Oleh dr Taufiq Pasiak
SETIAP hari orang bertekad untuk berubah menjadi lebih baik dan lebih bagus. Setiap awal tahun Anda dan saya bertekad untuk melakukan sesuatu yang berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Kawan saya ingin menjadi lebih kaya dari tahun kemarin. Kawan saya yang lain ingin menjadi lebih gemuk dari tahun kemarin. Kenalan saya ingin memelihara jenggot dan kumis supaya kelihatan lebih macho dari tahun kemarin. Salah satu saudara saya bertekad supaya tahun ini dia jadi sarjana. Kenalan jauh saya di seberang pulau bercita-cita supaya tahun ini dia bisa menunaikan ibadah haji. Ia ingin memperbaiki hidupnya menjadi lebih bermutu.
Manusia punya kapasitas spiritual sehingga dorongan menjadi lebih baik, lebih bijak, dan lebih sempurna selalu mendorong dirinya setiap kali ada kesempatan untuk berubah. Sejauh ini, dorongan fisiklah (dorongan untuk memperoleh kesenangan fisik belaka, berupa berlimpahnya materi dan harta) yang kebanyakan memicu seseorang untuk berubah. Salah satu kawan saya bertekad tahun ini dia menjadi pejabat dan ketua sebuah organisasi supaya dia dapat memperoleh banyak material dalam kehidupannya. Ia ingin menjadikan perolehan itu sebagai jembatan untuk mendapatkan kelimpahan material yang lain. Pendeknya, Anda dan saya punya cita-cita untuk lebih baik dari kemarin-kemarin. Saya sendiri bertekad untuk melakukan hal-hal kecil yang dimulai dari diri saya sendiri sebagai sebuah strategi untuk (mudah-mudahan) dapat menjadi lebih baik dan hidup lebih bermutu dibanding tahun-tahun sebelumnya. Mengutip J.Fabri (1980), psikolog yang menafsirkan pengertian makna hidup dari Victor Frankl (psikiater yang pernah ditahan di Kamp Austwich saat Nazi berkuasa) saya belajar dari kisah-kisah yang saya temui dalam praktik dokter dan pergaulan sehari-hari. 5 kisah ini menjadi pegangan saya untuk berubah pada tahun ini.
Pertama, makna hidup muncul ketika seseorang menemukan dirinya (self discovery). Seorang pasien saya (pasien A, lelaki, usia 36 tahun, pekerjaan swasta, beranak 1) yang menderita gangguan psikosomatik, dengan keluhan pusing dan sakit kepala serta gejala jantung berdebar disertai tekanan darah 160/100 mmHg (pemeriksaan EEG dan laboratorium rutin tidak menunjukkan ketidaknormalan), menjadi lebih tenang ketika saya menunjukkan penderita lain (pasien B, perempuan, 47 tahun, beranak 2, pegawai negeri) yang lebih parah dari dia (penderita Carcinoma Cervix), tetapi tetap ceria dan bisa menikmati hidup dengan baik. Pasien A menemukan makna hidup karena ia menemukan bahwa ada pasien B yang menderita lebih parah dari dia, tetapi bisa hidup dengan lebih baik dari dirinya.
Kedua, makna hidup muncul ketika seseorang dihadapkan pada dua atau beberapa hal yang harus dipilih. Disini, makna hidup berkaitan dengan pilihan. Semakin seseorang dapat bebas menentukan pilihan dari 2 hal yang sulit dipilih, semakin tinggi makna hidupnya. Seorang kenalan dan pasien saya diperhadapkan pada pilihan yang sangat sulit. Ia memiliki tiga orang anak yang masih kecil-kecil yang masih sekolah, ia sendiri bekerja sebagai sales sebuah produk multilevel, hidup sederhana dalam sebuah rumah KPR yang belum selesai dibayar, dan ditinggal mati oleh istri yang sebelumnya sudah menderita penyakit berat selama bertahun-tahun. Kebutuhan biologis mula-mula membawanya pada hubungan serius dengan seorang janda beranak 3 yang masih kecil-kecil. Ketika memutuskan hendak menikahi janda itu ia diperhadapkan pada pilihan antara memelihara dan mendidik anak-anaknya hingga mereka dewasa nanti atau menikahi janda itu dengan segala konsekuensi yang muncul karena janda itu juga tidak bekerja dan memiliki 3 anak yang masih kecil. Pada akhirnya ia memutuskan untuk tidak menikah dan menyerahkan hidupnya untuk mengabdi pada keberhasilan anak-anaknya. Pilihan mengabdi ini, sebagaimana diceritakannya, membuat ia mendapatkan dorongan sangat besar untuk bekerja lebih giat, memonitor perkembangan anak-anaknya, dan menghabiskan waktunya untuk mereka bertiga. Ia merasa mendapatkan makna hidup karena anak-anak merasa aman, nyaman dan tentram dengan dirinya. Pada kasus ini, makna hidup muncul karena seseorang berhasil menentukan pilihan dari pilihan-pilihan yang sulit.
