18 April 2008

Tantangan dan Peluang HKI di Perguruan Tinggi

Oleh Jolly LR Turangan*

KECENDERUNGAN global akibat kemajuan informasi dan telekomunikasi telah menstimulasi arus globalisasi di bidang industri dan perdagangan dan memicu terciptanya pasar tunggal bersama untuk seluruh dunia. Perkembangan ekonomi modern akibat globalisasi mengarah pada perdagangan berbasis ilmu pengetahuan dan komoditi karya-karya intelektual (knowledge based economy).
Indonesia sebagai bagian dan berada di era perdagangan bebas dunia ini harus menyesuaikan kebijakan hukumnya dan prioritas pembangunannya sesuai perubahan kecenderungan global dengan melakukan langkah-langkah antisipatif yang cerdas. Percepatan pembangunan dan kebijakan yang berdasar pada ilmu pengetahuan dan teknologi telah menimbulkan kesadaran tentang pentingnya memiliki aturan hukum yang melindungi dan merangsang peningkatan tercipanya karya-karya intelektual yang bermutu. Lembaga penelitian dan Perguruan Tinggi merupakan laboratorium penghasil inovasi dan teknologi baru yang dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat dan pemerintah. Produk karya intelektual ini dilindungi dan diatur dalam Hak Kekayaan Intelektual (HKI).
HKI di negara maju seperti Amerika Serikat, telah memberi kontribusi + 40 persen bagi APBN-nya dan cenderung meningkat pada tahun-tahun mendatang. Ini merupakan cerminan masyarakat dan pemerintah yang cerdas yang menggantungkan pendapatan negaranya pada HKI yang bersifat renewable dan sustainable. Jika dibandingkan dengan Indonesia, pendapatan utama negara masih bergantung pada sektor tambang terutama minyak dan gas yang tidak dapat/sulit diperbaharui, sebagai pilar utama ekonominya. Akibat tingginya harga minyak mentah dunia sampai 100 dolar per barel saat ini turut memicu kenaikan harga barang-barang komoditi masyarakat dan mendorong inflasi. Berdasarkan hal itu sudah seharusnya ketergantungan kita pada migas beralih pada modal intelektual/HKI. Prioritas kebijakan pemerintah saat ini mendesak untuk berpihak pada HKI secara proporsional bersinergi dengan dunia usaha.
Lingkup HKI
HKI atau di dunia dikenal dengan Intelectual Property Rights (IPR) merupakan hak pribadi (private) yang melekat pada seseorang sebagai hasil olah pikir (ide, gagasan, kreatifitas, inovasi dan lain-lain) yang diwujudkan dan memiliki nilai ekonomis.
HKI meliputi 2 (dua) bidang utama yang diatur dalam undang-undang tersendiri, yaitu:
1. Copyright (hak cipta) terkait seni, sastra dan ilmu pengetahuan UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta (revisi).
2. Industrial Property (kekayaan industrial) yang terdiri dari:
a. Paten (penemuan teknologi) UU No. 14 Tahun 2001 tentang Paten (revisi)
b. Merek (symbol/nama dagang barang/jasa) UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek (revisi)
c. Desain Industri (desain penampilan produk) UU No. 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri,
d. Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu (Integrated Circuit) UU No. 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu,
e. Rahasia Dagang (Informasi Rahasia yang memiliki nilai ekonomi) UU No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang,
f. Perlindungan Varietas Tanaman (PVT)
g. Sumber Daya Genetik/Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Folklor (SDGPTEF).
Khusus Perlindungan Varietas Tanaman dikelola Departemen Pertanian, sedangkan yang lainnya dikelolah Dirjen HKI di bawah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia. Mengenai sumber daya genetik atau pengetahuan tradisional belum diatur secara khusus karena pemerintah sedang membahas RUU tentang SDGPTEF. Ada sebagian kecil diatur dalam Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 tantang Hak Cipta, di dalam Pasal 10 memberikan perlindungan terhadap warisan budaya bangsa.
Struktur Hukum HKI di Indonesia dimulai dengan diundangkannya UU No. 7 Tahun 1994 mengenai ratifikasi WTO Keppres No. 15 Tahun 1997 tentang ratifikasi Paris Convention, Keppres No. 16 Tahun 1997 tentang ratifikasi Patent Cooperation Treaty (PCT), Keppres No. 17 Tahun 1997 tentang Bern Convention dan Keppres No. 19 Tahun 1997 tentang WIPO Copyright Treaty (WCT) dan secara berurutan lahirlah UU HKI di atas.
