(Brand Religion Global Warming WOC)
Oleh Johny Weol
“THEN God Said: Let the waters under the heavens be gathered together into one place, and let the dry land appear’’ and it was so.
And God called the dry land earth, and the waters he called seas. And God saw it was good”. Genesis 1:9-10
“Alam ini anugerah Tuhan yang perlu digunakan dan dinikmati dalam arti positif. Kita wajib menjaga dan menyerahkannya secara utuh untuk generasi mendatang”. (Ketua Presidium Konfrensi Wali Gereja Indonesia (KWI).
“Inspiring people to care about planet. (Motto: Nasional Geographic Society).
Dalam buku Kejadian di atas, Allah yang menciptakan bumi dan laut, dan Allah pula pemilik dan pencipta bumi dan laut itu “Made in God”, dan keadaannya mulus dan baik. Tidak cukup, Allah menciptakan lingkungan yang asri. Allah adalah “The King of Environment” Raja pelestari lingkungan. Dalam Genesis (Kejadian) 1:11, Hendaklah tanah menumbuhkan tunas-tunas muda, tumbuh-tumbuhan yang berbiji, segala jenis pohon, buah-buahan yang menghasilkan buah yang berbiji, supaya ada tumbuh-tumbuhan di bumi. Jangan lupa, keadaan kondisi itu ditutup dengan statement “bahwa semuanya itu baik” (tidak rusak + polusi atau busuk). Pada buku Genesis 1 tersebut ditulis: makhluk hidup di dalam air, segala jenis burung, semuanya baik. Makhluk yang hidup, ternak dan binatang melata di muka bumi.
Terciptanya manusia diikuti dengan perintah, berkuasa atas ikan-ikan di laut, burung-burung di udara dan atas ternak dan juga ‘Power’ atas seluruh bumi. Tercipta juga, bintang-bintang dan bulan serta matahari, tentu dengan memperhatikan, ciptaan Allah ini bisa dinikmati manusia itu, sungguh amat baik (Kejadian 1:31), kondisinya jangan rusak plus terbakar maupun dibakar.
Kota-kota megapolis muncul di dunia, 10 kota megapolis dengan 10 juta penduduk. Tahun 2000 ada 25 kota dari dunia ketiga. Sekarang muncul lagi, kota-kota megalopolis, yaitu megapolis plus gabungan daerah lain. Di dunia ada 20-an megalopolis. PBB menyatakan 2025, terlihat padatnya penduduk dalam gubuk-gubuk kota. Muncul kelaparan, kurangnya lapangan kerja, kebrutalan jalan raya, kriminalitas, terorisme, otoriter, bumi tidak stabil, yang paling penting pengrusakan lingkungan, pengikisan tanah merajalela. Benturan malapetaka timbul. Udara panas datang. Polusi mencapai 3000 juta ton. Lapisan ozon jadi terlalu tipis, asap fotokimiawi menjadi dikenal sebagai lapisan inverse (udara panas alami) memerangkap udara panas. Bumipun tampak gundul, hutanpun terbakar = dibakar = dibabat. Hujan asampun tiba, efek rumah kaca begitu dikenal dunia. Gelombang banjirpun datang, kehancuran antartika tampak. Lempengan esnya tidak stabil, antartika jadi panas dan mencair. Pantai-pantai pun terancam dalam bahaya. Sungai-sungai bergolak dan peradaban dalam bahaya. Kesimpulan untuk menghadapi ini semua antara lain ada dalam beberapa jawaban:
Harus ada lebih banyak protokol (see: Protokol Kyoto, Conference of Parties Berlin 1995, COP2 Geneva 1996, COP3 Kyoto, COP4 Bali 2007, WOC Manado Spesialisasi Ocean. Sumbangsih Indonesia untuk dunia, itu membatasi rumah kaca, gas-gas anti ozon. Harus dibuat usaha pertahanan + pemulihan lokal dan global. Swasta kembangkan tanaman baru tahan kenaikan CO2 + panas.
Bagi Indonesia seturut Suara Pembaharuan, Juni 2007, diperkirakan sekitar 2000 pulau akan tenggelam pada 2030-2050, karena pemanasan global. Alan Weisman, jurnalis, menulis buku, “The World Without Us” menyatakan: apa jadinya bumi kalau manusia musnah? Menurut Weisman, semua ciptaan manusia global, karya spektakuler manusia, hanya sedikit yang akan bertahan lama. Kota, pabrik, gedung akan mengalami pembusukan, lalu runtuh, oleh hujan, tanaman serta binatang pengerat. Pemenang dalam lomba proses pembusukan ini adalah tanaman, binatang yang sekarang tergencet tanpa ampun oleh peradaban manusia. Semua infrastruktur hancur lalu seturut Weisman, optimistis akhir zaman: kehancuran umat manusia akan membawa dampak positif bagi alam. Riset Weisman ke Korea, Aberdares, Kenya, Eropa yang bertahan menurutnya: yaitu bangunan besar dari batu, plastik. Ditemuinya gunung plastik di Samudera Pasifik sebesar benua Afrika. Menurutnya bila 99,99 persen manusia mati oleh penyakit. Masih ada 650.000 kebal, cukup tahan hidup, dan jumlah itu bisa memenuhi bumi planet ini. Weisman berkomentar tentang “global warming”: atmosfir kita yang sudah terakomodasi butuh waktu 100.000 tahun untuk bisa kembali ke level CO2 pada era pra-manusia. Bila suhu dunia naik terus, skenario kepunahan seperti pada masa Paleozoikum akan tiba, di mana pada era pra-Dinosaurus itu 95 persen spesies dunia musnah. Tulisan Weisman, mengingatkan kita, orang global, untuk segera bertindak menghindari bahaya pemanasan global. Janganlah tunggu manusia habis (ulah manusia hutan, pantai, atmosfir rusak total) baru bergerak dan kiamatpun tiba. Theology Ocean (WOC) pun perlu dibahas. Buka buku penciptaan dunia (see: Genesis 1-2, Kejadian 1-2). Tuhan minta pertanggungan jawab manusia “semuanya baik”. WOC sebagai pertemuan tingkat tinggi kepala pemerintahan yang memiliki wilayah laut dan pantai plus, ilmuwan, LSM, wartawan, swasta, dan pemangku kepentingan (stakeholders), semua berkumpul membahas “Brand Religion Global Warming” Deklarasi Manado itu adalah “Theology WOC” Theology Genesis of God (see: pertemuan UNI-CPOLOS, markas PBB New York) dan LDEO kerja sama riset kelautan dengan Indonesia, TNC, CI, WWF, NSF, ONR, kedua terakhir bersedia jadi sponsor. Semua badan dunia + USA tersebut menghasilkan satu Theology Planet Genesis 1-2. Alangkah mulianya WOC, di hadapan manusia global dan di hadapan Tuhan, “The Maker Of The World”. Kekuasaan kita atas bumi, pohon, binatang, harus diimbangi dengan pelestariannya, menjaga tetap utuh.
Mari jaga keamanan Manado Sulut. Mari sambut WOC. Doakan terus WOC. Doakan SBY dan SHS plus panitianya (ini thesis inti Theology untuk seminar program doktor STT Apollos Manado menyambut WOC). Syaloom, GBU. Amin! (#)
*Dosen Theology Lintas Budaya dan Komunikasi antar Budaya Program Doktor (S3) STT Apollos/Ketua Forum Buku Theology Sulut/Pengamat WOC/Ketua Jemaat GMAHK Perkamil