Ketiga, makna hidup muncul ketika seseorang merasa istimewa, unik dan tergantikan orang lain. Saya pernah merasakan makna hidup jenis ini ketika seorang pasien jauh-jauh datang dari sebuah daerah terpencil di Sangihe hanya untuk mendapatkan advis saya mengenai kesehatan dirinya. Ia rela menumpang kapal perahu selama semalam, membuang banyak waktu dan tenaga, hanya untuk mendengar pendapat saya tentang tindakan apa yang sebaiknya ia lakukan. Istri seorang sejawat dokter yang takut dioperasi merasa mendapat kekuatan untuk siap di operasi sectio caesaria ketika membaca sebuah artikel yang saya tulis di harian lokal Manado Post. Pada saat-saat seperti ini saya merasa menjadi orang yang istimewa, setidaknya bagi orang-orang itu.
Keempat, makna hidup muncul ketika seseorang berhasil mengejawantahkan tanggung-jawabnya pada suatu situasi yang sulit. Seorang kenalan perempuan menceritakan tentang kebahagiaan yang dialaminya ketika ia berhasil merawat suaminya yang sakit berat hingga sang suami meninggal di pangkuannya. Mereka menikah 18 tahun dengan 4 orang anak. Semula sang suami adalah pengusaha ekspedisi yang sukses yang sering mengajak keluarganya keluar daerah untuk plesiran sambilan sang suami melaksanakan pekerjaannya. Kebutuhan istri dan anak-anaknya tercukupi dengan baik. Mereka hidup dalam kemakmuran yang wajar; bukan orang yang sangat kaya, tetapi tidak pernah merasakan kekurangan. 5 tahun lalu sang suami bangkrut dan meninggalkan hutang yang cukup banyak. Pelan tapi pasti barang dan harta yang dikumpulkan dijual satu demi satu untuk membayar hutang. Yang paling berat adalah ketika sang suami menderita penyakit diabetes mellitus dengan segala komplikasinya yang membuat ia dirawat di rumah sakit. 4 tahun dalam masa perawatan telah menimbulkan situasi sulit bagi kenalan perempuan saya ini. Dengan usia yang belum mencapai 40 tahun, masih tergolong cantik, dan adanya dorongan mendapatkan uang untuk menafkahi keluarga, ia memiliki dorongan untuk mendapatkan suami yang lain dapat mengambilalih peranannya untuk memberi nafkah bagi keluarga. Beberapa lelaki mapan sudah mendekatinya untuk diajak menjadi istri. Namun, pada saat-saat kagamangan datang ia berhasil mengambil keputusan yang menurutnya sangat revolusioner dan mengubah pandangannya tentang hidup dan keluarga. Dengan keyakinan yang sangat kuat ia bertekad berusaha sekeras mungkin untuk merawat suaminya hingga sembuh. Sekalipun kemudian sang suami meninggal—dan ia memutuskan untuk tidak menikah lagi—ia merasakan kebahagiaan yang tak pernah dirasakan sebelumnya. Ia bahagia karena merasa bermakna setelah ia berhasil mengabdikan diri sebagai istri yang baik. Pada kasus ini, makna hidup diperoleh setelah seseorang berhasil menunaikan tanggung-jawabnya terhadap masalah yang sulit.
Kelima, makna hidup diperoleh ketika seseorang mengalami pengalaman spiritual yang tak biasa. Seorang pasien saya merasa menjadi lebih spiritual ketika ia menderita penyakit tumor yang merampas semua waktunya. Sebelum sakit dan dirawat ia merasakan waktunya habis untuk hal-hal yang tidak mengayakan jiwanya. Ketika sakit justru ia punya banyak waktu merasakan tentang kehidupan spiritual yang luas. Apa yang juga dialami oleh Dahlan Iskan, pemilik grup Jawa Post, setelah operasi ganti hati yang dilakoninya merupakan pemerolehan makna hidup. Dahlan merasa bahwa ia menjadi lebih spiritual setelah menjalani operasi ganti hati itu. Ini dapat dicermati pada pernyataan-pernyataannya. Pada kasus ini, makna hidup muncul ketika seseorang mendapatkan pengalaman spiritual.
5 kisah ini menyusun rencana strategis saya mengubah diri. Dalam kisah pertama, saya belajar untuk selalu bersyukur bahwa saya memiliki kehidupan yang lebih baik dibandingkan orang lain, apapun itu (mungkin saya sehat, memiliki tubuh yang lengkap dan lain-lain). Kisah kedua memberikan arahan pada saya untuk cermat memilih yang terbaik dari banyak pilihan yang baik-baik. Kisah ketiga memberikan dorongan agar hidup saya memberikan inspirasi bagi orang lain. Saya ingin menjadi contoh dan teladan bagi istri dan anak-anak saya. Kisah keempat, memberikan kekuatan pada saya agar melakukan apa yang seharusnya saya lakukan. Saya ingin menunaikan tanggung-jawab yang seharusnya saya lakukan. Dan kisah kelima, saya ingin melihat sesuatu yang lebih hakiki dari setiap kejadian. Kalau saya tidak jadi kaya atau jadi pejabat (atau jadi apa saja yang menyenangkan), maka saya harus memiliki pemahaman bahwa sesuatu yang terbaik yang sedang berlangsung. Demikian halnya, kalau saya jadi kaya, populer, ketua ini-ketua itu, maka saya harus cermat melihat tentang kemungkinan-kemungkinan yang ada, yang boleh jadi itu sebuah keburukan.#