertambangan). Dengan kata lain, apabila kajian akan aspek ini tidak/belum dilakukan maka dapat dikatakan AMDAL suatu kegiatan pertambangan belum lengkap.#