Kelengkapan hukum tersebut, sudah cukup memberi rangsangan bagi investor/peneliti dan pelaku usaha untuk mewujudkan ide cemerlangnya dalam bentuk inovasi-inovasi. Pelaku usaha cenderung lebih maju beberapa langkah dalam hal kesadaran akan HKI sementara bagi investor / peneliti baik yang ada di lembaga Penelitian dan Pengembangan (Litbang) maupun yang ada di Perguruan Tinggi kurang memiliki kesadaran yang cukup akan perlunya pemanfaatan system HKI untuk melindungi karya-karya intelektualnya yang memiliki nilai ekonomis. Seringkali karya intelektual peneliti dibajak orang tanpa hak, padahal yang bersangkutan belum mempatenkan atau mendaftarkannya ke Dirjen HKI, akibatnya yang bersangkutan kehilangan keuntungan ekonomis dari kerja kerasnya selama ini.
Perguruan Tinggi (PT) dan Litbang merupakan gudang inovasi dan invensi yang perlu disadarkan, diberdayakan dan dikembangkan. Hal ini relevan dengan isu BHP bagi perguruan tinggi di Indonesia termasuk bagi UNSRAT dan UNIMA bahkan Politeknik Negeri Manado. Apabila pemanfaatan system HKI berjalan baik maka perguruan tinggi akan mendapatkan pemasukan yang sangat besar bagi kesejahteraan pegawainya dari pemberian lisensi, kerjasama dan usaha mandiri yang terjadi dan terbentuk dari adanya HKI. Krisis keuangan yang jamak terjadi di perguruan tinggi tidak akan memusingkan Rektor atau Direkturnya dalam meningkatkan kualitas pendidikan dan meningkatkan kesejahteraan pegawai tanpa memberi beban biaya tambahan bagi mahasiswa sebagaimana selama ini dirasakan.
Kebijakan KI berdasarkan hal ini maka mendesak diadakannya Kebijakan Kekayaan Intelektual (KI) oleh Perguruan Tinggi dan lembaga Litbang secara baik agar kekayaan intelektual yang timbul dari penelitian dan karya akademis lainnya yang dihasilkan peneliti/pegawai/ mahasiswa dapat termanfaatkan secara maksimal oleh yang bersangkutan bahkan memfasilitasi terjadinya kerjasama dengan industri untuk pemanfaatannya bagi masyarakat luas. Tujuan kebijakan KI untuk mengubah paradigma lama PT yang hanya dijadikan sarana pendidikan dan pengajaran semata. Apa yang diketahui dosen beberapa tahun bahkan belasan tahun yang lalu tetap diajarkan kepada mahasiswa saat ini, sehingga tidak ada nilai tambah apalagi keuntungan ekonomis yang bisa diperoleh dari proses ini. Sekarang ini PT idealnya mendedikasikan dirinya untuk pengajaran, penelitian dan penyebaran/pemanfaatan pengetahuan baru yang dihasilkan (sebaiknya setelah memperoleh perlindungan hukum).
Seharusnya kebijakan kekayaan intelektual ditujukan pertama, untuk mengidentifikasi dan mengupayakan perlindungan KI yang dihasilkan oleh lembaga tersebut; kedua, meningkatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi; dan yang ketiga menjamin bahwa berbagai invensi dan karya cipta yang dihasilkan oleh staf dan mahasiswa dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk kepentingan umum.
Saat ini umumnya kebijakan KI ditujukan untuk:
· menciptakan lingkungan yang mendorong dan mempercepat penyebaran invensi, karya cipta dan pengetahuan baru yang dihasilkan oleh peneliti untuk memaksimalkan keuntungan masyarakat umum;
· melindungi hak-hak tradisional para mahasiswa/karya ilmiah mereka;
· menjamin bahwa hasil pengkomersilan KI terkait, didistribusikan secara adil dan wajar sesuai dengan kontribusi inventor dan lembaga serta pihak terkait lainnya;
· menjamin bahwa KI dan produk/hasil penelitian terkait hanya dapat diperoleh masyarakat melalui suatu proses oleh teknologi yang efisien dan tidak rumit;
· mempromosikan, memelihara, mendorong dan membantu kelangsungan berbgai kegiatan penelitian ilmiah;
· mempersiapkan / menyusun ketentuan tentang hak dan kewajiban perguruan tinggi atau Lembaga Litbang, para kreator KI, dan sponsor yang terkait dengan invensi dan berbagai karya intelektual yang dihasilkan di lembaga tersebut;
· mendorong dan membantu terlaksananya pengalihan KI kepada masyarakat melalui komersialisasi dan lisensi yang menguntungkan bagi perguruan tinggi atau lembaga litbang dan anggota-anggotanya;
· menjamin tersedianya hokum dan peaturan yang memadai bagi perguruan tinggi atau lembaga litbang dalam kaitannya dengan pelaksanaan berbagai penelitian;
· memastikan bahwa dalam rangka pelesensian HKI terkait, setiap lembaga menyadari adanya perbedaan system KI sesuai dengan negara tempat kontrak lisensi dilakukan.
Kerahasiaan, Publikasi dan Tesis
Penting untuk diperhatikan Perguruan Tiggi dalam hubungannya dengan pihak ketiga (sponsor) agar inovasi yang dihasilkan tidak menjadi mubazir karena hilangnya sifat kebaruannya disebabkan publikasi yang tidak terencana baik, sangat disarankan agar:
· PT dapat menyetujui harapan pihak sponsor untuk dapat melihat publikasi sebelum diterbitkan dan untuk menunda pelaksanaan publikasi tersebut untuk jangka waktu tertentu tidak lebih dari 6 – 12 bulan.
· Pihak sponsor dapat diijinkan, dalam keadaan / situasi tertentu untuk merundingkan penundaan lebih lama dengan PT dengan syarat adanya penjelasan terinci dan dengan persetujuan staf peneliti terkait.
· PT tidak diperkenankan mengizinkan pihak sponsor menunda publikasi untuk waktu tidak terbatas.
· PT perlu mempertimbangkan klausul tentang pengalihan semua hak cipta mahasiswa kepada PT, dan memastikan adanya informasi yang cukup dari mahasiswa pada PT; selanjutnya dapat mengeksploitasi hasil penelitian mahasiswa Pasca Sarjana dan peneliti tamu atau peneliti pendamping yang terkait.
· Kecuali dalam hal-hal tertentu, sepengetahuan dan persetujuan para pihak terkait, tidak ada penundaan penyampaian tesis. PT dapat menyetujui dengan persetujuan penuh mahasiswa dan dapat ditinjau kembali setiap tahun. Adanya pembatasan akses public atas hasil penelitian untuk waktu tidak lebih dari 6 – 12 bulan, agar memungkinkan mahasiswa dan PT memperoleh keuntungan atas pengkomersialisasian hasil penelitian yang disponsori tersebut.
· Peralatan yang dibeli sehubungan dengan kontrak penelitian didanai oleh perusahaan biasanya menjadi milik PT.
Memperhatikan semuanya itu, perlu adanya perjanjian kerjasama yang jelas, terinci dan lugas antara pihak mahasiswa, PT dan sponsor agar tidak menjadi masalah hukum di kemudian hari. Menyadari potensi perguruan tinggi di bidang HKI atau inovasi di bidang teknologi dan lain sebagainya, maka perlu kiranya perhatian kita semua untuk lebih memperhatikan masalah HKI di perguruan tinggi.
Peluang Perguruan Tinggi
Peluang perguruan tinggi pada era Intellectual Property Based Economy antara lain:
· mengakuisisi sumber daya financial (SDF) dari industri / pasar tanpa harus memiliki / menjalankan bisnis berupa kerjasama riset (kompetensi) dan transfer HKI (hasil riset).
· Mengakuisisi SDF dengan memiliki bisnis tanpa memiliki modal asset fisik atau financial hanya dengan asset HKI.
· Mengakuisisi knowledge/ technology dari pemanfaatan informasi paten/HKI untuk peningkatan kompetensi riset, pengembangan Intellectual Property/Teknologi Intellectual Property yang sudah ada, dan melahirkan riset berorientasi HKI dan pasar.
· Mengakumulasi reputasi (recognition) atas HKI yang dimiliki.
Peluang-peluang tersebut hanya dapat dimanfaatkan PT apabila:
· memiliki kompetensi dan melakukan kegiatan riset yang berorientasi HKI dan pasar;
· Memiliki HKI yang marketable; dan ada pengelolaan terhadap HKI sehingga memberi manfaat yang sustainable kepada institusi.#

*Dosen Jurusan Akuntansi Politeknik Negeri Manado